Kepala MTsN 1 Kota Makassar

Zulfikah Nur, S.Pd.i.,M.Pd.i

Art Theraphy Counseling

Foto di ruangan, siswa bersama Guru BK setelah melaksanakan art theraphy conseling

Pelaksanaan Kegiatan Supervisi

Pemeriksaan kelengkapan perangkat administrasi dan data-data BK

Proses Pelaksanaan Konseling

Layanan konseling kelompok untuk pemecahan masalah; Guru Bk bersama siswa "Tudang sipulung"

Guru BK MTsN 1 Kota Makassar

Foto Bersama

Kamis, 07 Mei 2015

Semangat Menulis!




بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, Setelah beberapa bulan vakum, akhirnya dapat bersua kembali dengan teman terbaik, lembaran putih lembaran imajinasi. Sebuah wadah yang rela menjadi nampan, penampung segala ide, perasaan, semua hal yang ada di dalam otak dan hati. Menjadi teman bisu dalam kebisingan, sebagai pengikat ilmu serta pengantar kesuksesan.
            Setiap kali mendapat tugas menulis, langsung kembali teringat dengan sesosok lelaki pejuang, seorang penulis yang memiliki pengalaman kocak yang dia tulis dalam novel perdananya “Mengejar Mimpi,’’ merupakan salah satu rekan tim mba Asma Nadia, dialah bang Dedi Padiku. Dia berani mengorbankan segalanya demi sebuah impian, yaitu menjadi penulis terkenal.
Melakukan perantauan seorang diri, dari kampung halamanya Sulawesi utara yang masih jauh kedalam pelosok, desa terpencil, sampai ke Ibukota NKRI, Jakarta. Beralih-alih profesi dari buruh pengangkat beras, pedagang, supir angkot, supir pribadi, dan sebagainya.
Setelah membaca sekian banyak derita dan perjuangan beliau serta berdasarkan kisah sedih-senang, manis-pahitnya hidup, maka sepatutnya setiap insan yang memiliki cita-cita tinggi atau yang khusus ingin menjadi penulis besar, terlebih dahulu harus sadar bahwa untuk mencapai mimpi dan cita-cita besar itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, mesti dengan pengorbanan yang optimal, usaha sungguh-sungguh dan doa tulus di barengi dengan tawakkal.
            Awal perkuliahan semester genap dimulai, setiap mahasiswa mempersiapkan dirinya. Segala persoalan yang meliputi faktor internal dan eksternal harus sudah siap. Mulai dari psikis, finansial, peralatan alat tulis-menulis dan lain sebagainya. Maka setiap anak yang telah ingin mengakhiri masa liburan mereka yang cukup panjang, hendaklah memberi dan meminta salam serta doa dari orangtua di rumah. Dengan harapan bahwa semoga berkah dari doa-doanya terus mengalir kepada sang buah hati tersayang yang sedang berjuang dalam perantauan, untuk mencapai kemenangan sehingga dapat membanggakan. Allahumma Aamiin...
            Perasaan dan suasana yang berbeda di dalam kampus dengan beberapa bulan lalu sebelum liburan sangat terasa, proses pembangunan gedung-gedung baru sudah mencapai tahap pertengahan, sehingga dinding-dinding pada bangunan-bangunan tinggi mulai terlihat. Tanah, pasir dan air, tercampur berserakan di jalan sehingga membuat lingkungan dan udara disekitar kampus kurang nyaman. Berpengaruh pada kondisi stabilitas tubuh sesaat ketika akan berangkat untuk mengikuti kuliah perdana.
Tidak sedikit dosen yang mengajar pada waktu semester ganjil kembali mengajar di semester genap ini. Bahkan setengah dari seluruhnya diisi oleh dosen yang kemarin. Jumlah mata kuliah sekarang juga lebih sedikit di banding semester lalu, indikasi apa yang menjadi alasannya, itu semua sudah mutlak menjadi aturan dan ketentuan kampus, mahasiswa harus taat aturan dan tugasnya hanya fokus belajar.
 Meskipun jumlah mata kuliah lebih banyak kemarin, namun waktu yang diporsir disetiap satu jam pelajaran saat ini lebih lama ketimbang kemarin, bisa disimpulkan bahwa perbedaan banyak tidaknya mata kuliah tidak menjadi tuntutan dan alasan turun naiknya semangat bagi segenap mahasiswa dalam proses belajar mereka, melainkan harus menjadi acuan lebih demi mencapai kemenangan sejati.
KULIAH SPECIAL DENGAN DOSEN INTERNASIONAL DIMULAI!
Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan sungguh Allah maha mengetahui terhadap ketukan hati hamba-hamba-Nya. Mengawali kuliah dengan semangat berapi-api karena di pertemukan kembali dengan seorang dosen sekaligus guru besar dan motivator luar biasa, Prof. Dr. Moh. Ali Aziz. Pada hari dan waktu yang sama, layaknya pada semester ganjil. Merupakan suatu kesan special ketika bisa di ajar langsung dengan beliau karena dorongan untuk belajar sungguh-sungguh terus dipaksakan kepada kami agar kelak bisa menjadi orang besar dan bermanfaat untuk maslahat umat. Dengan mengamalkan prinsip pondok, bahwa seorang santri dalam proses belajar mengajar harus dengan mengamalkan beberapa tahap yakni dengan dipaksa, terpaksa, terbiasa dan akhirnya akan menjadi orang luar biasa.
            Senin, 2-Maret-2015 tepatnya di kampus UIN Sunan Ampel Surabaya merupakan hari dimana segala aktivitas yang berbau kertas, pulpen, komputer, laptop dan sebagainya dimulai kembali. Hari pertama masuk kuliah dan proses belajar mengajar kembali aktif antara dosen dan mahasiswa-mahasiswi semester genap. Pada Hari ini pula kuliah special dengan dosen internasional dimulai.
            Bangun subuh dengan sigap untuk menyiapkan segala perlengkapan yang masih terbungkus dalam tas dan tertata rapi dalam lemari yang akan digunakan pada kuliah perdana, membuat badan cukup lelah dan pikiran sedikit pusing. Tidak ada waktu untuk bersantai ketika jam telah menunjukkan pukul 05.00 subuh, begitu banyaknya aktivitas yang harus dikerjakan pada jam ini, sehingga bagi mahasiswa yang memang berkomitmen tinggi dalam menjalani perkuliahan, serius mengikuti semua kegiatan yang telah ditentukan oleh kampus dan sungguh-sungguh menjalankan setiap planing yang telah dibuat, maka mereka harus betul-betul bisa mengifisienkan waktunya, agar ketika telah sampai di kampus, segala kemungkinan akan adanya masalah karena barang kelupaan, dan lain-lain, tidak terjadi dan bisa dicegah dengan efektif.
            Persiapan telah selesai, saatnya berangkat ke fakultas. Sambil berjalan dengan tegap dan sedikit goyang, juga berbagi cerita dengan teman tentang bagaimana persiapan dalam menyambut kuliah semester genap dan terselip sedikit cerita pada waktu liburan. Beceknya jalan karena campuran tanah dan air bekas-bekas dari pembangunan gedung, membuat langkah menjadi sedikit pelan dan kehati-hatian lebih ditingkatkan agar tidak terjebak dalam lumuran air cokelat yang bisa membuat pakaian kotor. Dengan hasil dari berjalan tenang, akhirnya semua halangan terlewati. Sampai di fakultas kurang lebih jam 6 pagi, kemudian mencari kelas yang akan digunakan untuk belajar intensif bahasa arab.
            Waktu menunjukkan tepat pukul 07.35, tanda dimulainya mata kuliah perdana untuk semester genap, Tafsir BKI. Setelah keluar dari kelas intensif kemudian beranjak ke kelas yang akan digunakan untuk kuliah. Belum sempat duduk nyaman, sesosok orangtua dengan mengggunakan kemeja putih-hitam bergaris-garis, dengan langkah pasti sambil membawa beberapa buku dalam genggamannya, beliau membuka pintu, perlahan tapi pasti (sreeeett..). Duduk beberapa menit di kursi khusus dosen, yang bahan dasarnya adalah besi tapi empuk karena berlapiskan gabus dengan ditutupi serbet atau kain hitam di atasnya.
Sejenak beliau menatap kami dengan wajah familiar, ‘’ketemu kembali’’ sapa beliau. Ternyata  yang diajari hari ini adalah mahasiswanya kemarin yang masih baru dan culun-culun. Tidak heran ketika dari sekian banyak orang yang di kenal beliau, baik dari dalam maupun luar negeri, khususnya para mahasiswa yang diajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, namun beliau masih mengenal kelas kami, bahkan sebagian dari teman-teman sudah ada yang dikenal wajah dan namanya, itu karena kelebihan kelas kami yang memiliki keunikan ketimbang kelas-kelas lainnya. Keunikan kelas kami tidak hanya di akui oleh beliau saja, melainkan setiap dosen yang baru masuk akan sedikit terkejut juga manakala mengabsen satu persatu kemudian mempersilahkan tiap individu teman-teman untuk memperkenalkan diri.
Sebagian orang menjuluki kelas kami dengan sebutan “Kelas Nusantara”. Dengan jumlah mahasiswa keseluruhan  30 anak, terdiri dari 17 putri dan 13 putra yang datang dari berbagai pelosok negeri, mulai dari Kota Medan, Pulau Sumatera bagian barat, sampai Maluku, Pulau Irian bagian timur. Selain itu, semua anak yang ada dalam kelas juga memliki basic pendidikan yang sama, yaitu anak pondok. Demikianlah dua keunikan yang dimiliki kelas ini sehingga membuat beberapa dosen khususnya beliau sulit lupa dan senantiasa mengingat kami.
            Memulai pelajaran dengan bersama-sama membaca doa. Doa yang dibaca adalah doa yang kemarin telah diajarkan sewaktu liburan ketika mengikuti pengembangan di Kediri tepatnya kampung Inggris, Alhamdulillah bisa kembali diamalkan di perkuliahan. Dengan memadukan tiga bahasa sehingga memiliki poin lebih serta karakteristik yang berbedah ketimbang doa yang lain pada umumnya, selain itu dilantungkan dan dilafadzkan dengan nada lembut dan halus layaknya nyanyian merdu.
            Kalimat-kalimat pembakar semangat adalah ciri khas pesan yang kerap disampaikan beliau kepada kami. Tentu dengan pilihan kata yang indah dan serat makna. Bahkan sesekali ketika beliau menuturkan sebuah pesan, berupa kalimat semangat atau motivasi yang menggunakan bahasa dan istilah-istilah ilmiah hanya membuat kami kebingungan, hingga pada akhirnya kami meminta kembali penjelasan yang lebih simple, praktis dan mudah untuk dipahami.
            Pada kuliah yang pertama ini, beliau tidak terlalu banyak berbicara terkait materi pembelajaran, melainkan hanya menjelaskan tentang beberapa kontak belajar ketika sudah masuk di dalam kelas, sistem pembelajaran, proses pengambilan nilai UAS dan UTS. Tidak hanya itu, di sela-sela pembicaraan, beliau juga terkadang menyisipkan dan memberikan wejangan-wejangan berupa pentingnya mendisiplinkan waktu dan taat kepada aturan agar bisa mendapat berkah dari Guru ataupun dari apa yang telah dipelajari selama menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
Sampai pada menit-menit akhir jam kuliah barulah beliau membahas terkait materi Tafsir Bki yang akan dipelajari untuk seterusnya. Pembagian tugas dibagi menjadi tiga kelompok, berarti satu kelompok akan diisi dengan sepuluh anak, dan masing-masing kelompok menggunakan satu kitab atau buku referensi Tafsir. Kami diberi opsi untuk memilih kitab Tafsir mana yang ingin dibahas, beliau memberikan tiga opsi, pertama kitab Tafsir Al-Munir, kedua Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Ibnu Katsir.
Setelah menentukan kitab Tafsir yang akan dibahas, kemudian beliau memberikan kepada kosma sebuah silabus yang berisi beberapa ayat yang berhubungan dengan konseling, dari ayat-ayat itulah yang kemudian nanti akan dibahas tiap pertemuannya dengan cara diskusi perkelompok kemudian setelah pembahasan ayat dari hasil diskusi selesai, barulah dilanjut dengan UTS yang sistemnya sama pada saat semester yang lalu yaitu dengan pemberian soal langsung jawab.
Sebelum menutup pertemuan, beliau kembali memperjelas tentang korelasi ayat-ayat yang ada dalam silabus dengan konseling. Selain itu, beliau juga memberikan sedikit gambaran tentang proses atau tata cara berlangsungnya diskusi yang akan dilaksanakan untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya.
3 HARI MENJELANG AKHIR PERTEMUAN
            Sabtu, 2 Mei 2015 adalah hari dimana kami mengikuti kuliah tambahan Tafsir BKI, yang dilaksanakan di Masjid dan diajarkan oleh Ustad Ainul Yaqin. Dengan sedikit tambahan materi tentang bahasa arab membuat pelajaran hari itu begitu unik dan sedikit lebih berkreasi.
Sebelumnya kami diberi sebuah cerita tentang kisah salah seorang Istri Nabi yakni Aisyah, tentang bagaimana perjalanannya bersama Nabi ketika menghadapi perang melawan Bani Mustaliq yang mana telah ditetapkan bahwa Nabi sendiri yang akan memimpin langsung peperangan ini.
Satu kejadian yang kurang baik tertimpa oleh istri Nabi yakni Aisyah saat perjalanan pulang seusai peperangan, Siti Aisyah dituduh melakukan suatu maksiat yang sangat tidak sepantasnya dilakukan. Dengan semua tuduhan palsu yang diberikan oleh masyarakat madinah saat itu dan dari semua masalah Istri Nabi maka diturunkanlah sebuah ayat sebagai penegur sekaligus untuk dijadikan pelajaran bagi semua umat muslim yang terkadang memiliki prasangka buruk kepada saudara se-imannya tanpa mengetahui kebenaran dan fakta dari kejadian tersebut terlebih dahulu.
            Agar setiap anak bisa mengetahui dan paham makna atau intisari dari cerita itu, maka tiap-tiap mereka diberi file dari cerita tersebut, karena sebelum itu sudah diperintahkan untuk membawa laptop masing-masing. Dengan cara seperti itu maka proses pembelajaran juga akan berjalan lebih efektif, tidak hanya Ustad yang menerangkan terus menerus, akan tetapi setiap anak juga bisa berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Terlebih dahulu kami diperintahkan untuk membaca kisah itu sejenak, kemudian setelah itu kami disuruh menelaah dan mengambil atau menarik sebuah kesimpulan dan selanjutnya menerjemahkan kesimpulan tadi ke dalam bahasa arab. Ketika kesimpulan telah siap, maka tiap anak diberi kesempatan berbicara sekitar tiga menit dengan menggunkan ekspresi dan bahasa arab di depan Ustad Ainul Yaqin langsung. Ustad memperhatikan dengan seksama, kiranya setiap anak yang akan berbicara mempersiapkan matang-matang kesimpulan dan ekspresinya sehingga bisa bicara dengan maksimal dan memuaskan. Metode seperti ini memberikan pelajaran lebih, selain menambahkan pengetahuan dalam bidang bahasa juga menguji mental dan retorika dalam berbicara di depan.
Adapun file cerita kisah perjalanan Nabi dengan istrinya Aisyah dalam sebuah peperangan melawan Bani Mustaliq yang pada waktu perjalan pulang sang buah hati belahan jantung sempat mendapat guncangan batin yakni tuduhan palsu, kemudian dari kisah itu menjadilah satu asbabun nuzul yang menegur dan memberi pelajaran semua umat muslim dalam kekhilafannya bersuu’dzon kepada saudara se-imannya sendiri, yang diberikan beliau saat itu adalah:
Aku, Istri Nabi  yang Tertuduh
Seperti biasa, sudah menjadi kelumrahan bilamana Rasulullah hendak bepergian, beliau mengundi nama istri-istrinya terlebih dahulu. Nama siapakah yang keluar, dialah yang berhak mendampingi Rasulullah. Perang melawan Bani Mustaliq sudah ditetapkan dan Rasulullah sendiri yang akan pergi memimpin peperangan. Malam itu diundilah nama para istri beliau, kiranya siapa yang akan menemani beliau selama peperangan Bani Mustaliq.
Aisyah binti Abi Bakar, itulah nama yang disebut Rasulullah. Sontak wajahku merona gembira mendengar namaku disebut. Sungguh aku tak percaya. Rasa gembira yang membara bercampur lebur dengan keraguan, apakah benar namaku yang keluar dan berhak menemani Rasulullah berjuang membela agama Allah kali ini? Sungguh sebuah kehormatan bagiku bisa menyertai dan melayani beliau berjihad di jalan Allah. Peperangan dengan Bani Musthaliq terjadi selepas ayat Hijab turun. Otomatis, aku berhijab seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT. Aku pun dinaikkan di atas unta yang memanggul haudah[1].
Setelah peperangan rampung dan begitu mudah kemenangan diraih oleh kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk kembali ke Madinah. Kami pun berombongan kembali menuju tanah air kami yang penuh dengan cahaya kenabian. Tatkala semerbak aroma Madinah tercium, Rasulullah memerintahkan rombongan untuk berhenti di suatu tempat sejenak, agar kami bisa melepas lelah malam itu. Ya, inilah salah satu dari kebijaksanaan Rasulullah kepada para sahabat dan umatnya. Beliau sangat memahami betul kondisi dan keadaan kami yang memang amat sangat letih kala itu. Rasulullah tidak memaksakan kehendaknya untuk memasuki kota Madinah malam itu juga, beliau memilih berhenti dan mengistirahatkan semua pasukan Islam yang telah memperoleh kemenangan.
Saat semua sahabat beristirahat dan sebagian yang lain terlelap, aku putuskan keluar dari tenda kecilku menunaikan sedikit keperluanku hingga tak kukira langkahku semakin menjauh dari rombongan. Gegap gempitanya malam membuatku tak sadar, posisiku sangatlah berjarak dengan unta yang kunaiki. Selepas merampungkan keperluanku dan hendak kembali ke rombongan, tiba-tiba aku terkesiap bukan main. Kuraba leherku, kalung pemberian Rasulullah dari kota Zifar - Yaman raib. Kuputuskan mencarinya. Dalam malam yang begitu hitam, amat susah menemukan sebuah kalung. Tapi itu kalung pemberian Rasulullah. Tak boleh kubiarkan begitu saja. Aku harus mencarinya dan menemukannya.
Mondar-mandir, kulalui berkali-kali jalan yang kutapaki tadi, tak jua kutemukan kalung itu. Ya Allah, istri macam apa aku ini yang menyia-nyiakan perhiasan pemberian suami. Apalagi itu kalung yang istimewa dan impor dari Yaman. Kuulangi lagi pencarianku hingga aku pun putus asa dan kembali ke rombongan dengan rasa cemas, malu, takut, sungkan bila bertemu dengan suamiku, Rasulullah.
Astaghfirullah, Rasulullah dan rombongan tak terlihat lagi. Mereka meninggalkanku. Bagaimana ini? Apa yang akan kulakukan? Menyusul mereka sendirian berlari? Tak mungkin. Aku buta arah jalan ke Madinah. Teriak? Siapa yang akan mendengar. Air mataku meleleh membanjiri pipiku. Ingin menyesali kejadian ini, tapi untuk apa? Bukankah ini sudah takdir Allah?
Dalam kegalauanku, secercah cahaya berkilau di tanah pijakan untaku saat istirahat tadi, kulihat sebuah logam berbentuk kalung. Kudekati. Dan Alhamdulillah kalungku ketemu. Rasa cemasku lantaran ditinggal Rasulullah bertabrakan dan melebur menjadi satu dengan kegembiraan ditemukannya kalung pemberian Rasulullah. Oh ya, orang-orang yang menuntun untaku mungkin mengira aku sudah berada dalam haudah itu. Aku wanita muda bertubuh ringan, lantaran itulah, mereka begitu saja menuntun unta yang aku tunggangi mendahului rombongan terdepan. Mereka tak sadar bahwa unta yang mereka giring hanya sebuah haudah kosong tak berhuni. Aku juga salah, mengapa aku tidak memberitahu mereka kalau aku keluar sedikit lama untuk sebuah keperluan pribadiku? Memang, para wanita kala itu umumnya berbadan lunak dan tak berlemak. Jadi ada atau tidak ada orang di dalam haudah sepertinya sama saja.
Dengan penuh harap, semoga mereka sadar dan merasa kehilangan aku, kuputuskan duduk di tempatku semula sewaktu beristirahat bersama rombongan. Entah mengapa, mendadak rasa kantuk begitu akrab dan cepat menyapaku.  Aku pun pulas tertidur. Dalam kenyenyakanku, Shafwan bin Al-Muathal As-Sulamy menyeruak, ia memang bertugas sebagai pengawal akhir rombongan. Bila ada barang rombongan yang tertinggal, dialah yang menyelamatkan barang itu hingga sampai ke Madinah.
Shafwan menghampiriku. Ia memang mengenaliku dan pernah melihatku sebelum ayat hijab turun. Saat ia tahu akulah yang bersimpuh dalam sengatan kantuk itu, ia pun berucap inna lillah wa inna ilaih rajiun, aku terkejut dengan ‘kalimat musibah’ yang ia lengkingkan. Seketika kututup wajahku dengan hijab. Demi Allah, tak ada satu huruf pun yang keluar dari mulutnya kecuali kalimat istirja’ itu. Mulutku juga tak mengeluarkan kalimat apapun barang sekata. Ia rundukkan hewan tunggagannya hingga aku bisa menaiki hewan tunggangan itu.
Kami teruskan perjalanan menyusul rombongan, Shafwan berjalan menuntun tunggangannya hingga sampailah kami di sungai Az-Zahirah, tempat singgah rombongan di tengah panasnya siang. Dan celakalah, sebagian orang menebarkan fitnah kebohongan dengan menuduhku ini dan itu. Masih terekam dalam ingatanku yang paling getol menyebarkan berita palsu itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Selain Abdullah bin Ubay bin Salul, Hassan bin Tsabit juga terlalu gegabah menelan dan menyiarkan berita nista itu. Misthah bin Utsasah, Hamnah binti Jahs dan orang-orang lain yang tak kutahu namanya satu persatu yang jumlahnya sekitar 10 sampai 40, ikut pula menjadi biang gosip.
Sesampai di Madinah, aku sakit dan merasa tak enak badan selama satu bulan. Sungguh, aku tak tahu-menahu fitnah kebohongan dan berita palsu itu telah memenuhi telinga masyarakat Madinah selama sebulan. Kecurigaanku pun muncul tatkala kelembutan Rasulullah mulai menipis dan tak seperti biasanya di saat aku melawan demam dan sakitku. Biasanya Rasulullah begitu memanjakanku kala aku sakit. Namun beliau sedikit berubah. Beliau hanya menyapaku dengan bertanya tentang keadaanku, kemudian berlalu begitu saja.
Suatu malam, aku keluar ditemani Ibunda Misthah bin Utsasah untuk membuang hajat. Sewaktu hendak kembali ke rumah, Ibu Misthah tersandung sembari mencela anaknya sendiri, Misthah.
“Sungguh buruk kata-katamu. Apakah kau mencela seseorang yang pernah berjuang di peperangan Badar?” kataku padanya.
“Nak, tidakkah kau mendengar apa yang ia katakan?” ia malah bertanya kepadaku.
“Apa yang telah ia katakan?”
Ibu Misthah menceritakan tuduhan keji tentangku yang didengungkan oleh sebagian orang. Sakitku makin menjadi-jadi. Dan sesampainya di rumah, aku meminta izin Rasulullah agar menetap sementara di rumah orang tuaku, guna memastikan ke kedua orang tuaku tentang tuduhan keji itu. Rasulullah mempersilahkan.
Lalu aku bertanya kepada ibuku, “Ibu, apa yang menjadi gunjingan orang-orang?”
Ibuku menenangkanku agar tidak risau dan gelisah. Mendadak mataku mendung, menderaskan air mata dan membasahi pipiku sepanjang malam hingga pagi menjelang.
Rasulullah yang cukup gusar akan suara-suara negatif tentang istri dan rumah tangganya, meminta pendapat kepada Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid. Zaid berpendapat, “Pertahankanlah keluarga Anda. Kami hanya tahu satu kata dari keluarga Anda, yaitu kebaikan.”
“Wahai Rasulullah, Allah tidak mungkin menjadikanmu bersedih dalam perkara ini. Sesungguhnya wanita masih banyak. Tanyalah kepada seorang wanita yang dekat dengan Aisyah supaya bisa meyakinkan Anda,” begitulah jawaban Ali.
Rasulullah bertanya kepada Barirah tentangku, apakah ada sesuatu yang meragukan dari diriku? Barirah memantapkan hati Rasulullah dengan menegaskan bahwa tak ada sesuatu yang meragukan pada diriku. Aku hanyalah seorang wanita yang masih muda yang pernah tidur bersama adonan makanan, lalu memakan adonan itu. Demikian Barirah menceritakan tentang diriku di hadapan Rasulullah.

