بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, Setelah beberapa bulan vakum,
akhirnya dapat bersua kembali dengan teman terbaik, lembaran putih lembaran
imajinasi. Sebuah wadah yang rela menjadi nampan, penampung segala ide,
perasaan, semua hal yang ada di dalam otak dan hati. Menjadi teman bisu dalam
kebisingan, sebagai pengikat ilmu serta pengantar kesuksesan.
Setiap kali mendapat tugas menulis,
langsung kembali teringat dengan sesosok lelaki pejuang, seorang penulis yang
memiliki pengalaman kocak yang dia tulis dalam novel perdananya “Mengejar Mimpi,’’
merupakan salah satu rekan tim mba Asma Nadia, dialah bang Dedi
Padiku. Dia berani mengorbankan segalanya demi sebuah impian, yaitu menjadi
penulis terkenal.
Melakukan perantauan seorang diri, dari kampung halamanya Sulawesi
utara yang masih jauh kedalam pelosok, desa terpencil, sampai ke Ibukota NKRI,
Jakarta. Beralih-alih profesi dari buruh pengangkat beras, pedagang, supir
angkot, supir pribadi, dan sebagainya.
Setelah membaca sekian banyak derita dan perjuangan beliau serta berdasarkan
kisah sedih-senang, manis-pahitnya hidup, maka sepatutnya setiap insan yang
memiliki cita-cita tinggi atau yang khusus ingin menjadi penulis besar,
terlebih dahulu harus sadar bahwa untuk mencapai mimpi dan cita-cita besar itu
tidak semudah membalikkan telapak tangan, mesti dengan pengorbanan yang optimal,
usaha sungguh-sungguh dan doa tulus di barengi dengan tawakkal.
Awal perkuliahan semester genap dimulai,
setiap mahasiswa mempersiapkan dirinya. Segala persoalan yang meliputi faktor
internal dan eksternal harus sudah siap. Mulai dari psikis, finansial,
peralatan alat tulis-menulis dan lain sebagainya. Maka setiap anak yang telah
ingin mengakhiri masa liburan mereka yang cukup panjang, hendaklah memberi dan
meminta salam serta doa dari orangtua di rumah. Dengan harapan bahwa semoga
berkah dari doa-doanya terus mengalir kepada sang buah hati tersayang yang
sedang berjuang dalam perantauan, untuk mencapai kemenangan sehingga dapat
membanggakan. Allahumma Aamiin...
Perasaan dan suasana
yang berbeda di dalam kampus dengan beberapa bulan lalu sebelum liburan sangat
terasa, proses pembangunan gedung-gedung baru sudah mencapai tahap pertengahan,
sehingga dinding-dinding pada bangunan-bangunan tinggi mulai terlihat. Tanah,
pasir dan air, tercampur berserakan di jalan sehingga membuat lingkungan dan
udara disekitar kampus kurang nyaman. Berpengaruh pada kondisi stabilitas tubuh
sesaat ketika akan berangkat untuk mengikuti kuliah perdana.
Tidak sedikit dosen yang mengajar pada waktu semester ganjil
kembali mengajar di semester genap ini. Bahkan setengah dari seluruhnya diisi
oleh dosen yang kemarin. Jumlah mata kuliah sekarang juga lebih sedikit di
banding semester lalu, indikasi apa yang menjadi alasannya, itu semua sudah
mutlak menjadi aturan dan ketentuan kampus, mahasiswa harus taat aturan dan tugasnya
hanya fokus belajar.
Meskipun jumlah mata kuliah
lebih banyak kemarin, namun waktu yang diporsir disetiap satu jam pelajaran
saat ini lebih lama ketimbang kemarin, bisa disimpulkan bahwa perbedaan banyak tidaknya
mata kuliah tidak menjadi tuntutan dan alasan turun naiknya semangat bagi
segenap mahasiswa dalam proses belajar mereka, melainkan harus menjadi acuan
lebih demi mencapai kemenangan sejati.
KULIAH
SPECIAL DENGAN DOSEN INTERNASIONAL DIMULAI!
Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan sungguh Allah maha
mengetahui terhadap ketukan hati hamba-hamba-Nya. Mengawali kuliah dengan
semangat berapi-api karena di pertemukan kembali dengan seorang dosen sekaligus
guru besar dan motivator luar biasa, Prof. Dr. Moh. Ali Aziz. Pada hari dan
waktu yang sama, layaknya pada semester ganjil. Merupakan suatu kesan special
ketika bisa di ajar langsung dengan beliau karena dorongan untuk belajar
sungguh-sungguh terus dipaksakan kepada kami agar kelak bisa menjadi orang
besar dan bermanfaat untuk maslahat umat. Dengan mengamalkan prinsip
pondok, bahwa seorang santri dalam proses belajar mengajar harus dengan
mengamalkan beberapa tahap yakni dengan dipaksa, terpaksa, terbiasa dan akhirnya
akan menjadi orang luar biasa.
Senin, 2-Maret-2015 tepatnya di kampus
UIN Sunan Ampel Surabaya merupakan hari dimana segala aktivitas yang berbau
kertas, pulpen, komputer, laptop dan sebagainya dimulai kembali. Hari pertama
masuk kuliah dan proses belajar mengajar kembali aktif antara dosen dan
mahasiswa-mahasiswi semester genap. Pada Hari ini pula kuliah special dengan
dosen internasional dimulai.
Bangun subuh dengan sigap untuk
menyiapkan segala perlengkapan yang masih terbungkus dalam tas dan tertata rapi
dalam lemari yang akan digunakan pada kuliah perdana, membuat badan cukup lelah
dan pikiran sedikit pusing. Tidak ada waktu untuk bersantai ketika jam telah
menunjukkan pukul 05.00 subuh, begitu banyaknya aktivitas yang harus dikerjakan
pada jam ini, sehingga bagi mahasiswa yang memang berkomitmen tinggi dalam
menjalani perkuliahan, serius mengikuti semua kegiatan yang telah ditentukan
oleh kampus dan sungguh-sungguh menjalankan setiap planing yang telah dibuat,
maka mereka harus betul-betul bisa mengifisienkan waktunya, agar ketika telah
sampai di kampus, segala kemungkinan akan adanya masalah karena barang
kelupaan, dan lain-lain, tidak terjadi dan bisa dicegah dengan efektif.
Persiapan telah selesai, saatnya
berangkat ke fakultas. Sambil berjalan dengan tegap dan sedikit goyang, juga berbagi
cerita dengan teman tentang bagaimana persiapan dalam menyambut kuliah semester
genap dan terselip sedikit cerita pada waktu liburan. Beceknya jalan karena
campuran tanah dan air bekas-bekas dari pembangunan gedung, membuat langkah
menjadi sedikit pelan dan kehati-hatian lebih ditingkatkan agar tidak terjebak
dalam lumuran air cokelat yang bisa membuat pakaian kotor. Dengan hasil dari
berjalan tenang, akhirnya semua halangan terlewati. Sampai di fakultas kurang
lebih jam 6 pagi, kemudian mencari kelas yang akan digunakan untuk belajar
intensif bahasa arab.
Waktu menunjukkan tepat pukul 07.35,
tanda dimulainya mata kuliah perdana untuk semester genap, Tafsir BKI. Setelah
keluar dari kelas intensif kemudian beranjak ke kelas yang akan digunakan untuk
kuliah. Belum sempat duduk nyaman, sesosok orangtua dengan mengggunakan kemeja
putih-hitam bergaris-garis, dengan langkah pasti sambil membawa beberapa buku dalam
genggamannya, beliau membuka pintu, perlahan tapi pasti (sreeeett..). Duduk
beberapa menit di kursi khusus dosen, yang bahan dasarnya adalah besi tapi
empuk karena berlapiskan gabus dengan ditutupi serbet atau kain hitam di
atasnya.
Sejenak beliau menatap kami dengan wajah familiar, ‘’ketemu
kembali’’ sapa beliau. Ternyata yang
diajari hari ini adalah mahasiswanya kemarin yang masih baru dan culun-culun.
Tidak heran ketika dari sekian banyak orang yang di kenal beliau, baik dari
dalam maupun luar negeri, khususnya para mahasiswa yang diajar di Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, namun beliau masih mengenal kelas kami, bahkan sebagian
dari teman-teman sudah ada yang dikenal wajah dan namanya, itu karena kelebihan
kelas kami yang memiliki keunikan ketimbang kelas-kelas lainnya. Keunikan kelas
kami tidak hanya di akui oleh beliau saja, melainkan setiap dosen yang baru
masuk akan sedikit terkejut juga manakala mengabsen satu persatu kemudian
mempersilahkan tiap individu teman-teman untuk memperkenalkan diri.
Sebagian orang menjuluki kelas kami dengan sebutan “Kelas Nusantara”.