Sepanjang hari itu air mataku berlinang dan tidurku sangat jauh dari rasa tenang. Hingga kedua orang tuaku berada di sisiku, aku tetap saja menangis. Dua malam satu hari, air mataku bercucuran dan tidurku tak karuan. Salah seorang perempuan Anshar meminta izin untuk menemaniku. Ia pun turut meratapi kesedihanku.
Rasulullah datang ke rumah orang tuaku. Beliau belum pernah duduk di sampingku selama tuduhan keji itu tersiar.
Rasulullah bersabda, “Wahai Aisyah, aku telah mendengar berita tentang dirimu. Jika kau tidak bersalah, Allah akan mensucikanmu (dengan membelamu). Dan jika kau melakukan dosa, memohon ampunlah dan bertaubatlah kepada Allah. Karena seorang hamba bila mengakui kesalahannya dan mau bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.”
Setelah Rasulullah selesai menyampaikan kalimat itu, kuhapus air mataku hingga tak tampak setetes pun. Aku meminta ayah dan ibuku agar membelaku di hadapan Rasulullah. Tapi keduanya tak kuasa berkata-kata.
Dengan sesenggukan aku berkata kepada mereka, “Aku hanyalah wanita yang masih belia, dan memang aku belum banyak membaca Al-Quran. Demi Allah, sungguh aku telah mengetahui apa yang kalian dengar dari perbincangan orang-orang hingga kalian masukkan berita itu ke dalam hati kalian dan kalian percayai. Seandainya saja aku mengatakan bahwa aku bersih dari tuduhan keji itu, kalian tak akan mengaminiku. Dan jika aku mengakui tuduhan keji itu –meskipun Allah tahu bahwa aku terbebas dari tuduhan itu-, niscaya kalian akan mempercayaiku. Demi Allah aku tak menemukan perumpamaan antara aku dan kalian selain seperti Nabi Ya’kub, saat berkata: Bersabarlah dengan kesabaran yang baik. Hanya Allah tempat meminta pertolongan atas apa yang kamu ceritakan.”
Usai kuutarakan kegundahanku, tempat tidurkulah menjadi penenangku. Sungguh Allah mengetahui aku benar-benar bersih dari berita miring itu dan Allah yang akan membebaskanku. Jujur aku tak mengira Allah menurunkan wahyu membebaskanku dari tuduhan itu. Rasanya tak pantas bila wahyu turun lalu dibaca semua orang hanya menyoal tentang masalah pribadiku. Aku ini siapa hingga Allah membicarakan masalahku. Aku hanya mengharap Rasulullah mendapatkan wahyu melewati mimpi tentang pembebasanku dari fitnah itu.
Dan demi Allah, Rasulullah enggan beranjak dari tempat itu dan tak satu pun dari keluarga kami –ayah ibuku yang merupakan mertua Rasulullah- berminat melangkahkan kaki, hingga wahyu turun kepada Rasulullah. Seketika keringat beliau bercucuran bak butiran mutiara, padahal kala itu musim dingin amat menusuk tulang kami. Wajah beliau berseri dan tersenyum.
“Wahai Aisyah,  sungguh Allah telah membersihkan dan membebaskanmu dari tuduhan itu.” Itulah kalimat pertama yang kudengar dari suamiku.
Spontan, ibuku menyuruhku bangkit dan menemui Rasulullah.
“Demi Allah, aku tak akan bangkit kepada beliau, dan tak akan memuji kepada siapapun selain Allah.” jawabku.
Ya, akulah istri Rasulullah yang tertuduh. Dan Allah membebaskanku dari tuduhan itu dengan firman-Nya yang membuat air mataku teduh. Aku Aisyah, istri Rasulullah yang terfitnah.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (11) “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata." (12) “Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.” (13) “Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (14) “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (15) “Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar." (16) Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (17) “Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (18) “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (19) “Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).” (20) [QS: An-Nur]
            Dari kisah di atas kemudian setiap anak mendapat tugas untuk menarik intisari dan kesimpulan setelah itu disampaikan dengan berbicara bahas Arab di depan Ustad. Tiap anak mengambil kesimpulan yang berbeda-beda, ada yang menyimpulkan bahwa ayat ini sebagai asbabun nuzul turunnya suatu ayat, ada yang menyimpulkan bahwa ayat ini adalah suatu kisah perjalanan Nabi dan Aisyah dalam sebuah peperangan melawan Bani Mustaliq, ada yang menyimpulkan tentang kekhilafan para kaum muslimin dalam menuduh tanpa bukti yang pasti, dan lain sebagainya.
            Pribadi aku, sebelum menyimpulkan, terlebih dahulu membacakan firman Allah yang menjadi sebuah teguran kepada kaum muslimin dalam surah An-nur ayat 11-20. Namun malang nasibku, belum selesai aku membaca ayat-ayatnya Ustad langsung menyuruhku berhenti dan lanjut berbicara kepada teman di sampingku. Mungkin karena saat itu aku berada di bagian terakhir, dan waktu pembelajaran sudah hampir selesai maka beliau tidak memberikan waktu yang lebih untukku menyelesaikan kesimpulan yang telah aku rangkum sendiri.
Aku sempat menyesal karena memang saat aku membaca ayat-ayat itu aku membacanya dengan lambat dengan niat untuk memberikan lagu dan tajwid tebaikku, namun ternyata Ustad tidak memperhatikan semua itu, karena yang diinginkan beliau hanyalah kesimpulan yang telah kita rangkum masing-masing.
            Setelah semua anak selesai berbicara dan menyampaikan kesimpulannya, baru kemudian, Ustad memberi tambahan dan penjelasan lebih terkait kisah tadi. Setelah pembahasan cerita selesai, kemudian beliau memberikan selembaran kertas yang berisi beberapa hadist untuk dikoreksi kembali karena pertemuan sebelumnya sudah dikerjakan dengan memberi syakal atau harakat pada redaksi hadistnya. Dari situ juga kemudian Ustad bisa mengetahui seberapa dalam kemampuan semua teman-teman di kelasku dalam memahami ilmu bahasa Arab khususnya nahwu sharof untuk membaca kitab gundul.
             Beberapa orang ditanya mengenai kesalahan-kesalahannya dalam memberi syakal. Mereka ditanya mengenai kedudukan kata yang di situ terletak kesalahannya, ada yang bisa menjawab ada pula yang belum bisa. Ketika seorang anak belum memahami kedudukan katanya, kemudian dia tanya alasan kenapa dia memberi syakal demikian.
Kalau sampai pada tahap itu masih belum mengetahui maka beliau memerintahkan sebagian dari kami yang sudah paham lebih terkait nahwu sharof  untuk membantu mengajarkan teman-teman yang masih kurang paham, mereka yang sedikit lebih paham diberi amanah untuk segera mengajarkannya sampai pada saat ujian lisan dan pertemuan terakhir, yang belum paham harus sudah paham. Kalau mereka masih belum paham, maka anak yang diberi amanah tadi akan mendapat ganjaran berupa hukuman dari Ustad langsung.
Setelah pemberiaan tugas untuk menyimpulkan kisah dan menyampaikannya dengan bahasa Arab, kemudian pengoreksian terkait hadist yang telah diberi syakal pada pertemuan sebelumnya dan pengujian tekait seberapa dalam pengetahuan teman-teman dalam memahami nahwu sharof maka sekarang tibalah saatnya menutup perjumpaan dalam konteks pembelajaran di hari itu.
 Ustad menutup pertemuan dengan sedikit menyampaikan dan mengingatkan kembali terkait metode dan sistem pada ujian lisan yang akan berlangsung sabtu depan di rumah beliau. Dari semua ayat yang berjumlah kurang lebih tiga puluh harus dihafal dengan betul-betul, dan membacanya dengan tartil bacaan atau lagu terbaik serta tajwid yang harus sesuai dan tepat.
KUPU-KUPU SIANG DALAM SEGITIGA BERMUDA
Sejatinya, setiap manusia memiliki potensi besar dalam dirinya. Masalahnya, hanya sedikit di antara mereka yang mengetahui dan bisa mengoptimalkannya. Membiarkan sebuah potensi tenggelam sama halnya membuang sebuah ferrari ke jurang. Begitu pentingnya mengetahui dan mengembangkan skill atau potensi yang telah ada dalam diri, sehinga dapat dianalogikan dengan sebuah ferrari.
Ketika seseorang telah bisa mengoptimalkan potensinya, saat itu pula dia telah bisa memanfaatkan ferrari yang dimiliki dengan sebaik-baik kegunaanya. Sebaliknya, ketika seorang tadi belum bisa mengetahui dan mengoptimalkan potensinya, maka saat itu pula ferrari yang dimiliki belum berarti apa-apa layaknya sampah tanpa daur ulang. Sekelumit gambaran dan pengantar tentang kisah pribadi bersama dua teman kupu-kupu.
             ‘’Kupu-kupu siang’’, itulah sapaan hangat yang kerap kami tertawakan bersama ketika lagi jalan bersama, dan sebagai perumpamaan wujud kehadiranku bersama Mizan dan Rifa’i (kupu-kupu) di kampus berparadigma Integritas Twin Towers, Uin Sunan Ampel Surabaya. Mizan dan Rifa’i, dua teman sebayaku yang selalu bersama kala ceria maupun galau, senantiasa istiqomah bercerita dan curhat, berbagi kisah cinta yang ‘’konyol’’ ala ABG.
            Tulisan ini muncul berdasarkan imajinasi dan inisiatif setelah mendapat ceramah singkat dan padat, sekaligus pencerahan dari seorang senior yang memiliki banyak pengalaman dan prestasi, baik dalam bidang akademik maupun non akademik, sosok abang yang patut menjadi panutan bagi semua teman maupun orang sekitarnya yang belum memahami betul betapa pentingnya menghargai waktu dan seberapa besar pengaruhnya dari setiap pekerjaan produktif yang kita lakukan setiap harinya.
Handika Surbakti, dengan semua skill serta pencapaian besarnya yang sangat jarang bisa dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya, selama kurang lebih 6 semester di kampus, maka tidak salah ketika mendapat beberapa nasihat dan wejangan dari si abang, langsung bisa diterima bahkan dikembangkan menjadi sebuah cerita yang saat ini kemudian diimajinasikan kedalam bentuk tulisan.
            Awalnya ketika aku dengan mizan dan rifa’i ada pertemuan rapat untuk sebuah acara yang akan diselenggarakan oleh organisasi wajib kami yaitu CSS Mora. Rapat tersebut diadakan di basecamp, yang mana abang adalah selaku wakil ketua umumnya sehingga dia yang diamanatkan untuk tinggal di sana bersama ketua umum sekaligus menjaga kebersihan dan keamanannya.
            Sesaat setelah rapat, satu persatu teman dan kakak kelas pamit pulang untuk kembali ke kediaman masing-masing, ada yang ke kostan, kontrakan, asrama dan rumah-rumah lainnya, sampai terakhir, akhirnya yang tinggal hanya aku berempat bersama Mizan, Rifa’i dan Rifki. Dari sinilah semua bermula ketika kemudian di pertemukan dengan abang Handika.
            Sebelumnya si abang bertanya tentang sejauh mana keaktifan kami dalam mengikuti berbagai kegiatan di kampus, baik dalam persoalan yang berbau akademik ataupun yang berhubungan dengan non akademik seperti organisasi ekstra maupun intra. Seketika mendengar jawaban dari kami, dia tiba-tiba sedikit heran, mimik wajah dan posisi tubuhnya berubah seakan ingin memarahi dan memberi peringatan kepada kami.
Ternyata benar dugaanku, meskipun tidak betul-betul marah, namun melihat dari intonasi suara dan ekspresi wajahnya sudah menggambarkan bahwa dia tidak ingin melihat kami adik-adik juniornya menjadi seorang pecundang yang hanya selalu bisa bermimpi tanpa ada relisasi, hanya bisa berharap dan tidak bisa diharap.
            Dari sana kemudian si abang memberikan banyak nasihat berupa pesan-pesan bijak, memberikan motivasi dan dorongan untuk bisa lebih aktif dalam mengikuti segala aktivitas dan kegiatan-kegiatan di dalam maupun diluar kampus. Cerita-cerita kala senang dan sedihnya dalam mengikuti kegiatan,  pengalaman terbaik, serta usaha-usaha supernya, semuanya ditumpahkan kepada kami, tidak lain agar kami bisa meniru dan menjadi seperti bahkan lebih dari si abang sekarang.
            Setelah cerita dilanjutkan abang sempat berkata ’’Janganlah kalian seperti mahasiswa pada umumnya yang kerjanya hanya jadi kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang), apalagi kalian hanya tinggal di dalam area kampus yakni pesma (pesantren mahasiswa), rute kalian setiap hari hanya dari pesma ke fakultas, kalo sudah siang ke masjid terus pulang lagi ke pesma, terus kalau pulang dari kuliah bareng-barengan, cerita tentang kuliah barusan yang gk karu-karuan, sambil tendang-tendang batu terus menggunakan tas yang sama, menutup seluruh jalan tanpa rasa bersalah, seperti nenek moyang kalian aja yang punya jalanan, itu semua gaya anak SD, baru bisa keluar kalau ada panggilan rapat atau beli galon, seperti itu saja setiap hari kerja kalian, tidak menghasilkan hal-hal baru sama sekali. Kapan kalian mau keluar melihat aktifitas atau cara belajar orang lain, membangun link dan jaringan dengan teman-teman di luar, melihat perkembangan kampus-kampus mereka, dan lain sebagainya.’’
            Berangkat dari secercah kalimat itu, kemudian aku sadar tentang aktifitas yang kulakukan setiap harinya betul hanyalah pekerjaan-pekerjaan yang kurang efektif, bukan pekerjaan yang produktif melainkan cuma menghabiskan serta menyia-nyiakan waktu.
            Tidak hanya sampai disitu saja, sakin perhatiannya si abang, dia masih terus berbicara menambahkan beberapa kalimat-kalimat bijak lagi kepada kami dan juga dalam menyampaikan nasihat-nasihat dia terlihat begitu bersemangat dan berapi-api. Abang menambahkan ‘’Cobalah kalian sadar betapa malangnya nasib kalian, sudah diberi kesempatan kuliah di kota besar dengan biaya gratis (beasiswa) tapi kalian hanya terus menerus bersantai dan tidak mencoba untuk keluar dari zona nyaman, mencari hal-hal baru. Bayangkan selama tiga tahun lebih misalnya kalian kuliah tapi kalian belum pernah keluar negeri, apa yang mau kalian ceritakan kepada junior-junior di pondok, apa yang kalian mau bagi dengan teman-teman di rumah, cerita percintaan di kampus dengan teman sekelas yang setiap hari ketemu, duduk sampingan sambil lihat-lihat seperti anak ingusan, persentase bareng kalau satu kelompok, hahaha. Sudah lah! Bukan zamannya cinta monyet. Karena kalau cuman itu, semua orang juga akan merasakannya, toh kalau kuliah mahasiswa pasti akan diberi tugas untuk persentase. Ayo coba mulai sekarang buka pikiran kalian dan lakukan tindakan yang efektif!’’ 
            Semua kalimat-kalimat itu terus kuingat dan tersimpan dalam memori pikiran, bahkan tidak jarang aku menertawakan diri sendiri, sakin parahnya kelakuan dan tidak efektifnya pekerjaanku selama ini. Kemudian baru setelah itu aku coba memetakan rute yang tadi dikatakan abang, yaitu mulai dari pesma, kemudian jalan ke fakultas terus ke masjid dan kembali lagi di pesma. Ternyata bentuk rute itu seperti sebuah segitiga, karena letak antara pesma dan masjid sejajar dan fakultas berada tepat di pertengahan sedikit ke atas.
Dari situlah kemudian muncul imajinasiku untuk menulis sebuah cerita tentang sosok tiga mahasiswa yang pekerjaan atau aktifitas setiap harinya hanya berlangsung di dalam kampus pada siang hari dan tidak menghasilkan hal-hal baru tapi kemudian sadar berkat wejangan dan nasihat-nasihat bijak dari si abang keren, aku berpikir sepertinya semua itu dapat di analogikan dengan seekor kupu-kupu yang beraktiftas pada siang hari dan tersesat dalam sebuah rute berbentuk segitiga, dia-lah  “Kupu-kupu siang dalam segitiga bermuda.’’
WARNA WARNI KEHIDUPAN
            Begitu indahnya dunia ini ketika kita telah bisa memahami dan memaknai hakikat kehidupan. Karena tidak sedikit dari penduduk dunia saat ini yang hidup hanya wujud atau jasadnya saja tanpa ada pengakuan dari orang lain, jadi ada tidaknya dia di dunia ini sama.
Hidup tanpa tujuan dengan hanya berorientasi kepada kesenangan belaka merupakan kesalahan fatal yang masih sangat minim diketahui oleh kebanyakan orang. Pikirannya akan blank ketika dihadapkan kepada tiga pertanyaan. Kenapa kau hidup? Untuk apa kau hidup?  Dan Kemana kau akan pergi setelah mati?.
            Tidak bisa dipungkiri bahwa hal yanga terpenting untuk dipelajari terlebih dahulu dan diketahui agar tidak tersesat di alam yang fana ini adalah ilmu agama, karena selain menjadi pedoman dan prinsip, kita juga akan terus dituntun kejalan yang diridhoi-Nya serta dapat dijadikan landasan utama dalam setiap tindakan dan solusi pada setiap permasalahan.
            Sejatinya, ketika berbicara tentang makna dan unsur-unsur teologis khususnya dalam konteks keislaman sudah jelas bahwa tujuan hidup manusia tidak lain hanyalah untuk beribadah dan menyembah kepada-Nya sang maha kuasa Allah Swt.. Namun terkadang manusia masih buta dan tidak mengetahui akan tujuan mereka dan hanya mengamalkan sesuatu dengan taqlid kepada nenek moyang atau penghulu mereka tanpa adanya landasan dan dasar yang jelas.
Selain itu, berbedah penafsiran dalam memehami makna ibadah dalam ayat ini juga sudah menjadi keniscayaan karena persepsi setiap insan berbeda dan relatif, namun tidak hanya sampai disitu, ketika setiap orang memiliki anggapan kalau dia boleh menafsirkan sendiri semua ayat yang ada dalam nash, maka kebenaran dan kedamaian tidak akan pernah terwujud, melainkan kehancuran dan perselisihanlah yang merajalela di dunia.
            Segala sesuatu memiliki aturan dan norma-norma. Itulah kemudian yang harus dipahami oleh setiap umat agar ketika mendapatkan sebuah persoalan yang penyelesaiannya tidak ada dalam buku maupun tidak diketahui oleh ilmuan di lingkungannya, maka janganlah terburu-buru dalam mengambil keputusan, misalnya dengan langsung memahami serta memaknai sendiri dalil naqli yang ditemukan, karena sungguh semua itu perumpamaannya layaknya bahan mentah yang belum diolah atau belum diberikan keterangan serta penjelasan.
            Berhubungan dengan itu maka dalam aturan yang ditetapkan, telah dibagi menjadi beberapa kategori orang-orang yang boleh memfatwakan (mencetuskan) sebuah perkara dan juga bermujtahid (memecahkan masalah yang permasalahannya tidak ada dalam al-qur’an dan hadist) dalam mengambil kesimpulan dalam sebuah masalah. Namun tentu ada beberapa syarat yang harus ditempu untuk menjadi seorang mujtahid, mufti, ulama, dan lain sebagainya. Tidak hanya dengan kealimuan dan sifat luar yang sering tercermin, melainkan harus mengetahui, mumpuni dan menghafal segala pembahasan yang ada pada beberapa cabang ilmu.
            Terlepas dari semua itu, maka dapat kita rujuk kembali bahwa untuk memahami esensi kehidupan agar bisa mencapai kebahagiaan yang sejati adalah dengan mengerti dan mempelajari lebih mendalam tentang ilmu agama. Dengan harapan kiranya nanti kita bisa untuk dituntun ke arah yang benar dan tidak mudah goyah ketika menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
            Banyak interpretasi yang berbeda dari pemuka-pemuka Islam ataupun para ilmuan dunia tentang analogi kehidupan dengan sesuatu yang rasional. Karena sekali lagi setiap persepsi orang berbeda-beda dan itu memang adalah hal yang sangat relatif. Sangat sulit membuat setiap orang berkontribusi dengan apa yang dirasakan hati. Anggapan yang hanya berorientasi pada ke egoisan tanpa memikirkan ketidak nyamanan orang lain dari tindakan yang kita lakukan maka yakin  hal tersebut akan berbuah buruk pada diri kita sendiri nantinya.
            Kalau kata Nabi bahwa kehidupan itu bagaikan ladang yang besar, maka kepada setiap manusia semasa dia hidup, harus menanam dalam ladang tersebut, tergantung pemiliknya mau menanam apa atau mau diisi apa, karena kemudian nanti di alam akhirat hasil dari semua yang di tanam pada ladang yang luas semasa hidup di dunia akan di panen dan dinikmati hasilnya masing-masing.
Ketika yang ditanam adalah sebuah kebaikan atau tanaman yang baik-baik, maka hasilnyapun ikut baik dan akan mendapat tempat terbaik yakni surga, sebaliknya jika yang ditanam adalah suatu hal yang buruk atau tanaman yang buruk dan tidak subur, maka hasil yang dipanenpun juga akan disesali karena tidak berarti apa-apa, melainkan hanya mendapat kesengsaraan karena di akhirat ditempatkan pada tempat yang paling buruk dan ditakuti yakni neraka.
            Kata ilmuan bijak hidup ini bagaikan permainan untuk mencapai kemenangan tertinggi. Menang dalam artian mencapai kebahagiaan sejati di kehidupan yang kekal besok yakni alam akhirat. Jadi ketika seseorang menjalani kehidupan di dunia, itu semua masih tahap-tahap dalam permainan, namun tentu dalam bermain setiap insan juga harus tetap fokus dan tidak lalai ketika menghadapi berbagai ancaman yang bisa mengakibatkan kekalahan. Setiap masalah, pengaruh-pengaruh yang berhubungan dengan eksternal maupun internal yang muncul, itu di umpamakan sebagai tangga atau tahapan permainan, makanya setiap orang sekali lagi tidak boleh lalai dan mudah terindikasi akan pengaruh tersebut agar bisa tetap fokus dalam bermain, mengatasi semua masalah dan menjadi pemenang tertinggi.
            Dengan menulis penghidupan nama dan jiwa semangat akan selalu terkenang dan tidak akan mati. Merupakan salah satu metode dalam merealisasikan mimpi dan membuat hidup lebih berwarna. Sebagai ajang pembelajaran bagi penerus-penerus atau para kaulah muda selanjutnya dalam memberikan kontribusi ilmu maupun berupa cerita pengalaman hidup yang bisa menjadi bahan penelitian untuk dikembangkan sehingga menghasilkan penemuan-penemuan baru. Selain itu, dapat menjadi motivasi dan dorongan agar lebih produktif dalam bertindak, serta membuat kehidupan yang berupa jasad mendapat pengakuan dari banyak orang. Pengakuan dalam artian mendapat apresiasi karena telah bisa bermanfaat serta membanggakan setiap orang yang telah mengenalnya. Karena sekali lagi dalam sebuah kata bijak dikatakan, Jangan sampai ada dan tidakmu di dunia ini sama!.
            Warna-warni kehidupan mengarahkan setiap pemikiran berkembang dalam benak setiap insan. Dengan banyaknya perkara yang menuntut ketabahan hati, membuat kedewasaan semakin matang dan pengalaman dalam mengarungi kehidupan semakin berwarna, maka dari itu jangan mudah menyatakan kekurangan dan kekalahan ketika tengah berusaha menyelesaikan sebuah masalah, karena sebenarnya kekuatan dalam diri itu ada dan bisa kita selesaikan sendiri dengan hanya mendapat sedikit bantuan dari orang lain.
MENCAPAI KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI
            Mencapai sebuah kebahagiaan merupakan keniscayaan bagi setiap insan yang hidup dengan harapan yang tersimpan dalam pikiran kemudian di realisasikan dengan tindakan. Maka mutlak bagi mereka yang berani bermimpi untuk mengamalkan rumus untuk mencapai kebahagiaan, “U dan T’’ yakni Usaha dan Tawakkal. Terlepas dari itu bisa dikatakan hanyalah beberapa bonus yang diberikan sang Khalik kepada mereka yang berhasil. Karena dalam sebuah kalimat bijak dikatakan bahwa ketika seseorang ingin sukses maka hendaklah dia berusaha terlebih dahulu kemudian bertawakkal karena usaha tanpa doa sama dengan sombong dan doa tanpa usaha sama dengan tolol.  
            Berbagai anggapan dalam mecapai sebuah kebahagiaan tidak bisa disalahkan. Setiap jiwa memilik jalannya masing-masing. Maka apakah bisa dikatakan salah ketika kita menegur orang yang mabuk-mabukan di jalan tengah malam, membunuh tetangganya untuk balas dendam, memperkosa demi mendapat kepuasan batin, dan lain sebagainya.
            Perbedaan adalah rahmat. Itulah yang dikatakan Nabi dalam sebuah sabdanya. Betapa naifnya seseorang ketika telah mengetahui sabda tersebut akan tetapi acuh tak acuh, tidak mempercayai, seakan mengabaikan sampai dia masih melakukan tindakan-tindakan serta tetap istiqomah pada perbuatan maksiatnya tadi. Inilah yang disebut dengan matinya hati seorang insan.
            Ketika hati seorang insan telah mati, telah menjadi sekeras batu, dipenuhi kotoran serta menjadi hitam pekat, maka jangankan nasihat dari keluarga dan teman-temannya atau sesama manusia, teguran dari Allah dan Rasulnyapun diabaikan. Inilah suatu keadaan seorang insan yang sepantasnya sangat kita takuti dan hindari. Bukan hanya siksa dan keburukan di akhirat yang akat dia dapatkan, akan tetapi keterpurukan, cacian, dan hinaan dari manusia ketika dia masih hidup juga akan selalu diterima. Terpaan berbagai masalah, dan dijauhi oleh setiap orang akan menjadikan hidupnya seperti sampah. Naudzubillah...
            Melakukan evaluasi atau intropeksi diri adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah hati mati. Dengan mengingat semua kegiatan dan aktifitas setiap hari sebelum tidur, kemudian mengelompokkan menjadi dua sifat yakni baik dan buruk, semua sifat yang dianggap buruk, tindakan yang telah dilakukan kemudian tidak disukai atau yang melukai oranglain maka harus dihilangkan dan dicegah untuk diperbaiki keesokan harinya, sebaliknya hal yang menjadi tindakan terpuji dengan membuat orang senang serta bermanfaat baik kepada orang lain maupun diri sendiri ketika kita melakukannya, maka perlu ditingkatkan dan terus diingat agar bisa senantiasa menyebar kebaikan kepada pribadi, orang lain dan seluruh mahluk.
            Kebahagiaan yang hakiki tidak bisa diukur dengan kesenangan dan kenyamanan sementara. Karena kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang bersifat lama dan tidak mudah untuk dipahami. Tidak ada yang dapat mengetahui kata hati seseorang kecuali dia yang maha mengetahui. Namun tindakan yang hanya berdasar kenyamanan sementara, bersifat sementara dan merugikan orang lain tidak bisa disebut sebagai kebahagiaan. Hal semacam itu tak lain dan tak bukan hanyalah tindakan bodoh dan egois yang hanya mementingkan kesenangan pribadinya, namun pada akhirnya akan mencelakakan dan menusuk dirinya sendiri.
            Sehubungan dengan itu maka dapat dikatakan dengan jelas, bahwa pernyataan untuk menyalahkan setiap orang yang berorientasi dalam mecapai kebahagiaan seperti penjelesan yang tertera pada paragraf sebelumnya adalah benar. Karena sekali lagi, kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang diraih bukan semata-mata untuk mencapai kesenangan sementara dengan menjadikan beberapa orang sebagai korban ketidak nyamanan atas tingkah laku kita.
            Kalau nantinya muncul pernyataan yang mengatakan bahwa sukses dulu baru bisa bahagia, sungguh itu adalah kesalahan dan harus di klarifikasi. Seyogianya setiap pekerjaan dilandasi dengan perasaan senang dan kebahagiaan ketika melakukannya karena hasil terbaik dari sebuah usaha berawal dari hati yang sungguh-sungguh tulus dan ikhlas dalam mengerjakannya, sebaliknya pekerjaan yang dimulai dengan paksaaan dan kekerasan tanpa ada rasa tulus dan ikhlas dalam hati untuk bekerja maka akan menghasilkan pula pekerjaan yang amburadur dan tidak teratur.
.Memiliki mindset positif dalam menghadapi setiap perkara akan membuat hati senantiasa menjadi tenang dan nyaman. Karena orang yang selalu negative thinking adalah orang yang perumpamaannya menaruh batu besar dalam perjalanan hidupnnya untuk mencapai kesuksesan, sebagai penghambat yang sangat besar. Sebaliknya, ketika selalu memberi dan bersifat positif, maka ketika dihadapkan pada suatu masalah dia akan tenang dalam mengahadapi dan tidak tergesa-gesa mengambil keputusan, kemudian setelah masalah itu selesai, dia percaya bahwa dari masalah yang tiba-tiba datang tadi, akan ada sesuatu, rahasia yang lebih baik tersimpan di kemudian hari atau hikmah dan pelajaran yang selalu bisa kita petik.
Kebahagiaan pada intinya adalah sesuatu yang dicapai dengan kekuatan pikiran, bukan dengan tindakan dan perkataan refleks. Bagaimana seseorang berproses ketika menghadapi masalah, apakah pikirannya menanggapi dengan cara positif atau negatif, itu semua tergantung kedewasaan dan kematangan berpikir seseorang. Ketika dia menanggapi dengan negatif, maka pikirannya akan menuntunnya untuk tergesa-gesa, kaget dan takut, dari sana kemudian dia menggunakan segala cara kiranya masalah itu dapat selesai tanpa memikirkan dampak buruk yang akan muncul setelah itu. Menyandarkan permasalahan kepada setiap orang, menyalahkan diri sendiri, dan lain sebagainya, sungguh perasaan seperti ini sangat buruk dan tidak ada nilai kebaikan di dalamnya.
Menanggapi masalah dengan positif, maka hidup akan lebih indah, terarah dan mulia. Karena dengan upaya menenangkan hati dengan cara ikhlas dan sikap bertanggung jawab, maka seberapa besarnyapun masalah itu pasti akan mendapat respon yang baik dari dalam diri sehingga membuat orang di sekitar juga akan merasa aman dan nyaman dari tingkah laku budiman kita.
Contoh masalah, ketika si Do’i mendapat masalah besar, yaitu menabrak mobil seseorang dengan motor karena tidak sengaja, ditengah-tengah padatnya pengemudi jalan raya, kemudian bapak yang punya mobil keluar dan dengan intonasi yang keras tanpa berpikir panjang dia memarahi si Do’i habis-habisan, kalau orang yang tidak memiliki sifat potif thinking maka dia akan membalikkan kata-kata si bapak tadi, karena dia juga tidak sengaja melakukan hal tersebut. Sebaliknya si Do’i karena dia memiliki pikiran yang jernih, selalu menganggap segala masalah pasti ada solusi dan jalan keluarnya, mengambil hikmah dan pelajaran, maka dia dengan lapang dada menerima perkataan Bapak itu, kemudian dengan berbicara lemah lembut dan intonasi yang halus si Do’i meminta maaf dan berupaya untuk mengganti segala kerugian yang di akibatkan dari tabrakan sehingga membuat sebagian dari body mobil Bapak itu rusak.
Meskipun tanpa suruhan dari Bapak untuk menggantinya, Do’i tetap bersikeras untuk membantu. Rasa tanggung jawab yang dimilikinya begitu besar, mengakui setiap kesalahan yang dilakukan sehingga mengalahkan rasa kecewa serta ke angkuhan dalam diri si Do’i. Dia terus memohon maaf dengan bicara yang lembut dan intonasi halus, sampai pada akhirnya hati si Bapak luluh dan memaafkan si Do’i.
Bahkan karena ketulusan dan keikhlasan seseorang, hal yang tadinya buruk dan negatif seketika bisa berubah menjadi hal yang baik dan menguntungkan. Karena kejujuran dan kemuliaan hati seorang Do’i, membuat Bapak itu tertarik dengan kepribadiannya,. Bapak itu pergi ke bengkel untuk memperbaiki mobilnya dengan ditemani si Do’i. Di sana si Bapak tadi menanyakan beberapa hala yang lebih dalam terkait kehidupan dan pribadi Do’i. Di antaranya tentang keluarga, latar belakang pekerjaan orang tua, tempat tinggal, status sosial, dan masih banyak lainnya.
Lama berbincang, tiba-tiba Do’i mencoba menanya balik seperti halnya pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya diajukan ke dia. Berpikir sejenak dan akhirnya Bapak itu menjawab dengan intonasi suara yang pelan tapi pasti. Ternyata selama beberapa jam ini yang ditemani si Do’i bincang-bincang dan mobil yang di tabraknya adalah milik seorang direktur peusahaan terkenal di luar kota si Do’i. Do’i sangat terkejut, perasaan takut, malu bercampur sedikit bangga bergejolak dalam hatinya, takut karena yang dia berbuat masalah dengan orang besar yang dengan mudahnya bisa memasukkan orang ke penjara, malu karena dari awal bertemu tadi, si Do’i terlalu terbuka dan santai tanpa sopan santun yang lebih, dan bangga karena baru kali ini dalam hidupnya bisa bicara langsung dengan orang kaya dan sehebat Bapak.
Do’i merasa ada yang aneh, mengapa daritadi Bapak itu menanyakan pribadinya. Selang beberapa jam, mobil Bapak itupun bagus kembali. Si Do’i lagi-lagi di suruh ikut dengannya dan di undang bicara lebih dalam di rumah pribadi Bapak tadi yang kebetulan ada baru dia beli di kota si Do’i, yang terletak tidak jauh dari bengkel. Dengan sedikit sungkan Do’i menerima tawarannya dan ikut bersama Bapak tadi kerumah pribadinya.
Dijalan menuju rumah si bapak Do’i berpikir tentang apa saja kira-kira yang ingin dilakukan Bapak dengan dia, rasa takut bercampur bangga tetap ada, karena takutnya sampai tidak sedikit dari anggapannya bahwa nanti dia bisa dipukuli karena telah berurusan dengan seorang besar yang punya banyak anak buah, dia takut di pukuli dan lain-lain. Gejolak batin dalam perjalanan dirasakan begitu dalam oleh seorang bocah yang labil ini.
Dengan keyakinan yang kuat dia percaya bahwa tidak akan terjadi apa-apa, dia menguatkan dan memberanikan dirinya untuk menanggung segala resiko yang nantinya datang karena akibat dari kesalahan atau kecerobohannya sendiri. Bahkan dia merasa sudah teguh dalam pendiriannya bahwa meskipun nantinya dia harus mati, maka dia akan mati dalam keadaan yang bahagia karena telah melakukan tanggung jawabnya daripada dia hidup tapi terus di hantui dengan rasa kesengsaraan karena tidak bisa bertanggung jawab.
Sesampainya di rumah mewah si Bapak direktur tadi, si Do’i begitu terheran takjub, baru kali ini dia melihat langsung rumah yang begitu indahnya seperti istana di film-film. Tidak lama melihat-lihat si Do’i langsung dipersilahkan duduk oleh Bapak direktur, sedikit perantara dan ternyata si Do’i diminta untuk bekerja bersama si Bapak, Do’i sangat terheran dan diam seketika, ternyata apa yang selama ini dia kira-kirakan sewaktu di perjalanan tadi adalah pikiran yang salah dan jauh dari angan-angannya.
Dengan hati mulia yang dimiliki si Do’i, Bapak yang tadi marah akhirnya luluh dan membantu si Do’i dengan menawarkan sebuah peluang kerja di perusahaan Bapak tadi sebagai salah seorang staf tertinggi. Hampir saja Do’i tidak bisa bicara mendengar ajakan Bapak itu, bagaimana si Do’i tidak begitu bersyukur dan sangat senang, karena gaji seorang staf yang bekerja di sebuah perusahaan tidaklah kecil dan dari itu semua dengan perlahan dan bertahap si Do’i akan bisa membantu memenhi segala kebutuhan rumah tangga dan mengurangi beban ayahnya yang bekerja sendiri karena sudah di tinggal istri tersayang serta ibu tersayang Do’i.
Dari sedikit kisah si Do’i tadi, patutnya kita bisa mengambil banyak pelajaran. amanat dan pesan bijak yang bisa memotivasi agar berbuat lebih dengan setiap orang kedepannya. Sebuah kesimpulan bisa kita petik dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari yakni dalam menjalani kehidupan yang indah dan penuh warna ini kita harus menanamkan dalam diri sebuah sikap dan prinsip positive thinking dimanapun kita berada, sama siapapun, bagaiamanapun keadaan dan seberapa besarpun masalah yang kita hadapi, jangan langsung tergesa-gesa dan mengambil tindakan tanpa berpikir panjang.
THE POWER OF LOVE
Dengan cinta hidup jadi indah, dengan iman hidup jadi mulia dan dengan lmu hidup jadi terarah. Hidup tanpa cinta, hampa, hidup tanpa ilmu, hina dan hidup tanpa iman, buyar. Begitu signifikannya pengaruh cinta dalam kehidupan sehingga dapat menyihir segala sesuatu hal yang terasa kurang nyaman atau tidak baik menjadi suatu hal yang berbunga-bunga. Semuanya akan terasa indah dengan cinta.
Seorang remaja ketika merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya, maka dia akan mengubah kepribadiannya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kebiasaan buruk, tindakan konyol, yang selalu dilakukan ketika bersama teman-temannya akan berusaha dia hilangkan saat berjalan bersama sang kekasih, karena kekuatan cinta dia takut akan anggapan yang buruk muncul dari benak sang pujangga.
Tidak akan ada sesuatu hal yang sia-sia di setiap langkah dan tindakannya untuk membahagiakan sang kekasih. Sepanjang hari dan setiap saat teringat akan wajah dan kenang-kenangan bersamanya. Bahkan sering kali panggilan terlontar dari lisan orangtua tidak didengarkan karena sibuk dengan hp dan laptopnya. Keindahan cinta membutakan segalanya.
Pengertian cinta akan senantiasa indah ketika dimaknai kepada hal yang berbau kebaikan. Sebaliknya akan buruk ketika di kaitkan dan di salah gunakan kepada jalan maksiat yang hanya merugikan dan membutakan segala perbuatan baik. Dalam benaknya hanya memikirkan hal yang bisa membuatnya nyaman dengan kekuatan cinta yang dimilikinya. Segala perbuatan buruk dan perkara yang telah jelas dilarang dalam agama akan tetap dilakukan demi menuruti hasrat atau nafsu birahinya.
Cinta tergantung penuntunnya. Akan berubah menjadi hal yang sangat indah keika diindahkan dan akan menjadi hal yang sangat buruk atau hina ketika cinta itu dituntun kepada kehinaan. Berhati-hati dalam bercinta kalau belum mengetahui makna sebenarnya dari hakikat cinta, maka hindarilah, cari tau terlebih dahulu dan kuatkan iman baru mulailah mendekatinya.
            Sekali lagi cinta itu buta. Buta terhadap fisik, harta, sikap, nasab, dan lain sebagainya. Seseorang yang telah merasakan cinta sejati, maka dia akan dibutakan oleh cinta itu sendiri. Ketika cinta tidak buta lagi, maka esensi dalam cintanya telah hilang, karena rumus cinta adalah buta. Rasa sayang yang muncul dalam hati tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
            Seseorang yang telah mendalami cinta, maka dia akan tunduk patuh kepadanya. Menaati segala permintaan dan keinginan cinta sekalipun sangat berat tindakan yang harus di lakukan demi mewujudkan kemauannya. Penyesalan yang tidak bisa dibayangkan ketika tidak bisa tunduk patuh dalam melaksanakan kemauan cinta sangat dihindari. Apapun akan dilakukan untuk membahagiakannya.
            Sifat yang sungguh naif terhadap seorang insan yang berani menafikkan cinta. Ketidak pahaman akan hakikat cinta membuatnya menyangkal keindahan cinta yang sebenarnya ada. Entah karena alasan apa dia berani bertingkah demikian, apakah mungkin karena dia belum pernah mersakan jatuh cinta, ataukah dia pernah merasa kecewa dan terluka karena cinta.
Kebahagiaan sejati selalu dibangun dengan rasa cinta, karena dengan hanya lima huruf ini c.i.n.t.a ini segala kekuatan dalam mengarungi kehidupan yang dianggap buruk akan tersulap menjadi hal yang selalu indah setiap saat setiap waktu. Dengan membangun cinta terlebih dahulu dalam diri akan memberikan kekuatan lebih dalam menghadapi segalah masalah yang tidak bisa diperkirakan datangnya.
Cinta dalam artian menanamkan cinta serta menumbuhkan rasa cinta kepada Tuhan sang maha penyayang yang juga sangat mencintai hamba-hamba-Nya. Dengan kekuatan cinta kita akan mengorbankan segalanya, waktu, kekuatan, kesempatan, harta dan lain sebagainya semua hanya untuk berusaha bagaimana agar kiranya sesuatu yang kita cintai bisa bahagia atau terwujud.
Kekuatan cinta memberikan energi luar biasa dalam diri yang nantinya akan bisa tumbuh ketika seseorang yang kita cintai dalam bahaya. Sebuah kekuatan yang dapat membangkitkan energi tanpa terduga sehingga sebesar apapun halangan yang kita hadapi dapat di tangani dengan mudah, hanya untuk menyelamatkan sang buah hati belahan jantung.
Keindahan dalam hidup serta semangat akan terus terbangun dan tidak padam ketika seseorang merasakan yang namanya cinta. Terkadang rasa senyum muncul sendiri tanpa disadari, tertawa sendiri dan selalu memberikan hayalan serta imajinasi besar. Tingkat kekreatifan juga meningkat tidak seperti biasanya ketika sedang dalam perasaan tanpa cinta. Tidak seaktif dan sesemangat dari orang lain. Anti galau dan lain sebagainya.
KOTA BANDAR MADANI
Suasana yang selalu tenang dan damai dipusat kota. Supermarket, tokoh-tokoh tertata rapi sepanjang jalan, kendaraan lalu lalang dengan tertib dan kicauan burung yang  menyejatrahkan hati. Sebuah kota kecil dipinggir laut selatan sulawesi, dengan pelabuhannya yang besar menjadikan kota ini kerap disapa dengan panggilan bandar madani. Meskipun tergolong kota kecil, namun kualitas anak hasil didikan dari lingkungan sekitar menjadikan manusia keluarannya tidak bisa dipandang sebelah mata, para tokoh terkemuka yang paling berpengaruh di Indonesia telah lahir dari rahim kota ini, Prof. BJ. Habibie (presiden ke-3 RI), A.Mallarangeng (pahlawan reformasi) menjadi bukti nyata ke unikannya, mereka adalah dua dari sekian banyak tokoh terbaik Indonesia yang dibesarkan di kota tersebut.
Kota Parepare itulah namanya, tempat asal kelahiranku, tempatku dididik dan dibesarkan selama kurang lebih enam belas tahun. Mulai dari lahir ketika aku baru mengenal dunia, sampai beranjak dewasa ketika aku mulai mengenal cinta. Pelajaran hidup yang diberikan kota ini terkadang membuatku sedih, karena lingkungan sosial masyarakatnya cenderung bersifat keras. Namun kesedihan itu hanya gambaran sedikit dari sekian banyak kegembiraan yang tersirat di dalamnya.
Beragam keunikan dan pelajaran hidup yang kudapatkan di kotaku ketimbang di kota-kota lain. Di antara yang paling menonjol adalah karakteristik masyarakat yang selalu bergotong royong dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selain itu lingkungan kekeluargaan anta rukun warga sangat harmonis sehingga rasa canggung ketika ingin bertamu kerumah tetangga-tetangga tidak begitu terlihat. Letaknya yang strategis juga memberikan keindahan yang dapat di rasakan setiap menjelang matahari terbenam, dekat dengan lautan yang di halangi dengan sebuah pulau kecil membuat kota ini sedikit aman dari masalah alam tsunami dan juga gunung yang tidak begitu jauh dari perkotaan memberikan beragam pilihan wisata, di antaranya air terjun, goa kelelawar, puncak nevo dan lain-lain.
Suku yang khas di kotaku ini adalah suku Bugis. Suku yang terkenal dengan rumah adatnya rumah Tengkonan. Bahasanyapun disebut bahasa Bugis. Namun tradisi, budaya dan kebiasaan adat  dari suku Bugis sudah tidak begitu kental lagi di kota ini, karena memang kota ini dikenal dengan kota para pendatang, jadi tidak semua masyarakat adalah pribumi, melainkan banyak juga yang datang dari berbagai daerah. Ketika menyempatkan beberapa waktu untuk mengunjungi dan mengelilingi kota ini, maka tidak sedikit kita akan menemukan tokoh-tokoh atau bangunan cina di pusat kotanya.
Untuk mengelilingi kota ini tidak memerlukann waktu yang begitu lama, karena ukurannya memang tidak sangat besar ketimbang kota-kota pada umumnya. Bahkan ketika melihat di peta, kota ini mungkin adalah kota yang terkecil di provinsi Sulawesi Selatan. Namun masalah keindahan dan beragam keunikan suku tradisi dan kebudayaan yang berkembang di dalamnya tidak bisa dikatakan hal kecil, karena begitu banyaknya keindahan dan ketenangan dalam kota ini sehingga berbagai pendatang penasaran dan akhirnya pergi mengunjungi bahkan tidak sedikit dari mereka yang ternyata menetapkan untuk bermukim.
Salah satu tempat yang membuat kota ini dikenal sampai keseluruh penjuru negeri adalah karena adanya pelabuhan besar yang sudah menjadi jalur transportasi nasional. Selain itu ada juga satu prestasi yang membuat kota ini menjadi salah satu kota terbaik di Sulawesi Selatan yaitu juara kebersihan yang apresiasinya berupa piala adipura, penghargaan ini pernah didapatkan tiga kali berturut-turut dalam tiga periode. Tidak ada kota lain yang sebelumnya pernah mendapatkan penghargaan seperti itu kecuali kota ini.
Segenggam harapam hadir dalam jiwa kota ini ketika perjuangan para pendahulunya terbukti dan dapat direalisasikan, dia yang telah sukses mengharumkan nama kota asal kelahirannya, membawa rasa bahagia yang bercampur dengan cinta terhadap segenap masyarakat. Bintang bisa bercahaya dan menunjukan kelipannya meskipun jauh terlihat di atas sana, begitulah hakikat analogi calon kaulah muda di kota ini yang akan menjadi generasi penerus bangsa dan agama.
Kebangaan akan harumnya nama kota kelahiran terus tertanam dalam diri meskipun nantinya pergi ke daerah orang lain, sejauh apapun itu dan selama apapun itu, kecintaan akan tanah kelahiran pasti tetap terjaga. Harapan besar untuk kota bandar madani kota strategis ini adalah semoga tetap dapat mempertahankan eksistensi dan keharuman namanya sebagai kota kecil penghasil orang super yang akan terus bisa memberi interesting para pendatang di berbagai daerah pelosok.

MIMPI TINGGI DALAM TUBUH LABIL
Menjadi seorang pilot adalah impian masa kecilku. Salah satu faktor yang mendorong sehinnga ingin menjadi seorang pilot adalah ketika melihat pesawat itu terbang diatas awan, rasanya sangat indah dan fantastis, hasrat ingin menaiki bahkan mengendarai pesawat tersebut sangat besar. Puas rasanya jika bisa melihat awan secara dekat, menikmati pemandangan gunung, laut, perumahan warga dan lain-lain dari atas langit. Semua masalah yang menjanggal dalam fikiran terasa hilang juga merefresh otak dan menenangkan hati.
Waktu terus berjalan dan meninggalkan jejak mimpi kecil yang mulai pudar dan terlupakan. Seketika ditanya tentang cita-cita dan impian di masa depan, pikiran kaku seakan sulit untuk memerintah lisan berbicara. Pendalaman tentang segala macam persyaratan untuk menjadi pilot telah dicari dan dipelajari, ternyata tidak semudah yang terlintas dalam pikiran labil sat itu, seakan tidak percaya akan susahnya semua pra syarat yang telah di baca dalam buku panduan menjadi pilot.
Selain dasar yang tidak sejalan, skill yang kurang memadahi karena terlambat dalam mendalami keilmuan terkait pra syarat tadi, juga passion yang kurang pas serta perkembangan lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga tidak mendukung. Dengan bertahap akhirnya impian dalam tubuh labil saat itu terlupakan, saatnya menatap dan merancang masa depan yang lebih jelas. Sesuai dengan passion, harapan dan dukungan dari semua keluarga serta anggota masyarakat di lingkungan.
Menjadi seorang Professor bahasa arab adalah impian dan cita-citaku ke depannya. Kata seorang ustad dan guruku di pondok, seorang anak belum bisa dikatakan sukses sampai dia telah bisa mengalahkan ilmu atau pencapaian orang tuannya. Itulah salah satu alasan mengapa aku sangat terobsesi ingin menjadi seorang Professor bahasa arab, karena ayah telah mencapai S-3 maka setidaknya aku harus menjadi seorang Professor.
Satu hal yang perlu diingat bahwa setiap orang bisa bermimpi, namun hanya sedikit sekali dari mereka yang dapat mewujudkan mimpi dan cita-cita besarnya itu. Hanya mereka yang berani keluar dari zona nyaman, hanya mereka yang mau berkorban waktu, tenaga dan pikiran demi mimpinya yang akan merasakan nikmatnya sukses dan keberhasilan itu. Namun tidak dilupakan attitude atau sikap juga adalah hal yang paling menunjang serta berpengaruh dalam kehidupan untuk merealisasikan mimpi-mimpi kita, karena tanggapan positif setiap orang yang mengenal kita sangat bermanfaat, tanpa mereka kehidupan kita tiada berarti.
 Jika kau ingin melihat masa lalu maka lihatlah keadaan dirimu sekarang, dan jika kamu ingin melihat masa depan, lihatlah apa yang kau lakukan sekarang. Ketika mendapat hambatan dalam perjalanan mencapai impian, sering kali kita mengeluh dan  hampir menyerah, padahal dalam keadaan seperti itulah mestinya kita makin bersemangat dan mengeluarkan semua kekuatan kita, karena inti kenikmatan saat berjuang dan letak keseriusan dalam mewujudkan mimpi terdapat pada keadaan yang seperti itu.
Pencapaian yang sempurna adalah ketika seseorang bisa mendapatkan kesuksesan dan meraih mimpi-mimpinya dengan usaha mati-matian dari kekuatan yang muncul dalam dirinya sendiri, tanpa ada unsur campur tangan keluarga, khususnya orangtua. Seorang anak yang sukses tanpa menghadapi kesukaran dan penderitaan terlebih dahulu adalah mereka yang belum mengerti hakikat sukses. Hanya bersandar dan berharap pada harta warisan orangtua yang di masa mudanya telah berhasil. Mereka hanya menikmati hasil jeri payah orangtuanya tanpa memikirkan seberapa susahnya untuk bisa mencapai semua kejayaan yang dinikmatinya saat itu.
Mimpi tinggi dalam tubuh labil memberi pengajaran yang dalam tentang pentingnya konsisten terhadap apa yang telah kita tetapkan dalam hidup ini, karena dalam menentukan tujuan bukanlah sesuatu yang bisa di permainkan. Mempermainkan cita-cita merupakan perbuatan konyol yang paling sering diremehkan oleh kebanyakan individu saat ini, mereka mengira hidup tanpa mimpi itu dapat menjamin kehidupan bahagianya di kemudian hari, padahal sebaliknya dia yang hidup tanpa memiliki impian atau cita-cita akan berjalan di permukaan bumi seperti orang yang tersesat dan jalan hanya mengikuti arus.
Terombang-ambing dengan mudah, tidak mengetahui jalan yang benar dan yang salah, kesenangan sementara menjadi tolak ukur. Jika tetap seperti itu sampai dewasa dia belum mendapati jati diri menentukan mimpi dan tujuan hidupnya, maka cita-cita dan mimpi itu pulalah juga yang akan menjawab dengan mempermainkan mereka seiring dengan berjalannya waktu.
Hikmah dari mimpi semasa kecilku yang telah terganti akan menjadi acuan untuk terus mendorong dan memberi semangat dalam mengarungi kehidupan yang layaknya permainan semata ini. Menjadi motivasi untuk mewujudkan mimpi dan cita-citaku saat ini. Mimpi yang bukan lagi semata-mata hanya keinginan dalam hasrat yang tidak pasti, melainkan mimpi yang akan membuatku menjadi orang yang bermanfaat bagi seluruh umat dan bisa membanggakan setiap orang yang telah mengenalku. Menjadi Prof. Bahasa Arab, Allahumma Amiin...!!! Pasti.!!
Keyakinan yang kokoh harus sudah terbangun mulai saat ini, tidak ada kata mundur dan mempermainkan sebuah mimpi. Keseriusan dibangun dengan mengamalkan setiap pesan dan amanat bijak dari orangtua dan semua guruku. Kepercayaan mereka akan kesuksesanku di kemudian hari tidak akan menjadi sia-sia, apapun itu pasti bisa kulewati dengan usaha, doa dan tawakkal.
NYAWAKU BERADA DIGENGGAMAN BATU TERAKHIR
Hujan begitu lebat, tanah becek dan semak-semak berduri tebal perlahan mengiris lengan, akan tetapi itu semua tidak menjadi penghalang, dengan tekad yang kuat dan semangat membara semua itu dengan cepat kulewati, rintangan yang besar hanya akan menjadi pemicu kekuatan yang lebih dari dalam tubuh. Aku dan teman-teman pergi ke air terjun dihutan dekat pondok yang jaraknya kurang lebih 2 km dari asrama. 
Rute yang cukup jauh kami tempuh hanya dengan waktu dua puluh menit. Setelah sampai di tujuan, kami terkejut melihat aliran air yang begitu deras, sedikit rasa takut dan keraguan tiba-tiba muncul, semua anak yang awalnya mempunyai tujuan bersama yakni ingin mandi, setelah melihat derasnya air sebagian memutuskan hanya melihat-lihat saja, mereka takut akan terbawa arus.
 Hanya sekitar 5-7 anak yang berani turun (termasuk saya), baru 3 anak yang loncat hal tidak diingankan betul-betul terjadi, hujan tiba-tiba makin deras, air berubah jadi coklat, arus sungai semakin kuat bagaikan tsunami, seperti tidak ada harapan lagi bagi orang yang terbawa arus seperti ini. Dua anak berhasil menyeberang, tinggal aku sendiri, ‘’tidak bisa, terlambat, kalo aku menyeberang sekarang pasti terbawa arus, tidak mustahil nyawa bisa melayang’’ bisik dalam hati. Kuperhatikan sekeliling,  yang ada hanyalah tebing, cukup tinggi sekitar delapan meter.
Tidak ada jalan lain, tanpa berfikir panjang aku langsung menepi ke tebing, ku genggam apapun yang bisa kucapai, batu licin yang menjadi harapan terakhirku ku genggam dengan segenap kekuatan saat itu. Rasa takut dalam hati makin menekan, ‘’mungkin inilah akhirnya’’ bisik dalam hati. Semua doa yang telah diajarkan di pondok kubaca dalam hati, perlahan tebing kupanjat, batu licin yang tadi ku genggam dengan perlahan ku pindahkan ke batu yang lebih di atas.
Genggaman kukeluarkan seoptimal mungkin pada setiap batu di tebing itu, air makin naik dan masih mengenai kaki, hampir saja aku tergelincir karena licinya batu pijakan, terus kucari tangkai atau batu lain yang bisa ku genggam, dengan keadaan seadanya, tanpa baju dan hanya menggunakan celana boxer tipis tidak lagi menjadi perhatian, yang terpeting saat itu adalah bagaimana caranya aku selamat dan bisa naik ke atas tebing mencapai tempat yang aman. Terus kupanjat, semak berduri yang melekat di atas tebing sekali lagi menggores perut dan kedua lenganku. Semua kekuatan ku maksimalkan, ‘’terus naik! panjat lebih tinggi!’’ sorak teman dari tepi sungai.
Teriakan mereka yang khawatir terdengar keras dan membuatku semakin semangat untuk memanjat. Sambil berdoa membaca semua hafalan doa terbaik yang telah kudapatkan di pondok, aku memanjat, kudaki tebing itu, genggamanku layaknya genggaman seekor singa lapar yang menerkam mangsanya. ‘’Meskipun tanganku sampai berdarah genggamanku pada batu tebing itu tidak akan pernah kulepaskan’’ tegasku dalam hati. ‘’Aku tidak akan mati disini, masih banyak mimpi yang harus kucapai dan masih banyak orang-orang yang kusayangi yang ingin aku bahagiakan’’ harapku sambil menguatkan hati dan keyakinan dalam memanjat.
 Lama memanjat, akhirnya puncak tebing terlihat, aku mempercepat gerakan untuk segera mencapai puncaknya, cepat tapi pasti. Setelah sampai di puncak tebing, aku langsung berdiri dan mencari tempat yang lebih aman. ‘’Alahamdulillah selamat’’ dalam hati sangat bersyukur. Tanpa mengulur waktu lebih lama, aku turun dari tebing lewat jalan tanah yang lebih aman untuk segera menolong dan membantu temanku menyeberang sungai, karena jalan satu-satunya agar bisa kembali ke pondok adalah menyeberangi sungai yang bersambung dengan air terjun tadi terlebih dahulu. Dengan menggunakan akar-akar pohon teman-temanku menyeberang dan aku yang menangkapnya.
Derasnya arus sungai tidak menjadi penghalang dan menjadi hal yang menakuti teman-teman untuk menyeberang. Karena yang terpenting saat itu adalah bagaimana caranya bisa segera pulang ke kembali ke asrama tanpa ada yang cedera. Salah seorang  temanku sempat terjatuh ketika hampir sampai di ujung sungai, genggaman tangannya terlepas dari akar pohon tadi, celananya hanyut di bawah air, dia sempat telanjang, lucunya teman-temanku yang lain bukannya menolong mala menertawakannya. Perlahan ku tarik dia ke tepi, setelah sampai di tepi langsung diberi sarung untuk menutupi badan dan auratnya.
Semua temanku berhasil menyeberangi sungai yang arusnya deras tadi dengan selamat tanpa ada yang terkena cedera parah.  Setelah itu aku dan teman-teman senior langsung mengngondisikan teman-teman yang masih junior, kami atur dengan cara jalan satu baris, ada temanku yang menuntun di depan dan aku yang menjaga di belakang. Dengan perasaan yang sangat legah akhirnya kami sampai di asrama dengan selamat. Sebagian temanku langsung mandi kemudian mengganti pakaian dan bersiap untuk menunaikan shalat maghrib.
Hari itu merupakan hari yang sangat berkesan dalam hidupku , pengalaman hampir mati di air terjun dekat pondok yang tidak akan pernah terhapus dalam memori dan benak, akan tercatat sebagai satu cerita yang paling berkesan selama perjalanan hidupku di pondok dan semoga pengalaman itu tidak terulang kembali di kemudian hari
JAGA IBUKU DI SISI-MU YA RABB
            Sabtu, 27 September 2008, adalah hari terakhir aku melihat Ibu “bidadari dunia dan surgaku”. Tiga hari sebelum pemakaman aku masih berada di pondok, belajar dan beraktivitas seperti biasa bersama teman-teman, namun hari di mana ibu mulai masuk RS saat itu memang ada sedikit kegelisahan dalam hati, entah apa penyebabnya masih rabun.
Rabu, tepatnya pada Pukul 12.00 adzan dikumandangkan, waktu tanda pulang dan pembelajaran telah selesai, semua anak bergegas keasrama, waktu baru keluar dari kelas tiba-tiba terdengar suara dari sudut kelas smp “Jadul, dul kau dipanggil Ust Rusman di piket sekarang!” teriak temanku yang bertugas piket hari itu. ‘’Tumben Ust Rusman panggil siang-siang gini, ada apa?’’ dalam hati bertanya.
Dengan rasa penasaran dan hati gunda aku berjalan kepiket, sampai di sana belum sempat aku bertanya Ust langsung menyuruhku naik ke motornya, agak terburu-buru. Di jalan aku semakin kaget dan penasaran, berkali-kali aku bertanya tidak satupun dijawab, Ust hanya diam dan fokus ke depan.
Lama penasaran, ternyata aku di bawah ke RSU TYPE C (salah satu rumah sakit umum yang ternama di kotaku), perlahan dan pasti kukuatkan hati yang terasa semakin tidak enak ini untuk segera masuk ke dalam pintu gerbang rumah sakit. Di sana aku melihat kendaraan yang parkir. Selain itu, banyaknya keluargaku yang berdiri menangis dan berkumpul di depan pintu ruang UGD membuat hati ini semakin penasaran.
Namun masalahnya sampai detik itupun aku belum tau pasti kejadian apa yang terjadi, kenapa semua menangis dan siapa yang ada di dalam ruangan UGD itu. Setelah turun dari motor seorang wanita tua langsung lari menemuiku, dia memeluk dan menangis dihadapanku, lama aku mengingat ternyata wanita tua itu tanteku sendiri, karena merupakan salah satu keluarga jauh dan jarang bertemu jadi wajahnya tidak familiar dan masih susah diingat.
 Sambil menangis dan memelukku dia berkata (dalam bahasa bugis namun ditranslate ke Indonesia baku) ”Ibu nak, Ibumu kecelakaan”. Belum selesai dia bicara air mataku langsung tumpah, sedikit demi sedikit akhirnya mengalir begitu deras, sempat aku terdiam sejenak namun tidak lama, jelang beberapa detik kemudian kakiku langsung terasa ringan dan bergerak sendiri, berjalan cepat terasa ada yang menuntun utuk segera melihat ibu.
Hanya sampai di depan pintu ruang operasi, aku berdiri kemudian kembali diam sejenak, melihat dan meratapi ibu terbaring pasrah dikelilingi beberapa orang yang menggunakan pakaian hijau dan sebagian di antara mereka memegang pisau, gunting dan alat operasi lainnya. Aku seperti patung yang hanya bisa diam termenung dan tidak melakukan apa-apa.
Rasanya mata ini tidak kuat lagi untuk menumpahkan semua tangisan yang menggambarkan kesedihan mendalam dalam diri ku saat itu. Melihatku tampak lesuh, tante langsung memegang bahuku seraya menuntun ku perlahan untuk berbalik dan keluar dari ruangan itu, di luar ruangan aku mendengar semua tangisan keluarga dan khususnya adik-adikku, tak tahan rasanya aku melihat mereka, tiba-tiba teriakan dari lisan dan tumpahan air mata ku lebih besar dari semuanya. Seketika mereka kaget namun tidak lama akhirnya mengerti paham tentang bagaimana perasaan seorang anak pertama yang menjadi tonggak keluarga kemudian melihat ibunya terbaring pasrah tanpa tau harus melakukan apa.
Tante yang tadi menuntunku keluar ruangan, kemudian mungkin karena tidak tahan juga melihat keponakannya menangis meratapi kejadian yang kurang baik menimpa ibu, akhirnya dia menyuruhku dan adik-adik kerumahnya untuk beristirahat dan terus berdoa demi keselamatan ibu.
Di rumah tante aku hanya bisa duduk termenung dan menghayal bagaimana kiranya nanti jika ibu tidak bisa sembuh, siapa yang akan menjaga adik-adikku yang masih kecil dan belum tau apa-apa. Sangat sedikit peluang sembuh, namun aku terus percaya dan menguatkan keyakinan bahwa ibu pasti bisa melewati semua goncangan penyakit itu, meskipun nantinya ibu sembuh, kemungkinan besar dia akan lupa ingatan dan lumpuh, semua itu tidak akan mengurangi rasa sayang dan cintaku kepadanya tidak akan ada yang bisa merubah kenyataan bahwa dialah sosok bidadariku dan ibu kandung sedarah sedaging.
Tiga hari koma di rumah sakit, tanpa gerakan hampa suara. Sempat terdengar kira-kira pada hari ke dua, ada rencana bahwa ibu mau di rujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatan dan lebih bagus perawatannya di Makassar, sekitar empat sampai lima jam perjalanan, karena kemungkinan dokter yang ada di sana lebih profesional sehingga membuat mereka lebih mudah dan mengetahui terkait pengobatan yang tepat untuk menyelamatkan ibu. Namun semua rencana itu kembali dipertimbangkan karena takutnya di mobil ambulance yang kecil, itu tidak akan muat untuk diisi tabung oksigen beserta alat-alatnya, karena ibu belum bisa bernafas sendiri, harus dengan bantuan alat pernafasan.
Setelah dipertimbangkan dengan melihat segala kemungkinan baik buruk yang akan terjadi ketika melakukan perujukan, maka keputusan mengatakan tidak bisa. Ketakutan kalau nantinya di perjalanan, ibu kehabisan oksigen, segala pertimbangan dan solusi sudah di pikirkan matang-matang. Untuk pengganti tabung oksigen dan alat-alatnya pun sudah diberikan solusi yaitu dua perawat laki-laki yang siap membantu untuk terus memompa menggunakan alat bantuan pernafasan secara manual. Namun sekali lagi cara dan rencana seperti itu presentasi keberhasilannya hanya sekitar 30%, harapan untuk selamat lebih kecil dan kegagalan lebih besar, karena kemungkinan macet atau adanya hambatan-hambatan ketika dalam perjalanan tidak bisa di prediksa keseluruhan.
Setelah kegagalan rencana itu baru kemudian dokter di rumah sakit umum kotaku, pasrah dan memberikan usaha maksimal mereka dalam mengobati dan memberikan pelayanan terbaik untuk ibu. Semua keluarga dekat maupun jauh, serta semua teman-teman ibu dan ayah datang silih berganti untuk melihat keadaan ibu yang masih belum sadar berbaring di rumah sakit umum ini, hampir seperempat dari penjenguk rumah sakit dipenuhi oleh tamu dan teman sekerabat ibu dan ayah. Hanya doa yang tulus yang dapat diberikan kepada segenap keluarga dan teman-teman kepada ibu tersayang. Semoga Allah mengijabah semua doa-doa mereka. Allahumma aamiin...
Pada malam ke-tiga, setelah isya di rumah tante, sebuah telepon masuk ke hp sepupuku, yang mana pada saat itu aku juga berada di depannya duduk sambil menghayal. Dengan sedikit gugup dia mengangkat telepon, tidak lama dia bicara tampak dari raut wajah dan mulutnya yang tertatih-tatih dalam berbicara, kemudian aku bertanya, siapa yang menelepon? Belum sempat dia menutup telepon, tanganya jatuh pasrah dengan genggaman hp yang masih tersambung ke tempat duduk. Air matanya jatuh perlahan seraya menjawab pertanyaanku dengan mulut dan badan yang tampak sangat lemah seketika, Tante (ibuku) telah meninggal yad!. Mendengar jawaban itu aku juga langsung jatuh pasrah terbaring ke tempat duduk, sambil berpikir bahwa ternyata seperti ini rencana-Nya, aku yakin pasti ada hikmah yang terbaik terselip di kemudian hari, aku hanya akan terus berdoa dan berdoa untuk mendoakan ibuku sang  bidadari tersayang.
Tidak lama berbaring kemudian aku dipanggil om untuk bersiap segera ikut ke rumah sakit bersama sepupuku. Di perjalanan menuju rumah sakit, aku hanya berpikir tentang bagaimana kedepannya aku bersikap dan bertingkah laku harus lebih dewasa karena sebagai panutan dan contoh buat adik-adikku. Selain itu aku harus lebih bersungguh-sungguh lebih bekerja keras untuk membantu dan meringankan beban ayah yang akan merawat kami seorang diri dan mendapat peran dua selain ayah juga menjadi seorang layaknya ibu yang memasak, mencuci dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Menyangi dan menemani anak-anaknya serta membiayai dan mencarikan nafkah halal.
Sampai di rumah sakit aku masih belum menangis, baru ketika aku melihat jasad ibu yang dibawa dan dituntun oleh beberapa orang termasuk ayah ke ambulance, seketika itu aku menangis dan langsung ikut untuk menuntun jasad ibu.  Bahkan sampai di rumah nenek aku tetap ikut di ambulance melihat baik-baik, menemani dan menjaga ibu untuk terakhir kalinya bersama ayah sayang.
 Cukup lama, tiga hari di rumah sakit umum itu, pada akhirnya ibu dipanggil ke sisi sang Kuasa. Sebagai seorang anak sedarah sedaging, aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk ibu tersayang dengan cara memberikan doa-doa terbaik yang dipanjatkan sebagai anak soleh yang pahalanya akan terus mengalir meskipun ibu sudah tidak ada. Kalau kata orang ibu sudah tidak ada, tapi bagiku ibu selalu ada, karena yang tidak nampak hanyalah jasadnya, jiwa, semangat dan kasih sayang ibu akan selalu hidup dalam batin dan pribadiku, kan ku jaga dan ku amalkan sifat kasih sayangnya kepada ayah dan adik-adikku. jaga dia Rabb! Ibuku sayang.