Dengan jumlah mahasiswa keseluruhan 30
anak, terdiri dari 17 putri dan 13 putra yang datang dari berbagai pelosok
negeri, mulai dari Kota Medan, Pulau Sumatera bagian barat, sampai Maluku,
Pulau Irian bagian timur. Selain itu, semua anak yang ada dalam kelas juga
memliki basic pendidikan yang sama, yaitu anak pondok. Demikianlah dua
keunikan yang dimiliki kelas ini sehingga membuat beberapa dosen khususnya
beliau sulit lupa dan senantiasa mengingat kami.
Memulai pelajaran dengan
bersama-sama membaca doa. Doa yang dibaca adalah doa yang kemarin telah
diajarkan sewaktu liburan ketika mengikuti pengembangan di Kediri tepatnya
kampung Inggris, Alhamdulillah bisa kembali diamalkan di perkuliahan.
Dengan memadukan tiga bahasa sehingga memiliki poin lebih serta karakteristik
yang berbedah ketimbang doa yang lain pada umumnya, selain itu dilantungkan dan
dilafadzkan dengan nada lembut dan halus layaknya nyanyian merdu.
Kalimat-kalimat pembakar semangat
adalah ciri khas pesan yang kerap disampaikan beliau kepada kami. Tentu dengan
pilihan kata yang indah dan serat makna. Bahkan sesekali ketika beliau
menuturkan sebuah pesan, berupa kalimat semangat atau motivasi yang menggunakan
bahasa dan istilah-istilah ilmiah hanya membuat kami kebingungan, hingga pada
akhirnya kami meminta kembali penjelasan yang lebih simple, praktis dan mudah
untuk dipahami.
Pada kuliah yang pertama ini, beliau
tidak terlalu banyak berbicara terkait materi pembelajaran, melainkan hanya
menjelaskan tentang beberapa kontak belajar ketika sudah masuk di dalam kelas,
sistem pembelajaran, proses pengambilan nilai UAS dan UTS. Tidak hanya itu, di
sela-sela pembicaraan, beliau juga terkadang menyisipkan dan memberikan
wejangan-wejangan berupa pentingnya mendisiplinkan waktu dan taat kepada aturan
agar bisa mendapat berkah dari Guru ataupun dari apa yang telah dipelajari
selama menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
Sampai pada menit-menit akhir jam kuliah barulah beliau membahas
terkait materi Tafsir Bki yang akan dipelajari untuk seterusnya. Pembagian
tugas dibagi menjadi tiga kelompok, berarti satu kelompok akan diisi dengan
sepuluh anak, dan masing-masing kelompok menggunakan satu kitab atau buku
referensi Tafsir. Kami diberi opsi untuk memilih kitab Tafsir mana yang ingin
dibahas, beliau memberikan tiga opsi, pertama kitab Tafsir Al-Munir, kedua
Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Ibnu Katsir.
Setelah menentukan kitab Tafsir yang akan dibahas, kemudian beliau
memberikan kepada kosma sebuah silabus yang berisi beberapa ayat yang berhubungan
dengan konseling, dari ayat-ayat itulah yang kemudian nanti akan dibahas tiap
pertemuannya dengan cara diskusi perkelompok kemudian setelah pembahasan ayat
dari hasil diskusi selesai, barulah dilanjut dengan UTS yang sistemnya sama
pada saat semester yang lalu yaitu dengan pemberian soal langsung jawab.
Sebelum menutup pertemuan, beliau kembali memperjelas tentang
korelasi ayat-ayat yang ada dalam silabus dengan konseling. Selain itu, beliau
juga memberikan sedikit gambaran tentang proses atau tata cara berlangsungnya
diskusi yang akan dilaksanakan untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya.
3
HARI MENJELANG AKHIR PERTEMUAN
Sabtu, 2 Mei
2015 adalah hari dimana kami mengikuti kuliah tambahan Tafsir BKI, yang dilaksanakan
di Masjid dan diajarkan oleh Ustad Ainul Yaqin. Dengan sedikit tambahan materi
tentang bahasa arab membuat pelajaran hari itu begitu unik dan sedikit lebih
berkreasi.
Sebelumnya kami diberi sebuah cerita tentang kisah salah seorang
Istri Nabi yakni Aisyah, tentang bagaimana perjalanannya bersama Nabi ketika
menghadapi perang melawan Bani Mustaliq yang mana telah ditetapkan bahwa Nabi
sendiri yang akan memimpin langsung peperangan ini.