PONDOK GERHANA BULAN
            Pondok Pesantren Al-Badar DDI Bilalang Parepare, merupakan rumah indah nan sejuk bagiku, selama kurang lebih enam tahun tinggal dan menuntut ilmu di sana. Tempatnya yang strategis yakni di atas gunung jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota membuat pondokku sering dikunjungi orang-orang luar, dari kaum muda yang pengangguran hingga kalangan pejabat yang kaya raya sering berdatangan, namun tentu dengan tujuan yang berbeda.
            Nama pondok di ambil dari kata bahasa arab badr yang artinya bulan, sejarah kenapa pengasuh memilih nama itu adalah ketika beliau di kota dalam perjalanan pulang, kemudian di atas kendaraan beliau tidak sengaja menoleh ke arah gunung, sewaktu melihat gunung, tiba-tiba ada cahaya yang sangat terang seperti cahaya bulan purnama muncul tepat di atas gunung itu, sempat memperhatikan dengan waktu lama kemudian beliau pulang. Sampai di rumah beliau istirahat dan di dalam mimpinya kembali di perlihatkan tempat yang tadi.
             Sebelumnya memang beliau memiliki cita-cita ingin membuat pondok, namun pemilihan letak dan tempat yang strategis belum beliau dapatkan dan sangat kebetulan saat itu beliau melihat sebuah cahaya di atas gunung, beranggapan bahwa mungkin itu adalah satu pertanda.
            Keesokan harinya beliau mencoba mengecek tempat itu dan ternyata memang di sana adalah tanah kosong. Namun yang menjadi kendala karena belum adanya jalur kendaraan yang menuju kesana. Rumput dan semak belukar juga masih sangat panjang jadi keadaannya masih seperti hutan alami. Perlu perbaikan dan pembersihan lama untuk menjadikan hutan setidaknya sedikit seperti sebuah kota ideal. Namun itu semua tidak menjadi halangan bagi beliau.
            Dengan semangat dan antusias beliau akhirnya menyusun konsep dan rencana pembangunan pondok di gunung yang bercahaya seperti rembulan gerhana tadi. Berbagai hambatan dan rintangan sedikit demi sedikit dapat terselesaikan, namun satu kendala yang paling sulit adalah masalah biaya, namun beliau tetap yakin bahwa selama ada niat yang baik dan tulus untuk melakukan suatu kebaikan maka segala rintangan, tantangan dan hambatan pasti akan bisa diselesaikan selama usaha tetap ada dan setelah itu bertawakkal. Tidak lama setelah itu akhirnya ada masukan dana dari salah seorang petinggi dan pejabat negara kemudian daari situlah maka pembangunan pondok kami menjadi lancar dan tidak mendapati hambatan yang begitu besar di kemudian hari.     
            Pondok kami menggunakan sistem atau metode pengajaran layaknya pondok modern, ada sekolah formalnya dan ada juga sistem pengajian baca kitab kuning layaknya pondok salaf. Sistem pembelajaran formal contohnya seperti kami masih diberikan mata pelajaran umum dan baju seragam layaknya SMA luar. Selain itu, ketika ada event atau perlombaan yang di adakan antar SMA atau SMP sederajat kami selalu ikut berpartisipasi dan tidak jarang menjadi saingan yang ditakuti diluar.
            Satu-satunya pondok ideal yang ada di kota tempat kelahiranku adalah pondok ini. Pondok-pondok yang lain hanyalah mengatas namakan namanya saja, namun ketika di telusuri lebih dalam, pra syarat untuk bisa dikatakan sebagai pondok yang benar-benar ternyata belum lengkap dan terpenuhi, mereka hanya berupa yayasan, MA, dan lain-lain. Mungkin yang menjadi rujukan mereka sehingga mereka berani mengatakan yayasan dan lembaganya adalah sebuah pondok adalah karena menganggap yayasan dan lembaganya semata-mata berorientasi kepada pengajaran ilmu pengetahuan agama, padahal pelajaran agama yang diajarkan adalah berupa kurikulum umum yang juga dipelajari sekolah umum di luar.
            Kebanyakan lembaga-lembaga sekolah baik berupa yayasan dan sebagainya yang berada di kotaku, kenapa mereka sangat tertarik memberi label atau nama lembaganya dengan cap pesantren, meskipun sebenarnya mereka belum memenuhi syarat-syarat dan kategori untuk menjadi sebuah pesantren namun tetap bersikeras, di antaranya karena persaingan pesantren yang ada di kotaku sangat minim padahal undangan dalam mengikuti acara atau event-event baik nasional maupun internasional sangat banyak, serta pemasukan atau anggaran dana dari kemenag lebih banyak dicairkan kepada lembaga-lembaga yang berstatus pondok pesantren ketimbang lembaga-lembaga yang lain dan bedah dari pesantren, maka dari semua itu sehingga para pendiri dan pemilik lembaga dan yayasan tersebut berinisiatif mengubah nama sekolah mereka menjadi sebuah pondok pesantren.     
             Namun semua permasalahan itu tidak menjadi hal yang patut di perdebatkan dalam rana pendidikan karena telah jelas nantinya, ketika para pegawai dari kemenag datang dan meninjau langsung keadaan lembaga-lembaga mereka yang hanya sekadar pengakuan tersebut. Selain itu, sangat jelas tergambar dari kualitas keluaran para santrinya ketika diuji terkait pengetahuan agama yang dimiliki lembaga palsu dengan santri keluaran asli dari pondok pesantren yang telah memenuhi segala syarat dan memang patut dikatakan pondok.
Pemandangan indah dan suasananya yang sejuk mewarnai ke unikan pondok ini, selain itu kita juga bisa pergi ke air terjun dan goa kelilawar yang jaraknya tidak begitu jauh dari pondok, sekitar dua km. Suasana alam yang original membuat para santri nyaman dalam belajar, setiap hari menikmati udara segar. Selain udara segar makanan dan minuman alami juga menjadi santapan sehari-hari, air yang di minum langsung dari sumber mata air gunung sehingga menjadikan anak didik di sana jarang mendapatkan penyakit yang serius atau penyakit dalam karena mereka sering berolahraga dan jauh dari polusi membuatnya sehat jasmani dan rohani.
Rasa terimakasih yang paling mendalam tidak bisa diungkapkan hanya dengan kata-kata kepada pondok tercintaku ini, karena berkat didikan para ustad ustadza yang ada di pondoklah sehingga aku bisa berada di Surabaya ini, guna untuk melanjutkan studi dan menuntut ilmu di UINSA dan kemudian bertemu dengan salah satu guru besar dan dosen kebanggan NKRI yakni Prof. Moh. Ali Aziz yang akhirnya membimbing dan menyuruh kepada kami menuliskan segala ide, cerita, dan kisah dalam lembaran putih sebanyak lima puluh halaman.
Proses perjalananku sehingga bisa masuk dan mendaftar di kampus ini juga semuanya adalah berkat bantuan para pengasuh dan ustadz ustadza. Tanda tangan dan pengakuan menjadi seorang santri di pondok tercinta ini adalah nilai utama yang akan selalu kuingat. Melalui perantara pondok pesantren ini sehingga aku bisa mengetahui program kemenag dalam memberikan beasiswa kepada segenap santri di Indonesia untuk melanjutkan studi di Universitas dan jurusan yang dia minati.
PBSB (program beasiswa santri berprestasi) inilah yang menjadi nama program kemenag dalam membantu semua santri nusantara, perannya dalam rana pendidikan. Setiap santri yang memiliki prestasi lebih di pondoknya di perbolehkan mendaftar untuk kemudian nanti mengikuti seleksi di provinsinya masing-masing.
Sungguh naif seorang santri yang tidak memiliki rasa terimakasih yang tinggi kepada pondoknya yang berhasil lolos dan mengikuti program ini, karena salah satu berkah pondok adalah dengan mengikuti program kemenag ini, tidak semua siswa siswi bahkan santri santriwati bisa berpartisipasi dalam program ini, di khususkan hanya kepada santri dari pondok pesantren yang sudah mondok sekurang-kurangnya tiga tahun dan dari pondok pesantren itu juga tidak semuanya bisa mendaftar, hanya mereka yang mungkin memiliki link dan jaringan serta mengetahui program ini yang kemudian bisa mendaftarkan santri-santirnya.
Berkaitan dengan program tadi, sekiranya santri yang ingin daftar tidak hanya asal daftar, melainkan terlebih dahulu harus lolos dalam tahap seleksi pertama yakni seleksi berkas. Semua berkas yang telah ditentukan kanwil harus lengkap beserta keterangan aslinya bukan sekadar foto copy. Dalam tahap pertama ini, tidak sedikit dari teman-teman yang tidak berhasil, karena mereka tinggal di desa terpencil yang  mana ketika ingin mengurus berkas-berkas salah satu contohnya akta kelahiran maka mereka harus membuat ulang ke kantor balai desa yang terdekat dengan kota, karena kalau mengandalkan tempat kelahiran itu sangat sulit karena di desanya saat itu belum ada kantor yang mengurusi bidang tersebut.
            Selanjutnya dengan perlengkapan berkas-berkas yang lain, klarifikasi kembali yang salah dan masih kurang, pembelajaran mengenai soal-soal yang diperkirakan akan masuk saat tes, persiapan maksimal, kemudian saat waktu tes telah tiba, sampai dengan penentuan pengumuman lulus PBSB (program beasiswa santri berprestrasi). Semua itu tidak mudah, dilewati tentu dengan kerja keras, perjuangan yang sungguh-sungguh dengan keyakinan dalam hati bahwa saya pasti bisa! dan berdoa terus berserah diri kepada Allah SWT.
Sampai ketika pengumuman telah keluar, rasa syukur dan gembira sangat tampak dari luar dan di dalam hati, aku tidak bisa berkata banyak, yang ada dalam pikiranku saat itu, ketika melihat daftar peserta yang lolos seleksi hanyalah kesenangan, meskipun rasa kurang enak kepada teman-teman yang tidak lolos ada, namun aku yakin semua itu akan menjadi pelajaran bagi semua temanku dan akan ada rezeki yang lebih besar bagi mereka di kemudian hari. Akhirnya doaku didengar dan perjuanganku mencapai hasil yang sangat memuaskan, alhamdulillah.
Begitulah sekelumit kisah tentang perjalanku dalam mengikuti PBSB sehingga bisa mengetik tulisan ini. Sekali lagi aku tidak akan bisa berada di tempat ini melainkan semua berkat kontribusi dan berkah dari perjalananku selama kurang lebih enam tahun di pondok tercinta, aku tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa, namun mungkin cara yang paling baik yang bisa kulakukan nantinya adalah dengan pengabdian, entah itu mengajar atau menjadi keamanan, apapun itu yang pasti telah menjadi keharusanku untuk berterima kasih kepada pondok.



PENGAJARAN PENUH MAKNA AKAN ARTI KETULUSAN
            Sudah lebih setahun aku belajar di kampus Uin Sunan Ampel, berbagai senang dan duka telah tertancap dalam benak dan hati, sebagai sebuah cambuk pembelajaran untuk terus membenahi diri. Meskipun sampai titik darah penghabisan, akan tetap kuperjuangkan semangat belajar ini, akan terus ku genggam dan  kuamalkan sebagaimana mestinya.
            Banyak orang yang memiliki cara berbeda, unik dan kreatif dalam mengekspresikan dirinya, terkhusus dalam hal proses belajar-mengajar. Bagaimana mereka bisa menumpahkan ide dan semangat belajar dalam kehidupan sehari-hari telah membuat pribadinya menjadi sosok perhatian dan berbeda dari yang lain. Dengan memperlihatkan inovasi dan cara yangterbaik untuk melalui proses belajar-mengajar itu yang harus selalu memberikan hikmah besar terhadap diri sendiri. Namun tidak sedikit juga dari mereka yang tidak memiliki semangat belajar dan tekad kuat untuk meraih prestasi dan pencapaian besar.
            Hanya segelintir yang telah sadar dan memahami keadaan dirinya. Proses penyadaran itupun tidak semudah yang dikira, tidak sama halnya membalikkan telapak tangan,simsalabim, namun butuh usaha optimal dan kesungguhan yang tulus dari dalam diri dan faktor atau sumber semangat dari luar. Selain itu, mereka yang ingin sadar juga membutuhkan suatu keadaan saat-saat dimana kesadaran dari hati nurani yang terdalam muncul untuk memaknai kehidupan yang dialami sudah seperti “telur di ujung tanduk”, maksudnya dalam proses perjalanan hidup sesorang dari tanah hingga ke tanah lagi, itu akan mendapati suatu keadaan yang sangat drop/down (jatuh), namun yang terpenting adalah bagaimana nantinya pribadi masing-masing harus dapat menerima keadaan itu dengan lapang dada dan menjadikan dirinya sekuat batu karang di laut yang tidak akan pernah goyah dengan hempasan ombak sebesar apapun.
            Menjadikan diri sebagai pribadi luhur dan bijaksana. Dengan begitu segala bentuk hempasan, pukulan, guncangan dan lain sebagainya akan mampu terselesaikan dengan hati yang senang pula. Karena sebesar apapun masalah yang kita miliki, sebesar apapun goncangan batin yang kita hadapi kita masih memiliki Tuhan yang maha besar dan jauh lebih besar dari semua itu. Tuhan yang menjadikan setiap masalah itu dan Dia pulalah yang menurunkan goncangan batin ke dalam diri hamba-hamba-Nya, yakni untuk mengetes seberapa besar kesabaran dan seberapa jernih pemikiran kita dalam mengambil keputusan yang tepat untuk  menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
            Pembelajaran yang begitu berharga tentang bagaimana memaknai arti sebuah kehidupan telah diberikan oleh beliau. Selama aku duduk dua semester di kampus baruku, itulah keadaan terbaik di mana aku mendapatkan sesuatu yang mestinya aku dapatkan sejak balita, namun baru bisa tercapai sesaat setelah aku duduk di bangku perkuliahan. Waktu yang sangat bermakna, seperti mendapati sebuah emas terbesar dalam kerumunan pencari emas.
            Hal yang paling utama, yang aku dapatkan selama kurang lebih setahun itu adalah pengajaran akan makna arti sebuah ketulusan. Karena ketika seseorang mendapat sebuah amanah kemudian dia menjalankan sebagaimana prosedur pelaksanaannya tanpa memberikan tambahan-tambahan atau usaha-usaha lebih, bahkan mungkin sampai mengurangi sedikitnya dari apa yang harus dilakukan terhadap amanah itu, maka itu merupakan hal biasa. Meskipun dengan menjalankan dan mengerjakan amanah tersebut telah mendapatkan sebuah pahala kebaikan, namun di satu sisi hasil yang dicapai nantinya juga akan sama dan tidak ada suatu hal lebih dalam pencapainnya.
            Padahal yang sangat diharapkan ketika seseorang menjalankan sebuah amanah adalah pencapain lebih yang bisa diberikan dari hasil yang telah ada sebelum-sebelumnya. Kalau hanya sekadar menjalankan amanah, hampir setiap orang dapat melakukannya, namun untuk mencapai atau memberikan hasil terbaik dari sebuah amanah, makasangat jarang orang yang dapat mengerjakannya, hanya mereka yang terpilih dan betul-betul memberikan rasa tulus dalam diri untuk menggenggam amanah tersebut.
Poin pentingnya adalah ketika dalam proses pengamalan amanah itu didapati hasil yang lebih baik, orang yang menjalankan amanahnya bisa memberikan hal-hal yang lebih variatif dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri terlebih untuk orang lain. Kurang lebih seperti itulah gambaran metode pembelajaran berharga yang telah diberikan beliau kepada aku dan teman-teman.
Profesi sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang telah banyak diminati setiap orang saat ini. Merupakan pekerjaan yang mulia yakni dengan mengamalkan dan mengajarkan setiap ilmu-ilmu atau pengetahuan yang dimiliki kepada murid atau santrinya sebagai bahan pembelajaran dalam mengarungi kehidupan baru mereka kedepannya, sebagai pegangan demi mencapai cita-cita tertinggi dalam diri setiap murid atau santri, terlebih sebagai amal jariah yang tidak akan pernah putus dan padam sampai hari kiamat ketika seorang murid terus mengamalkan ilmu-ilmu dan pengetahuan yang didapatkan dari gurunya yang tulus.
Metode pembelajaran terbaik menurut seorang ulama adalah dengan cara dipaksa, sampai murid terpaksa akhirnya terbiasa sehingga akan menjadi orang berharga dan luar biasa. Merutku cara pembelajaran inilah yang telah digunakan beliau dalam membimbing kami di bangku perkuliahan pada dua materi kuliah yang berbeda dan kurang lebih setahun lamanya.
Mulanya kami memang harus dipaksa untuk belajar lebih giat dari yang lain. Kalau dalam istilah kata seorang yang bijak, “Untuk mencapai suatu yang lebih, maka harus melakukan hal yang lebih dari yang biasanya’, maksudnya orang yang cara belajarnya biasa-biasa saja, maka nanti dia akan mendapat hasil yang biasa-biasa juga, namun orang yang proses belajarnya lebih dari orang yang biasa maka hasil yang didapatkan juga nantinya akan lebih luar biasa dan bernilai dari semua yang biasa.
            Tidak biasa dalam artian ketika dalam proses belajar mereka yang luar biasa akan memberikan waktu yang lebih untuk terus mengulangi pelajaran yang telah didapatkandan mengkaji lebih dalam akan makna yang tersirat di dalam pelajarannya tersebut. Selain itu, mereka yang luar biasa juga akan mengorbakan lebih banyak tenaga dan materi demi mendapatkan hal-hal baru dalam proses belajarnya. Misalnya ketika dalam perkuliahan, seorang mahasiswa yang cara belajarnya biasa-biasa saja setelah pulang dari perkuliahan kalau tidak mendapat tugas dari dosen maka akan langsung pulang ke kos atau kontrakan untuk istirahat atau mencari hiburan untuk menghibur diri demi menenangkan diri dan mendapatkan kesenangan sesaat.
            Sangat jauh berbeda dengan mereka yang cara belajarnya lebih dari biasanya, sepulang dari perkuliahan maka tentu mereka akan mencari hal yang lebih dalam tentang pelajarannya tadi  sewaktu di kelas atau baik yang berkaitan maupun yang berbeda demi mendapat tambahan wawasan yang lebih luas. Selain itu, tergambar juga pada proses belajarnya, mereka yang lebih luar biasa memiliki semangat dan antusias untuk bertanya dan mempunyai rasa keingin tahuan yang besar. Intinya semangat yang seperti itu akan muncul dalam diri seorang murid atau santri ketika awalnya mereka telah diberi wejangan-wejangan yang bersifat memaksa, baik dari orang tua maupun gurunya, sehingga akan terus berdampak dan memberikan semangat kepada diri murid atau santri yang telah tertanam dan telah menjadi kebiaasaan mereka sewaktu kecil.
            Keadaan yang memaksa akan membuat para murid atau santri untuk merasa terpaksa dalam mengerjakan setiap tugas atau suruhan dari guru. Namun sekali lagi, dalam keadaannya yang terpaksa itu, telah terbesit telah terselip sebuah hikmah yang besar di kemudian hari, yang mana akan di petik sendiri dan di dinikmati sendiri hasilnya oleh santri atau murid tersebut.
            Sejalan dengan itu, tidak sedikit juga dari para murid atau santri yang setelah diberikan paksaan terus menerus oleh guru kemudian dia merasakan hal yang berbeda dari yang lain, yakni merasakan hal yang tidak enak yang kemudian menjadikan murid tersebut tidak betah dengan keadaannya. Berangkat dari ketidak betahan itu kemudian menjadikan batinya resah dan akhirnya menjauhi guru. Sebab kelakuannya yang menjauhi guru maka sia-sialah mereka belajar karena tidak akan mendapatkan apa-apa khususnya berkah dari guru mereka sendiri.
            Maka dari situ kemudian sangat diperlukan untuk menanamkan dalam diri para murid, sifat rendah diri dan selalu menghormati guru yang mengajar dengan tulus. Karena tanpa adanya rasa menghargai maka akan membuat nafsu dalam jiwa murid berkuasa, sehingga lebih dominan dan mampu menjerumuskan mereka ke jalan kesenangan semata. Meninggalkan ketidak nyamanan dan keterpaksaan, tidak mau keluar dari zona nyaman, itulah penyakit kaulah muda yang harus sedini mungkin  dipahami dan dicegah.
            Berbeda dengan mereka yang menikmati keterpaksaan itu, tetap menjalankan perintah guru dan senantiasa menghargai jasa-jasanya, bagi mereka nanti adalah kesuksesan dan keberhasilan. Kebahagiaan akan mendatanginya sebab usaha-usaha dan pengorbanan yang telah dilakukan dahulu. Berangkat dari keterpaksaan sehingga lama-kelamaan menjadikan mereka terbiasa untuk mengerjakan tugas-tugas yang berat. Terus-menerus seperti itu, mendidik mereka menjadi pribadi yang lebih mandiri, bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
            Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian,bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.Gambaran dan cerminan proses perjalanan kehidupan para murid yang luar biasa telah mencakup pada satu kalimat pribahasa di atas. Mereka yang awalnya selalu dipaksa oleh guru kemuidan merasa terpaksa dan akhirnya terbiasa.
            Pemahaman yang lebih akan didapatkan mereka yang ingin bersungguh-sungguh dalam belajar. Sehingga dari pemahaman itu akan mempermudah mereka untuk menyelesaikan segala macam persoalan dan masalah dalam hidup mereka serta akan menuntun mereka untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan sejati.
            Hal yang semacam inilah yang sangat ditekankan kepada kami ketika mengikuti perkuliahan beliau. Berbeda dengan guru-guru yang lain, beliau lebih memberikan sebuah tekanan yang mendalam demi melihat kami terbiasa dalam menghadapi tugas-tugsa berat dan akhirnya akan dapat menyelesaikan semua masalah yang akan datang, sehingga mengantarkan kami kepada jalan keberhasilan.
            Padahal ketika melihat kepada prosedur pembelajaran di kelas-kelas lain, sangat jarang ada guru yang memberikan perhatian begitu besar kepada murid-murid atau mahasiswa-mhasiswinya. Bahkan mungkin hanya beliaulah seorang yang begitu tulusnya mengajar kami sampai memperhatikan dan mendidik kami hampir sama dengan anak kandungnya sendiri. Beliau tidak ingin melihat kami menjadi lulusan sarjana yang abal-abalan yang tidak memiliki kemampuan apapun dan tidak bisa diandalkan di masyarakat.
            Paling sedkitnya kami mahasiswa-mahasiswi yang telah dibimbing dan didik beliau kurang lebih setahun atau dua semester, dapat memberikan sumbangsih kepada masyarakat berupa sebuah tulisan atau buku bacaan hasil karya kami sendiri yang nantinya dapat bermanfaat dan di jadikan sebagai rujukan dalam kehidupan mereka masing-masing. Selain itu, karya yang berupa buku juga sangat berharga karena merupakan bahan bacaan yang menjadi amal jariah ketika terus menerus dibaca oleh orang banyak dan kemudian mereka amalkan dalam kehidupannya sehari-hari.
            Maka dari situlah kenapa kemudian kami terus-menerus dituntun untuk menulis oleh beliau. Diberi tahu cara-cara menulis yang baik dan benar, bagaimana memberikan kalimat-kalimat yang mudah di cerna pembaca, penggunaan tanda baca, dan lain sebagainya. Bahkan tidak hanya tentang metode penulisan, dalam perkuliahan juga selalu disisipkan beberapa kata mutiara, beliau terus-menerus menggodok semangat kami dengan kalimat-kalimat motivasi dan kata-kata bijaknya yang dapat membakar antusias kami untuk terus menerus belajar sehingga bisa menjadi bahkan lebih dari diri beliau.
            Kalau dipkir-pikir, proses belajar-mengajar yang diterapkan beliau itu bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan setiap dosen terhadap mahasiswanya. Penerapan metode yang diberikan sangat efektif dan membutuhkan perhatian yang lebih dari dosen itu sendiri kepada mahasiswa-mahasiswinya. Butuh pengorbanan waktu, tenaga materi dan lain-lain. Sampai saat ini hanya beliaulah yang memiliki metode seperti itu, maka sangat naiflah diri kami ketika tidak dapat memberikan hasil yang membanggakan kepada beliau yang telah berkorban demi kami para muridnya.
            Dengan ketulusannya beliau selalu datang tepat waktu bahkan tidak jarang lebih awal daripada kami dalam proses belajar-mengajar diperkuliahan. Banyak dari sifat beliau kepada kami yang menandakan ketulusannya dalam mengajar dan mendidik, hanya karena untuk melihat kami sukses dan memberikan atau menghasilkan karya-karya besar, padahal mirisnya kami sendiri tidak begitu perhatian terhadap apa yang saat ini kami jalani, khususnya dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan.
            Sikap yang masih kenak-kanakan belum sepenuhnya hilang dalam pribadi, sehingga dalam setiap pekerjaan masih harus selalu dipaksa dandiarahkan oleh orang lain. Belum bisa mandiri dengan totalitas, terlalu santai dan banyak bermain, itu semua adalah segelintir masalah internal dalam diri yang harus secepat mungkin dibenahi dan diperbaiki. Beliau memberikan semua yang menjadi solusi terhadap permasalahan demikian. Tidak ada kata mengeluh dalam mengarungi kehidupan dan harus selalu percaya diri untuk melakukan yang terbaik di setiap pekerjaan dan menjalankan amanah yang ada dengan tulus.
            Kebiasaan yang tadinya adalah keterpaksaan kini menjadi hal yang nyaman untuk dikerjakan, bahkan dalam keseharian ketika mendapat tugas dari beberapa guru atau dosen dapat diselesaikan dengan hati yang senantiasa tenang. Bukan merupakan hal yang sukar lagi dalam mengerjakan tugas-tugas yang lain karena dari awal memang sudah pacu untuk sering-sering membuat tugas yang jauh lebih sulit dari biasanya, dan sering menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang produktif.
            Semua pekerjaan atau tugas dapat terselesaikan dengan sempurna, karena telah menjadi kebiasaaan. Tugas berikutnya adalah bagaimana cara untuk dapat mengembangkan kebiasaan itu menjadi sebuah karya besar yang bisa dihitung, bernilai besar dan bermanfaat untuk banyak orang. Maka dalam keseharian harus terus mencoba memberikan dan memasukkan hal-hal inovatif dan bervariatif.
            Barang kecil akan bernilai besar kalau memiliki di dalamnya suatu yang unik dan berbeda dari yang lainnya. Sebab, yang menjadi perhatian orang banyak adalah karena mereka mendapati hal yang baru dan belum pernah ditemukan. Maka dari itu kami sangat dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan bersama beliau khususnya.
            Setelah dapat menciptakan hal yang inovatif dan variatif maka dari hasil kekreatifan itu lama kelamaan akan menjadi sebuah karya yang bisa di publikaskan dan dibaca oelh banyak orang. Berapa banyak karya yang dapat dihasilkan seperti itu pula tingkat wawasan dan kecerdasan intelektual seseorang dapat diukur. Dari karya-karya itu juga nantinya akan menjadi tolak ukur keeksistensian diri seseorang dalam kehidupannya. Sebab, akan dapat membuat mereka menjadi dikenal oleh banyak orang.
            Karya yang dibaca semakin melambung tinggi dan menjadi bahan rujukan banyak orang dalam berbagai disiplin ilmu, dengan begitu maka apa yang telah dihasilkan sudah bisa dikatakan berhasil. Sebab itu semua yang menjadi harapan beliau kepada setiap mahasiswa-mahasiswinya, yakni menjadi orang besar, berharga dan luar biasa.
            Beliau karena berangkat dari ketulusannya untuk mengajar kami, sehingga apa yang diberikan insyaallah akan terus tertanam dan berakar dalam benak dan kepribadian kami mahasiswanya. Tidak hanya ketulusan yang telah beliau berikan, rasa cinta yang berupa perhatian juga menjadi bagian dari bukti kesungguhan untuk melihat kami berhasil. Meskipun kepada beberapa mahasiswa yang mendapat sanksi akibat kelalaiannya merasa kecewa, namun beliau yakin untuk beberapa tahun kedepan ketika mereka telah berhasil, maka tempat berterimakasih yang paling besar mereka akan berikan kepada beliau.
            Cinta dan kasih sayang beliau hadirkan dalam proses pembelajaran, menganggap kami sebagai anak kandungnya dan kami menganggap beliau sebagai orang tua kami sendiri. Tidak hanya masalah yang terkait dengan perkuliahan yang beliau tanyakan, akan tetapi semua masalah terkait pribadi dan keseharian kamipun juga terkadang beliau ingin tahu. Kemudian setelah mengetahui beberapa kebiasaan buruk itu, maka seketika beliau memberikan arahan dari perilaku yang lebih sepantasnya untuk kami lakukan.
Tidak jarang dari apa yang beliau tanyakan dan arahan yang beliau berikan adalah suatu hal yang belum pernah ditanyakan dan diberikan oleh orang tua kandung kami sendiri. Perttanyaan seputar cara melipat sarung misalnya, Beliau pernah menanyakan hal demikian kepada salah seorang teman ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Selain itu, jarang potong kuku, terlambat bangun pagi, dan lain sebagainya selalu beliau ingin tahu dan perbaiki dalam pribadi dan keseharian kami.
Meskipun terkadang dalam keseharian ketika di dalam kelas dan pada proses belajar-mengajar kami mengeluh, akan beberapa tugas dan terkait metode pembelajaran yang diberikan sepertinya agak menekan dan memang lebih banyak dari yang lain, namun beliau tetap memberikan jaminan akan keberhasilan yang nantinya dapat tercapai ketika kami sungguh-sungguh untuk belajar. Tidak ada batu bersinar tanpa tumbukan dan polesan yang mengguncang, tidak ada pencapaian besar didapatkan dari usaha yang kecil.
Pada akhirnya, pengamalan dari metode pembelajaran yang telah dikatakan seorang ulama tadi, yakni Dipaksa, Terpaksa, Terbiasa, Berharga dan Luar biasa adalah sebuah cara yang paling efektif untuk diamalkan, baik pada sebuah lembaga tertentu maupun pada kelompok-kelompok pembelajaran yang kecil. Dengan niat pertama yang harus ditanamkan dari seorang guru, ustad atau dosen, yakni niat tulus mengajar dan mendidik murid atau mahasiswa-mahasiswinya. Agar menjadi orang yang dapat melampaui keberhasilan atau ilmu yang dimiliki oleh gurunya masing-masing.
KARENA BANTAL DAN KERINGAT TAK PERNAH SENADI
            Seorang penyair puisi terkenal asal madura, sumenep, K. H. Zawawi Imron mengatakan dalam bait terakhir sebuah puisinya karena bantal dan keringat tak pernah senadi. Seketika aku membaca kalimat itu, masih mengambang dalam pikiran akan makna yang terkandung dalam kalimat ini. Sebab, begitu tingginya diksi yang digunakan beliau sehingga bagi para rookie sepertiku masih sulit untuk menjangkau kalimat-kalimatnya, perlu telaah lebih dalam dari setiap makna yang beliau tulis.
             Selang beberapa hari aku bertemu dengan ustad Ainul Yaqin (asisten dosen Prof. Ali)  yang juga pernah membaca puisi tersebut, beliau memberikan penjelasan terkait makna yang tersirat dalam kalimat tadi, “Maksudnya orang yang kerjanya hanya selalu santai dan bermain maka mustahil untuk mendapat keberhasilan” Jelas ustad memberikanku pemahaman. Ternyata yang dimaksusdkan oleh K. H. Zawawi Imron adalah seperti itu, sangat sulit untuk dipahami jika hanya sekilas membaca.
            Apa yang dikatakan beliau pada puisinya sama persis maknanya dengan apa yang dikatakan Ustad Prof. Moh. Ali Aziz. Dosen teladan terbaik di kampus. Beliau pernah berkata dalam salah satu pertemuan ketika di wawancarai di salah satu stasiun radio di Surabaya, “Orang berada di gunug himalaya, tidak di sana dengan tiba-tiba” Meskipun beda lafadznya, namun makna yang terkandung dalam dua kalimat yang dikatakan sama.
            Orang yang hanya bisa bermimpi tanpa mau berusaha adalah orang bodoh, dan orang yang hanya mau berusaha tanpa pernah berdoa dan bertawakkal adalah orang sombong. Banyak dari sekian pemuda saat ini hanya bisa berceloteh mengemukakan impian mereka yang sangat tinggi, namun sangat miris dengan keadaan dan proses yang dilakukan untuk menggapai dan mencapai cita-cita mulianya itu. Mereka hanya bersantai dengan terus bermain tanpa ada pekerjaan yang bersifat mendukung terhadap apa yang dia cita-citakan.
            Prof. Ali adalah merupakan dosen kami yang selalu memberikansemangat dan motivasi belajar. Beliau sangat menekankan kepada mahasiswanya untuk terus berusaha dan bertawakkal demi mencapai harapan dan impian mereka. Dalam setiap perkuliahan beliau memberikan kami wejangan dan tugas-tugas yang lumayan sulit, dan banyak. Demi pembelejaran buat kami untuk mulai membiasakan diri menghargai waktu dengan sebai-baik mungkin, disiplin dan kerja keras untuk menjadi tauladan yang baik.
            Pada semester dua kali ini beliau memberikan pengajaran tentang tafsir BKI, beliau memiliki prosedur atau metode pembelajarannya sendiri, tidak terlalu mengikuti kepada apa yang telah di tetapkan oleh kampus khususnya fakultas dakwah. Beliau ingin menguji pemahaman kami, sebesar apa kemampuan dan nalar kami bekerja untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan atau munasabah  (kesesuaian) dalam sebuah ayat yang ingin dibahas dalam mata kuliah beliau.
            Padahal dalam ketetapannya, setiap ayat yang akan dibahas telah diterdapat dan sudah ada korelasi dan kesimpulannya di modul yang berkaitan konseling. Hanya tinggal dihafalkan dan diberi tambahan sedikit berdasarkan pemikiran  dari teman-teman yang telah ditetapkan bersama. Beliau ingin menganjurkan kepada kami untuk memikirkan sendiri keterkaitannya tanpa harus merujuk pada ketetapan yang telah ada.
            Menuntut kepada kami untuk lebih bekerja keras dan lebih giat belajar, sehingga bisa menjadi orang handal dan memiliki banyak karya besar seperti beliau. Setelah beliau menyuruh kami untuk mencari korelasi dan kesimpulannya sendiri, kemudian baru beliau memberikan masukan dan membenarkan terhadap pernyataan-pernyataan yang agak rancu dari hasil pemikiran teman-teman.
            Dalam proses diskusi di kelas juga beliau memberikan tuntunan, membimbing kami untuk selalu senantiasa aktif bertanya dan berbicara di depan. Tidak hanya diam seperti batu tanpa suara tanpa gerak. Beliau menghendaki kepada kami mahasiswanya untuk bisa merasionalkan sendiri terhadap permasalahan yang setiap saat dibahas dalam proses belajar-mengajar diperkuliahan.
            Begitu banyak metode yang beliau berikan kepada kami yang belum pernah ada dan beda dari metode-metode mengajar dosen lainnya. Ketika waktu ulangan juga beliau memiliki metode tersendiri yang mana dengan cara memberikan ujian setiap minggu setiap pertemuan, dengan membagi pembahasan dari tiga kitab tafsir yang menjadi bahan rujukan dalam proses pembelejaran di kelas.
            Metode uijan dengan cara perminggu membuat kami lebih harus belajar keras dan giat, karena dari semua ulangan tiap minggu itu yang nantinya menjadi nilai akhir perkuliahan kami dengan beliau. Beliau memberikan ujian tiap minggu namun tanpa adanya UAS (ujian akhir semester) layaknya yang dilakukan dosen-dosen lainnya. Berbeda dengan yang lainnya. Selain itu juga beliau menilai dari keaktifan kami selama pembelajaran di dalam kelas, seberapa sering kami mengangkat tangan untuk bertanya dan seberapa sering kami menjawab pertanyaan dalam proses diskusi. Tidak hanya itu, cara kami menjelaskan juga menjadi penilaian tersendiri oleh beliau.
            Harapan beliau adalah menjadikan setiap dari kami mahasiswanya menjadi seorang yang besar dan memiliki karya-karya terkenal yang bisa menjadi bahan bacaan dan bermanfaat bagi orang banyak. Oleh karena itu beliau sangat perhatian dalam mengajari kami, memberikan yang terbaik buat mahasiswanya demi kesuksesan dan keberhasilan kami. Beliau melarang keras bagi kami untuk bersantai-santai dan lalai dan proses belajar.
            Kedisiplinan dan kejujuran khususnya, adalah merupakan dua sikap yang sangat beliau tekankan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Kami diberi kesempatan untuk masuk dalam kelas ketika pagi hari selambat-lambatnya lima belas menit setelah jam pelajaran berlangsung, selain itu ketika ditanyai tentang apapun beliau tidak menilai kepada baik tidaknya yang dikatakan namun beliau menilai kepada jujur tidaknya jawaban yang kami keluarkan dan sampaiakan kepada beliau.
            Ketatnya kedisiplinan dalam kelas membuat tidak sedikitnya dua orang dari teman dikeluarkan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Yang pertama adalah teman laki-laki kami dari Kediri, dia disuruh menutup pintu dari luar seketika dia terlambat datang masuk kelas, beliau telah datang dan sekitar lima belas menit lebih awal dari Rifki. Malang nasib Rifki karena ketiduran dan tidak ada yang membangunkannya, alhasil dia tidak diperkenankan masuk satu pertemuan saat itu dan mendapat hukuman yang mendidik dari beliau.
            Tidak hanya Rifki yang tidak disiplin, masih ada satu teman dari putri yang juga dikeluarkan dari kelas, namanya Sofiatul Jannah. Dia disuruh keluar kelas karena melakukan pelanggaran yakni membawa handphone ketika proses belajar-mengajar, yang salah adalah karena dia memainkan handphone saat beliau tengah menjelaskan di depan. Fatalnya dia juga duduk paling depan tepat berhadapan dengan beliau. Seketika dia kedapatan, beliau langsung menanyainya terlebih dahulu, “kamu lagi ngapain? Main handphone ya” tanya beliau, “iya ustad” jawab Sofi terbata-bata. Tanpa basa-basi beliau langsung menyuruh Sofi keluar kelas. Dengan kaki yang melangkah perlahan-lahan Sofipun keluar.
            Sesaat setelah Sofi keluar, beliau menjelaskan kepada kami bahwa hal seperti yang dilakukan Sofi tadi adalah perilaku yang tidak baik dan jangan sampai terulang kedua kalinya, itu sebagai pelajaran bagi yang lainnya untuk tidak bermain-main ketika dalam proses belajar-mengajar berlangsung. Sofi diberikan hukuman kepada beliau untuk menulis surat Al-Waqiah dan harus dikumpulkan minggu depan pada pertemuan selanjutnya. Tidak hanya dalam proses belajar-mengajar beliau mendidik kami, tapi juga ketika beliau memberikan hukuman, hukuman yang diberikan berupa pekerjaan yang mendidik daan bermanfaat untuk pribadi yang dihukum juga.
            Setelah kejadian yang dialami oleh dua teman tadi yakni Rifki dan Sofi, maka semua teman sudah takut untuk melakukan hal-hal yang bisa mengakibatkan mereka terkena hukuman juga. Semua lebih berhati-hati, sebelum jam pelajaran beliau dimulai semua anak sudah ada di kelas, bahkan sebagian anak lari-lari dari satu kelas yang sebelumnya di tempati untuk intensif ke kelas yang digunakan untuk belajar bersama beliau, sakin takutnya melakukan pelanggaran dan harus tetap disiplin.
            Beliau memiliki asisten dosen yang bernama Ustad Ainul Yaqin dia alumni Mesir Universitas Al-Azhar, asli Surabaya, dia juga menjadi dosen di Fakultas Dakwah namun sekaligus menjadi asisten dosen Prof. Ali. Terkadang kalau beliau tidak sempat hadir Ustad Ainul yang menggantikan. Hampir sama dengan Pak. Prof, Ustad Ainul Yaqin juga memiliki kedisiplinan yang sangat baik, terkadang beliau datang lebih awal.
            Pakaian yang digunakan Pak. Prof selalu rapih, bersih dan berwibawa, begitu pula Ustad Ainul Yaqin. Selaku asisten orang besar, Ustad Ainul sangat tawadhu’kepada Pak. Prof. Ustad Ainul tidak akan berani mengaawali pembicaraan ketika duduk berdampingan atau kalau ada Pak. Prof, juga ketika beliau ada Ustad Ainul selalu ingin mencium tangan beliau seperti layaknya teman-teman yang lain. Rasa hormat Ustad Ainul dan sikap tawadhu’nya menjadi tauladan bagi aku dan teman-teman.
            Dua guru yang memiliki kepribadian luhur dan sikap bijaksana serta berwibawa itu membuat kami merasa bangga bisa sempat menjadi mahasiswanya. Apapun yang ditugaskan oleh beliau menjadi tanggung jawab besar yang harus selalu kami kerjakan lebih dahulu. Sebanyak apapun tugas yang diberikan dan seberapa sulit pun tugas dari beliau, kami tetap semangat untuk mengerjakannya. Bahkan tidak sedikit dari teman-teman yang tidak lagi peduli atau melihat waktu dan tempat ketika mengerjakan tugas dari beliau, sakin semangatnya. Sebab perkataan beliau selalu teringat dalam benak teman-teman, yang mengatakan kesuksesan yang nyata dihasilkan dari usaha yang besar.
            Satu metode yang paling aku suka ketika beliau mengajari kami, yakni saat pemberian apresiasi yang berupa buku dan foto langsung bersamanya. Selain itu juga mendapat tanda tangan dan nilai sempurna. Tidak ada dosen yang lain melakukan hal seperti itu, memberikan apresiasi kepada mahasiswanya ketika mereka mendapat nilai tertinggi. Hanya beliau yang dengan tulusnya memberikan hadiah, agar kami senantiasa semangat dan menimbulkan daya saing dalam kelas.
            Salah satu temanku yang paling sering mendapatkan apresiasi dari beliau adalah dari putri, namanya Lia Lutfiana, dia dari Bojonegoro. Dia mendapat nilai tertinggi kurang lebih sebanyak empat kali pada semester dua ini, dalam setiap ulangan yang dilaksanakan per-minggu. Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan prestasi seperti itu dalam kelas kami, karena semua teman-teman memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, dan soal yang dibuat beliau juga merupakan soal yang tidak mudah. Bentuk soalnya tidak seperti soal pada umumnya, menggunakan kode “a-b(benar-salah)” dalam menjawab, dan tidak  jarang disuruh untuk menulisakan ayat yang menjadi pembahasan saat itu, melanjutkan ayat dan lain sebagainya.
            Ketika satu pertemuan Pak Prof. Tidak sempat hadir, yang menggantikan beliau adalah Ustad Ainul, dia juga menyediakan apresiasi buat yang mendapatkan nilai tertinggi, namun saat itu hadiahnya bukan berupa buku, majalah atau yang serupa dengan yang biasanya diberikan Pak Prof.. Melainkan Ustad Ainul membawa minuman seperti Milo, Teh Botol dan lain-lain. Pada saat itu pula aku sempat mendapat salah satu hadiahnya, yakni susu. Namun, berbedah dengan yang lain, sebab aku mendapat apresiasi karena menjawab pertanyaan dari Ustad Ainul, kalau yang lain karena mendapatkan nilai tertinggi saat ulangan bersama di dalam kelas.
            Namun hal itu tidak menurunkan semangatku untuk terus bersaing bersama teman-teman di dalam kelas pada setiap mata kuliah, khususnya kuliah bersama Pak. Prof. dan Ustad Ainul Yaqien. Salah satu kemampuanku yang masih di bawah rata-rata teman sekelas adalah dalam bidang bahasa Arab dan kitab gundul. Sebab, dari pondok memang belum terlalu mendalami. Sedangkan teman-teman, hampir semua fokus kepada dua bidang disiplin ilmu. Bahkan ada temanku yang dari Pontianak yang setiap harinya fokus mempelajari tentang bahasa Arab saja, dan tidak belajar tentang ilmu umum sama sekali.
Dia yang tidak pernah mempelajari segala sesuatu yang berkaitan tentang KTI (karya tulis ilmiah) tiba-tiba di bangku perkuliahan dihadapkan dengan makalah, makanya ketika masih awal-awal dia sempat drop dan kaget, untungnya para dosen yang di semester satu saat itu masih memaklumi dan memberikan sedkit keringanan bagi kami, sehingga temanku yang tadi bisa sedikit-sedikit belajar tata cara membuat makalah yang baik dan benar.
Dengan kesunguhannya untuk bisa mengikuti jejak teman-teman lain, yang telah mahir dalam bidang tersebut akhirnya, sampai saat ini dia juga sudah bisa membuat makalah sendiri bahkan mengetahui sedikitnya tentang tata cara tulis menulis yang sesuai dengan aturan yang semestinya.
Setiap teman dalam kelasku memiliki semangat dan potensi belajar yang besar, sehingga segala sesuatu yang menjadi kelemahan mereka semisal dalam bidang ilmu tertentu, langsung bisa diburu dan dikuasai dengan cara bertahap. Dengan cara mencari senior atau kakak kelas yang mahir dalam bidang tersebut, kemudian belajar bersama dengan intensif bahkan tidak sedikit yang privat. Sebab dorongan dan motivasi yang terus-menerus diberikan oleh Pak Prof. membuat teman-teman sadar akan kemampuan pribadi dirinya yang masih banyak kekurangan dan harus segera diperbaiki.
Semangat Pak Prof dalam mendidik kami sampai ingin melihat kami berhasil juga tergambar ketika beliau menawarkan kepada kami untuk mendatangkan seorang Syekh dari Arab sebagai pemateri dalam pertemuan terakhir dengan beliau pada mata kuliah Tafsir BKI semester dua. Terlebih ketika beliau mengatakan bahwa ketika kami telah merumukkan dan menyetujuinya maka langsung bisa didatangkan tanpa biaya sepeserpun. Beliau ingin mengasah kemampuan berbahasa Arab teman-teman dengan cara seperti itu, serta menambah wawasan keilmuan yang berhubungan dengan orang Arab tentunya.
Saat itu seketika teman-teman setuju, maka langsung dibentuklah tim atau panitia khusus yang mengatur sistem berjalannya acara tersebut. Beberapa hari kemudian berita tersebut sampai ke telinga ketua prodi Pak Agus, dan dari rekomendasi beliau maka ternyata acara tadi yang rencananya hanya diadakan di dalam kelas yang mana pesertanya hanyalah kami semua, berubah menjadi acara besar, yakni acara prodi dan pesertanya dari seluruh mahasiswa BKI dan para dosen. Tentu dengan kepanitiaan yang semua anggotanya adalah satu kelas kami.
Pembahasan saat itu adalah tentang bagaimana proses pendidikan yang ada di Indonesia dengan pendidikan yang ada di Mesir. Pemateri juga menjelaskan tentang bagaimana gejolak perang saudara yang saat ini sedang gencar-gencarnya terjadi antar sesama umat muslim itu sendiri, apa pemicunya, solusi yang harus dilakukan dan bagaimana pencegahan yang bisa dilakukan sedini mungkin khususnya di Indonesia agar tidak terjadi perpecahan seperti di Negara muslim bagian Arab.
Tidak lupa Syekh menyisipkan pembahasan terkait terosris yang juga menjadi penyakit dalam kubu umat muslim. Karena kelakuan teroris yang sembrono membuat Islam dipandang cacat oleh sebagian orang yang tidak memahami Islam secara utuh melainkan hanya memandang dari satu sisi saja. Apa saja yang mesti dilakukan untuk mencegah persepsi buruk tentang Islam dan bagaimana mencegah terjadinya regenerasi para teroris khususnya di Indonesia.
 Salah satu pencegahan dijelaskan beliau adalah dengan menanamkan sejak saat ini dalam diri kaulah muda khususnya tentang pengajaran Islam secara utuh, bagaimana memaknai Islam dengan benar sebagai agama rahmatan lil alalmin dan bukan sebagai perusak, pembunuh dan lain sebagainya. Sebab yang menjadi pemicu utama munculnya paham jihad keras seperti itu adalah karena masih kurangnya pemahaman agama dari umat muslim sendiri, hampir semua pengikut dari mereka yang menjadi pasukan rela mati adalah orang awam terhadap agama, mereka hanya terpikat dengan kata-kata yang mengindah-indahkan pencapaian dari jihad yakni mendapat kemuliaan disurga kelak dengan bidadarinya dan lain sebagainya.
 Padahal jihad yang mereka maksud dan jihad yang sebenarnya yang dimaksud dalam syariat sangat jauh berbedah.  Jihad yang sebenarnya adalah jihad melawan orang kafir yang memerangi kita juga, tidak semua dari mereka harus dilawan, ada juga yang harus dilindungi. Dalam peperangan itupun terdapat aturan-aturan yang harus diketahui, sebagian diantaranya tidak boleh membunuh orang tua, anak kecil, dan merusak tumbuh-tumbuhan. Tidak boleh asal bom, asal membunuh seperti membabi buta.
Ketika acara berlangsung tidak semua peerta dalam ruangan memperhatikan dengan seksama, karena hanya sebagian kecil dari mereka yang betul faham tentang bagaimna berbicara dan mendengarkan dengan bahasa Arab yang benar dan baik. Sebab Syekh tersebut menjelaskan materi dengan berbahasa Arab, baru setelah sesi tanya jawab Ustad Ainul memberi sedikit terjemahan atas apa yang dikatakan oleh pemateri yakni Syekh tersebut.
Penanyapun tidak lebih dari lima orang, dan mereka semua rata-rata yang duduk pada barisan depan, salah satu penanya adalah Mizan Asrori dari kelas kami yang kemampuan bahasa Arabnya memang sudah diakui teman-teman lainnya. Selain Mizan yang bertanya juga ada dari dosen langsung dan memang beliau yang bertanya adalah dosen yang mengajar bahasa Arab dan lulusan Al-Azhar Mesir.
Beberapa teman sempat mengeluh tentang kepanitiaan saat itu, karena kenapa mesti semuanya diurus oleh kelas kami tanpa adanya sumbangsih panitia dari yang lain padahal yang jadi peserta adalah semua mahasiswa prodi BKI saat itu. Namun, dengan adanya teman yang lain memberikan sedkit pencerahan dan masukan bahwa kami tetap harus berfikir postif akan hal ini, yakni ketika kami di amanahkan menjadi panitia, meskipun mendapatkan sedkit kelelehan tanpa pemerataan, maka itulah hikmah besar bagi kami. Sebab itulah yang akan menjadikan kami lebih dewasa, mahir dalam mengatur sebuah acara, dan selalu dekat dengan beliau.
Pada saat setelah acara, diskusi dan bincang-bincang serta makan-makan cemilan bersama dengan syekh dilanjut di ruangan BKI. Ustad Ainul sebagai moderator saat itu memperjelas hal-hal yang tadi masih belum dijelaskan secara terperinci di dalam ruangan. Selain itu Ustad Ainul juga memohon maaf atas segala kekurangan yang ada sekaligus berterimakasih dengan sebesar-besarnya karenatelah mau hadir berbagi ilmu dengan para mahasiswa-mahasiswi BKI khususnya.
Begitu banyak pengalaman dan cerita sedih yang dibagikan oleh Syekh kepada segenap mahasiswa tentang duka yang dialami saudara muslim di Negara bagian Arab, membuat rasa empati muncul dalam diri setiap orang yang berada dalam ruangan tadi. Satu penyesalan adalah karena tidak bisa memberi kontribusi langsung kepada saudara-saudara, hanya doa dan sedekah yang bisa terus dikirimkan dari negara ini. Sedihnya lagi karena tidak sanggup mendengar berita duka mereka yang mati di usia mudah, menerima penderitaan tanpa kesalahan sama sekali, mati dalam keadaan yang sadis dan lain sebagainya.
Berangkat dari kesemua itu kemudian mampu menyadarkan diri, bahwa betapa pentingnya untuk terus bersyukur terhadap setiap situasi dan keadaan yang dirasakan saat ini, karena ketika membandingkan dengan mereka saudara muslim yang sudah tidak memiliki tempat tinggal dan selalu merasa cemas, takut ketika mendengar suara keras yang disangka bom, maka kita jauh lebih di atas dari kenikmatan yang didapat.
            Usaha yang dilakukan dengan ikhlas dan tulus akan membawa kepada ketabahan hati dan kejernian jiwa, akan menghasilkan hal-hal lebih dari hajat yang diharapkan. Yakinlah bahwa setiap apa yang kita harapkan semuanya pasti didengar oleh Sang Maha Pendengar. Terpenting adalah bagaimana kita bisa menyalurkan hajat itu dengan sebenar-benarnya usaha dan setelah bertawakkal kepada Sang Ilahi Rabbi.
KARYA PERDANA, HASIL DIDIKAN BELIAU YANG MEMBANGGAKAN
            Seketika aku terkejut ketika pada saat kemarin aku terpilih menjadi salah satu calon peserta yang boleh mengikuti workshop di Yogjakarta dalam hal tulis-menulis.
            Kemarin aku dan temanku Mizan mencoba untuk mengikuti sebuah workshop. Agar bisa menjadi peserta dan ikut berpartisipasi disana, kita disuruh untuk menulis dan membuat sebuah artikel tentang mewartakan isu keberagaman. Workshop itu diadakan setahun sekali dan bersifat umum, maksudnya dalam naungan pers se-Jawa Timur dan Jawa Tengah. Bagi peserta yang lolos akan ditanggung seluruh biaya akomodasi yang meliputi biaya menginap, transportasi pulang-pergi, makan selama acara berlangsung dan lain sebagainya.
            Tempatnya diadakan di salah satu hotel di tengah-tengah kota Yogyakarta. Awalnya aku tidak mengetahui tentang adanya worksohp ini, akan tetapi tiba-tiba Mizan temanku mengajakku untuk mencoba mengikutinya dan mengirim tulisan ke alamat e-mail yang telah di tentukan panitia. Aku mengambil judul “Perbedaan sebagai tonggak persatuan”. Perkiraan aku membuatnya kurang lebih tiga hari tiga malam. Kemudian pas hari terakhir baru aku sama Mizan mengirim tulisan tersebut, tepat jam sebelas malam dan deadlinenya adalah jam dua belas.
            Selang beberapa hari pengumumannya keluar. Lebih cepat dari waktu atau tanggal yang dikatakan panitia sebelumnya. Saat itu pas waktu aku dan Mizan pulang dari kuliah, kami mencoba buka internet dan ternyata hasilnya sudah ada dalam bentuk tabel dan nama-nama peserta yang lolos berjumlah dua puluh lima orang. Sempat merasa deg-degan ketika akan melihat daftar nama-nama yang terpilih.
            Dengan perlahan Mizan membuka group lomba tersebut dan melihat hasil atau daftar nama-nama peserta yang lolos. Sebelumnya jug, ternyata baru kusadari yang ikut dalam worksop ini peminatnya banyak, sampai tidak sedikit dari kakak kelas di perkuliahan yang juga ternyata mencoba untuk mengirimkan tulisannya.
            Perlahan  tapi pasti Mizan melihat nama-nama yang tertera, aku yang masih berada di kamar juga segera turun ke lantai satu untuk melihat hasilnya. Melihat dari nama paling atas, aku langsung tertuju kepada nama yang berawalan huruf “M” karena memang kalau memastikan aku yang lolos kayaknya sulit, aku hanya yakin Mizan temanku masuk karena dia telah memiliki bakat handal dalam hal yang satu ini.
            Dari rentetetan nama-nama yang terlampir, aku tidak menemui nama Mizan. Terus setelah itu baru aku mencoba untuk melihat apakah ada namaku. Belum sempat selesai aku baca ulang nama rentetan dari atas, Mizan temanku langsung menepuk bahu kananku seraya mengucapkan selamat. Aku sempat terkejut dan heran, maksudnya apa, tidak mungkin aku lolos kamu tidak ikut. Kataku dalam hati.
            Dia menunjukkan jarinya ke arah monitor layar laptopnya, dan ternyata di situ ada tercantum namaku, dan memang namaku karena telah kubaca berulang-ulang seperti tidak percaya akan apa yang terjadi barusan. Setelah itu Mizan langsung membuat status dan menandaiku. Rasa senang bercampur malu saat itu yang kurasakan, karena bagaimana mungkin aku yang pemula bisa terpilih menjadi salah satu peserta sedangkan dia Mizan yang telah mahir dan sering mengikuti event-event tidak menjadi peserta dalam workshop kali ini.
            Sejenak aku terdiam dan mengingat, aku beranggapan pasti hasil yang kudapatkan hari itu adalah hasil dari didikan beliau yang telah memaksa, menuntun, membimbing dan mendidik kami untuk terus menulis dan memperbaiki tulisan agar dapat menghasilkan sebuah karya yang membanggakan pribadi dan orang lain.
            Pada hari itu aku merasa tidak enak dengan Mizan, dan akhirnya aku sedikit diam dan mencoba untuk tetap tenang. Sampai pada waktu hari H tiba, aku merasa tidak enak karena keputusan yang ada itu. Salah satu temanku mengatakan kepadaku bahwa ‘’keberuntungan itu adalah prestasi’’ mulai saat itu aku meyakini bahwa memang mungkin saat ini aku tidak lah lolos dengan murni melainkan hanya keberuntungan semata. Kemudian aku masih harus banyak belajar menulis khususnya kepada Mizan temanku yang telah mahir dalam bidang tersebut.
            Pada akhirnya aku mengikuti workshop tersebut yang berlangsung selama tiga hari di salah satu hotel Yogyakarta. Tidak lupa sebelum pulang aku mencari hadiah untuk teman-teman, salah satunya adalah makanan khas kota itu. Terkhusus kepada teman-teman yang berada dalam satu lembaga atau organisasi pers di kampus, aku berikan satu buku kepada masing-masing mereka guna dipelajari dan menambah wawasan bersama-bersama.
            Adapun bentuk tulisanku yang beruntung pada saat itu adalah di bawah ini:

            PERBEDAAN SEBAGAI TONGGAK PERSATUAN
Pembahasan tentang polemik keberagaman tidak akan ada habisnya. Sebab, setiap hal baru yang muncul dalam kehidupan, mutlak akan menjadi perbedaan baru dalam sebuah lingkungan, sehingga terus berlanjut dan menambah keberagaman dalam siklus kehidupan. Namun, satu poin penting yang harus dipahami adalah bagaimana cara yang benar menyikapi perbedaan dalam keberagaman.
Berbagai persepsi yang menyimpang dalam menyikapi sebuah perbedaan, telah tumbuh dalam benak masyarakat radikal. Salah satu penyebabnya adalah, karena menganggap bahwa perbedaan itu hanya sebagai tolak ukur, atas kelebihan atau keunggulan terhadap segala sesuatu yang berbeda. Padahal, setiap keberagaman yang telah ada dan berkembang dalam suatu daerah, patut disyukuri terus kemudian dikembangkan, agar nantinya bisa mendapat nilai sosial yang positif serta menambah keunikan dan memberi manfaat besar pada daerah itu sendiri.
 Sejatinya, perbedaan  antar umat adalah anugerah dan rahmat. Sebab, dengan banyaknya perbedaan, maka beragam pilihan dalam kehidupan juga akan semakin bertambah dan menarik, tanpa sedikitpun mengurangi nilai positif akan ke eksistensian terhadap sesuatu yang telah lebih dulu ada. Selain itu, dengan banyaknya perbedaan akan memberi alternatif lebih, yang nantinya akan mempermudah umat dalam memilih solusi terbaik untuk menyelesaikan berbagai masalahnya.
Khususnya di Indonesia, keberagaman sangat mudah ditemukan. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di dunia. Kaya akan laut dan pulaunya, sehingga pada kancah Internasional lebih dikenal sebagai negara maritim dan negara kepulauan. Kemudian, dengan adanya ribuan pulau yang membentang pada garis lintang Indonesia, secara bertahap menumbuhkan multikultural, kepercayaan, dan bahasa di dalamnya.
Sejalan dengan itu, maka kemudian dirumuskan sebuah semboyan, yang bertujuan sebagai prinsip pemersatu bangsa, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” (berbeda-beda tapi tetap satu). Semboyan yang sangat kompleks dan tepat untuk merangkul semua kalangan masyarakat Indonesia di setiap lini yang tengah terhimpit masalah perbedaan, khususnya dari segi keyakinan, ekonomi, budaya dan bahasa.
Selain itu, demi mendamaikan pergolakan antar budaya yang kian carut-marut, interpretasi lebih dalam akan makna semboyan tadi sangat perlu untuk dilakukan. Sebab, ada begitu banyak intisari dari nilai sosial yang terselubung pada kalimat tersebut yang belum diketahui masyarakat pada umumnya. Salah satunya, yaitu terkait masalah hak. Perlu dipahami kembali bahwa setiap manusia memiliki hak yang meliputi segala aspek kehidupannya. Oleh karena itu, semua jenis perbedaan terkait hak individual tidak bisa begitu saja divonis sebagai sebuah kesalahan, selama masih dalam tahap kewajaran, juga tidak melanggar norma-norma kehidupan atau hukum yang telah ditetapkan, maka perbedaan itu masih tergolong anugerah.
Terlebih dengan adanya prinsip pemersatu “Bhinneka Tunggal Ika”, maka secara tidak langsung akan membuka hati dan pikiran setiap masyarakat, tentang begitu pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Meskipun betapa banyak perbedaan yang harus dihadapi dan betapa banyak perbedaan yang nantinya akan muncul, intinya kita tetap satu, berada pada satu atap dan satu tanah, tanah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Dengan menanamkan dua kata kunci dalam jiwa setiap insan, yakni sikap toleransi dan saling menghargai, maka persatuan, perdamaian dan kesejahteraan tidak lagi hanya sebatas mimpi dan angan-angan bangsa. Sebab, dengan mengamalkan dua sikap tersebut, secara perlahan akan menyadarkan mereka yang masih fanatik dan fundamental, bahwa mereka hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk yang memiliki multikultural. Sebagai bukti keberhasilan segenap masyarakat dalam mewujudkan dan merealisasikan cita-cita bangsa. Yang pada akhirnya akan senantiasa hidup rukun dalam perbedaan, saling membantu dan menjaga satu sama lain.
***
Sebelum mengikuti workshop yang di Yogyakarta itu, aku juga sudah kurang lebih dua kali mengirim tulisan ke Kompas dalam bentuk argumen, yang berupa tantangan. Aku menulisnya karena ingin berlatih atau melihat sudah sejauh mana perkembanganku dalam hal tulis menulis khususnya. Kemudian dengan cara sepeti itu, menurutku mungkin akan bisa menjadi tolak ukur yang tepat.
Berikut beberpa tulisan atau argumenku terkait dua tema yang diajukan Kompas Kampus tiap minggunya. Tema yang Pertama tentan “Wanita Berpolitik” dan adapun tema yang kedua adalah “Melestarikan Kain Nusantara”.