Satu kejadian yang kurang baik tertimpa oleh istri Nabi yakni Aisyah
saat perjalanan pulang seusai peperangan, Siti Aisyah dituduh melakukan suatu
maksiat yang sangat tidak sepantasnya dilakukan. Dengan semua tuduhan palsu yang
diberikan oleh masyarakat madinah saat itu dan dari semua masalah Istri Nabi maka
diturunkanlah sebuah ayat sebagai penegur sekaligus untuk dijadikan pelajaran
bagi semua umat muslim yang terkadang memiliki prasangka buruk kepada saudara
se-imannya tanpa mengetahui kebenaran dan fakta dari kejadian tersebut terlebih
dahulu.
Agar setiap anak bisa mengetahui dan
paham makna atau intisari dari cerita itu, maka tiap-tiap mereka diberi file
dari cerita tersebut, karena sebelum itu sudah diperintahkan untuk membawa
laptop masing-masing. Dengan cara seperti itu maka proses pembelajaran juga
akan berjalan lebih efektif, tidak hanya Ustad yang menerangkan terus menerus,
akan tetapi setiap anak juga bisa berperan lebih aktif dalam proses
pembelajaran.
Terlebih dahulu kami diperintahkan untuk membaca kisah itu sejenak,
kemudian setelah itu kami disuruh menelaah dan mengambil atau menarik sebuah
kesimpulan dan selanjutnya menerjemahkan kesimpulan tadi ke dalam bahasa arab.
Ketika kesimpulan telah siap, maka tiap anak diberi kesempatan berbicara
sekitar tiga menit dengan menggunkan ekspresi dan bahasa arab di depan Ustad Ainul
Yaqin langsung. Ustad memperhatikan dengan seksama, kiranya setiap anak yang
akan berbicara mempersiapkan matang-matang kesimpulan dan ekspresinya sehingga
bisa bicara dengan maksimal dan memuaskan. Metode seperti ini memberikan
pelajaran lebih, selain menambahkan pengetahuan dalam bidang bahasa juga
menguji mental dan retorika dalam berbicara di depan.
Adapun file cerita kisah perjalanan Nabi dengan istrinya Aisyah dalam
sebuah peperangan melawan Bani Mustaliq yang pada waktu perjalan pulang sang
buah hati belahan jantung sempat mendapat guncangan batin yakni tuduhan palsu,
kemudian dari kisah itu menjadilah satu asbabun nuzul yang menegur dan
memberi pelajaran semua umat muslim dalam kekhilafannya bersuu’dzon
kepada saudara se-imannya sendiri, yang diberikan beliau saat itu adalah:
Aku,
Istri Nabi yang Tertuduh
Seperti biasa, sudah menjadi kelumrahan bilamana Rasulullah hendak
bepergian, beliau mengundi nama istri-istrinya terlebih dahulu. Nama siapakah
yang keluar, dialah yang berhak mendampingi Rasulullah. Perang melawan Bani
Mustaliq sudah ditetapkan dan Rasulullah sendiri yang akan pergi memimpin
peperangan. Malam itu diundilah nama para istri beliau, kiranya siapa yang akan
menemani beliau selama peperangan Bani Mustaliq.
Aisyah binti Abi Bakar, itulah nama yang disebut Rasulullah. Sontak
wajahku merona gembira mendengar namaku disebut. Sungguh aku tak percaya. Rasa
gembira yang membara bercampur lebur dengan keraguan, apakah benar namaku yang
keluar dan berhak menemani Rasulullah berjuang membela agama Allah kali ini?
Sungguh sebuah kehormatan bagiku bisa menyertai dan melayani beliau berjihad di
jalan Allah. Peperangan dengan Bani Musthaliq terjadi selepas ayat Hijab turun.
Otomatis, aku berhijab seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT. Aku pun
dinaikkan di atas unta yang memanggul haudah[1].
Setelah peperangan rampung dan begitu mudah kemenangan diraih oleh
kaum muslimin, Rasulullah memutuskan untuk kembali ke Madinah. Kami pun
berombongan kembali menuju tanah air kami yang penuh dengan cahaya kenabian.
Tatkala semerbak aroma Madinah tercium, Rasulullah memerintahkan rombongan
untuk berhenti di suatu tempat sejenak, agar kami bisa melepas lelah malam itu.