MENGAJAK KAUM PEREMPUAN BERPOLITIK
Merujuk kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, maka fenomena seperti ini bisa dikatakan adalah sebuah pelanggaran. Maka tentu kemudian harus mendapat tindak lanjut dari pihak yang berwenang. Sebab,  jika hanya terus-menerus didiamkan, maka apa guna lembaga penegak hukum di negara ini, apa guna perjuangan pahlawan dan para tokoh bangsa terdahulu, yang telah bersusah payah mengorbankan darah bahkan nyawa mereka demi kemerdekaan bangsa, kemudian menetapkan Undang-Undang sebagai asas atau peraturan negara. Bisa dirasakan betapa kecewanya mereka ketika melihat hasil perjuangannya dalam hal menetapkan Undang-Undang, sama sekali tidak dihargai oleh generasi penerus saat ini, khususnya para penegak hukum.
Perlu dipahami bahwa tidak semua wanita memiliki skill dan karakteristik yang memadahi untuk lolos dalam pra-syarat menjadi anggota DPR. Syarat yang mendasar adalah pribadi dan jiwa kepemimpinan harus sudah ada dalam diri mereka. Beda halnya dengan laki-laki yang memang dalam jiwa mereka telah tertanam jiwa kepemimpinan, “Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita” terjemahan dalam satu ayat Al- Qur’an. Selain itu, jiwa sensitiv dalam diri para wanita juga harus di netralisir.
Sekilas memang laki-laki memiliki wewenang lebih dan ahli dalam peran sebagai anggota DPR. Namun, tentu tidak semua pekerjaan anggota DPR dapat dilakukan dan diselesaikan secara maksimal oleh kaum adam. Pastinya ada beberapa titik di mana peran wanita sangat diperlukan dalam kapasitasnya mengemban amanah sebagai anggota DPR. Dari titik-titik kelemahan kaum adam itulah kemudian para wanita juga memiliki hak yang sama untuk bisa menduduki jabatan tersebut.
***
Membumikan Kain Nusantara
Masalah penggunaan kain tradisi dalam negeri mulai tidak dipedulikan dan terlupakan dalam benak konsumer masyarakat kita. Adanya motif yang merupakan karya alami masyarakat pribumi kini kian menjauh dan tidak di minati dalam pusaran perbelanjaan pasarnasional. Sebab, konsumer saat ini mencari dan lebih memilih kain dengan gaya modern atau westernisasi. Mengikuti perkembangan zaman dan melihat  trending style.
Satu alasan nyata yang mungkin terketuk dalam pikiran konsumer masyarakat kita ketika melihat kain tradisi Nusantara adalah menganggap itu sebagai pakaian tradisional atau gaya tempoe doeloe. Sebab, tampilan yang diberikan oleh para penenun dan produk pembuat kain tradisi monoton tanpa ada gaya menarik dan inovatif yang digabungkan di dalamnya. Padahal, sangat di sayangkan ketika melihat kain-kain yang laku terjual di pasaran adalah kain impor hasil tangan orang asing.
Ketimbang kain produk luar negeri, hasil kerja masyarakat sendiri tidak kalah bagusnya. Hanya yang menjadi masalah adalah terletak pada gaya variatif dan corak menarik yang dituangkan dalam tampilan kain itu nantinya. Meskipun ketika dipandang sekilas kain tradisi Nusantara tampak familiar dan tidak menarik, namun sebenarnya di situlah inti letak perbedaan yang menjadi tugas para penenun. Bagaimana sekiranya mereka bisa memberikan motif-motif inovatif pada kain tradisi yang tampak familiar tanpa daya tarik.
Satu langkah progresif untuk melestarikan kain nusantara adalah dengan memadukan motif tradisi dengan motif yang tengah trenddandisenangi masyarakat pada umumnya dan kaulah muda pada khususnya saat ini. Sebab, tidak sedikit bukti konkret dari hasil perpaduan itu antarakain tradisi  dengan motif yang lagi trend telah ludes terjual. Salah satu contohnya kemarin beberapa masyarakat telah menjual kain batik dengan tambahan motif club sepakbola eropa di dalamnya, dan ternyata baju dengan gaya seperti  itu sangat di minati oleh masyarakat, khususnya kaulah muda.
***


SEBAIT PUISI UNTUK GURU
            Dengan harapan semoga setiap guru-guru yang ikhlas dan tulus mengajarkan muridnya tentang ilmu-ilmu agama maupun umum semoga diberi kebaikan dan dikabulkan segala hajatnya, diampuni dosa-dosanya dan senantiasa dinaungi Rahmat serta Hidayah-Nya. Terlebih kepada murid-muridnya, semoga dapat menmahami segala macam ilmu yang telah diajarkan dan kemudian dapat diamalkan kepada teman-teman, sanak keluarga, anak-anaknya kelak dan lain sebagainya hingga akhir hari kiamat, dan dipersatukan bersama rombongan Nabi Muhammad SAW. Serta ulama, wali dan guru-guru di akhirat Insyaallah Amiiin...
Guru
Guru kaulah penyemangat hidupku
Kau yang selalu memberi aku semangat
Ketika aku malas untuk belajar
Ketika aku malas untuk sekolah
            Gurukau bagaikan bagaikan obat
            Yang senantiasa menyemangatiku
            Yang meluruskan tingkah lakuku
             Yang menyejukkan hatiku

                        Belajar ilmu tanpa guru
                        Adalah mustahil pelajaran itu benar...

                                    Guru kau dan aku bagaikan sepasang sandal
                                    Yang selalu saling membutuhkan
                                    Yang harus selalu bersamaan
                                    Belajar tanpa guru, mustahil pelajaran itu benar
                                    Seperti halnya satu sandal tanpa sandal satunya
Maka orang yang memakai sandal tersebut adalah orang yang gila
            Guruaku ucapkan banyak terimakasih padamu
            Yang telah sudi mendidikku
            Yang telah rela memberikan waktumu
            Untuk memberi pelajaran untukku
                        Guru kau adalah orang tuaku
                        Yang menegur aku dalam masalah ilmuku
                        Yang meluruskan jeleknya akhlaqku
                                    Guru kata-katamu adalah dakwah
                                    Dakwahmu adalah penghargaan
                                    Kemarahanmu adalah pendidikan
                                    Dan semua perkataanmu adalah bimbingan
                                   
                                    Terimakasih wahai Guruku..

SELAMAT LIBURAN, MENYAMBUT LEBARAN DENGAN HATI YANG SENANG

            Persiapan menjelang liburan sedang sibuk-sibuknya dilakukan setiap anak yang ingin pulang kampung dan bertemu sanak family, khususnya para perantauan sejak dini sibuk untuk mencari tiket murah untuk pulangan demi mengirit pengeluaran dan menagntisipasi menonjaknya harga tiket karena liburan.
            Semuanya memiliki kesibukannya masing-masing, sebagian dari teman-teman ada yang sibuk mencari tiket pulang, ada yang masih mengerjakan tugas karena kemarin belum tuntas, ada yang sibuk mencari ole-ole untuk dibawa pulang, dan masih banyak lainnya. 
            Semuanya telah siap, barang-barang telah ada dalam koper dan tas sudah penuh dengan pakaian baru dan ole-ole. Masing-masing daerah memiliki jadwal pemberangkatang yang berbeda, teman yang dari Sumatera rata-rata pulang sekitar tanggal tiga puluh akhir Juni, yang dari Jawa Tengah sekitar tanggal dua puluh tidak jauh beda dengan teman yang dari Sulawesi Selatan kampung halamanku juga, mereka berangkat pada tanggal dua puluh lima Juni. Sedikit berbeda dengan teman-teman yang dari Kalimantan, karena daerah mereka ratta-rata berjauhan maka pulangnyapun harus sendiri-sendiri.
            Hanya Munir mungkin dengan Nisa yang bisa berangkat untuk pulang bersama karena jarak antara rumah keduanya tidak begitu jauh. Sedangkan yang lain pulang dan akan datang kesini sendiri-sendiri. Teman yang Jawa Timur atau tuan rumah tidak begitu repot untuk mempersiapkan kepulangan mereka, sebab rumah atau kampung halaman tidak jauh dari kamupus. Mungkin mereka hanya akan lebih fokus mempersiapkan buku-bukunya, membeli hadiah dan ole-ole buat adik-kakak sanak familiy di rumah ataupun membantu teman-teman yang lain untuk menyiapkan barang.
            Satu hal yang membuatku berbeda, ketika aku juga telah bersiap-siap aku langsung berangkat dan menjadi rombongan yang pertama pulang. Namun kepulanganku saat ini adalah bukan pulang kekampung halaman sendiri akan tetapi kekampung halaman temanku Mizan di Sumenep, Madura. Aku ikut ke rumahnya terlebih dahulu karena aku ingin mengikuti kursus bahasa Arab di Pamekesan tepatnya di Pondok darul Lughah. Selama kurang lebih sebulan belajar bahasa Arab, baru setelah itu aku pulang ke kampung halaman.
             Aku telah membeli tiket pulangke Sulawesi Selatan  pada tanggal lima belas Juli nanti. Masih sekitar sebulan setelah liburan semester dua dimulai. Meskipun aku akan pulang lebih lambat sebulan dari teman-temanku yang lain, tapi aku yakin bahwa apa yang aku lakukan saat ini adalah merupakan hal yang sangat bermanfaat untukku kedepannya. Karena sekali lagi beliau telah mengajariku dan mengatakan berulang-ulang kepada kami bahwa untuk mencapai karya yang besar di perlukan usaha optimal dan sungguh-sungguh. Aku harus berani keluar dari zona nyaman, dan memulai untuk belajar dengan giat untuk menambah pengetahuan ilmu dan wawasan ku agar kelak dapat bermanfaa di tengah-tengah masyarakat dan menyampaikan apa yang haq bukan apa yang salah, dengan cara mengadah-adah bicara tanpa mengetahui pasti landasan atau apa yang dibicarakan, tidak dhillun mudhillun yakni sesat lagi menyesatkan. 

“Orang yang ada di gunung himalaya, tidak di sana dengan tiba-tiba”

 
            



[1] Semacam tenda kecil sebagai penutup yang biasanya diletakkan di punggung unta dan digunakan untuk tempat perempuan-perempuan yang istimewa saat bepergian.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More