Ya, inilah salah satu dari kebijaksanaan Rasulullah kepada para sahabat dan
umatnya. Beliau sangat memahami betul kondisi dan keadaan kami yang memang amat
sangat letih kala itu. Rasulullah tidak memaksakan kehendaknya untuk memasuki
kota Madinah malam itu juga, beliau memilih berhenti dan mengistirahatkan semua
pasukan Islam yang telah memperoleh kemenangan.
Saat semua sahabat beristirahat dan sebagian yang lain terlelap,
aku putuskan keluar dari tenda kecilku menunaikan sedikit keperluanku hingga
tak kukira langkahku semakin menjauh dari rombongan. Gegap gempitanya malam
membuatku tak sadar, posisiku sangatlah berjarak dengan unta yang kunaiki.
Selepas merampungkan keperluanku dan hendak kembali ke rombongan, tiba-tiba aku
terkesiap bukan main. Kuraba leherku, kalung pemberian Rasulullah dari kota
Zifar - Yaman raib. Kuputuskan mencarinya. Dalam malam yang begitu hitam, amat
susah menemukan sebuah kalung. Tapi itu kalung pemberian Rasulullah. Tak boleh
kubiarkan begitu saja. Aku harus mencarinya dan menemukannya.
Mondar-mandir, kulalui berkali-kali jalan yang kutapaki tadi, tak
jua kutemukan kalung itu. Ya Allah, istri macam apa aku ini yang menyia-nyiakan
perhiasan pemberian suami. Apalagi itu kalung yang istimewa dan impor dari
Yaman. Kuulangi lagi pencarianku hingga aku pun putus asa dan kembali ke
rombongan dengan rasa cemas, malu, takut, sungkan bila bertemu dengan suamiku,
Rasulullah.
Astaghfirullah, Rasulullah dan rombongan tak
terlihat lagi. Mereka meninggalkanku. Bagaimana ini? Apa yang akan kulakukan?
Menyusul mereka sendirian berlari? Tak mungkin. Aku buta arah jalan ke Madinah.
Teriak? Siapa yang akan mendengar. Air mataku meleleh membanjiri pipiku. Ingin
menyesali kejadian ini, tapi untuk apa? Bukankah ini sudah takdir Allah?
Dalam kegalauanku, secercah cahaya berkilau di tanah pijakan untaku
saat istirahat tadi, kulihat sebuah logam berbentuk kalung. Kudekati. Dan Alhamdulillah
kalungku ketemu. Rasa cemasku lantaran ditinggal Rasulullah bertabrakan dan
melebur menjadi satu dengan kegembiraan ditemukannya kalung pemberian
Rasulullah. Oh ya, orang-orang yang menuntun untaku mungkin mengira aku sudah
berada dalam haudah itu. Aku wanita muda bertubuh ringan, lantaran
itulah, mereka begitu saja menuntun unta yang aku tunggangi mendahului
rombongan terdepan. Mereka tak sadar bahwa unta yang mereka giring hanya sebuah
haudah kosong tak berhuni. Aku juga salah, mengapa aku tidak memberitahu
mereka kalau aku keluar sedikit lama untuk sebuah keperluan pribadiku? Memang,
para wanita kala itu umumnya berbadan lunak dan tak berlemak. Jadi ada atau
tidak ada orang di dalam haudah sepertinya sama saja.
Dengan penuh harap, semoga mereka sadar dan merasa kehilangan aku,
kuputuskan duduk di tempatku semula sewaktu beristirahat bersama rombongan.
Entah mengapa, mendadak rasa kantuk begitu akrab dan cepat menyapaku. Aku pun pulas tertidur. Dalam kenyenyakanku,
Shafwan bin Al-Muathal As-Sulamy menyeruak, ia memang bertugas sebagai pengawal
akhir rombongan. Bila ada barang rombongan yang tertinggal, dialah yang
menyelamatkan barang itu hingga sampai ke Madinah.
Shafwan menghampiriku. Ia memang mengenaliku dan pernah melihatku
sebelum ayat hijab turun. Saat ia tahu akulah yang bersimpuh dalam sengatan
kantuk itu, ia pun berucap inna lillah wa inna ilaih rajiun, aku
terkejut dengan ‘kalimat musibah’ yang ia lengkingkan. Seketika kututup wajahku
dengan hijab. Demi Allah, tak ada satu huruf pun yang keluar dari mulutnya
kecuali kalimat istirja’ itu. Mulutku juga tak mengeluarkan kalimat
apapun barang sekata. Ia rundukkan hewan tunggagannya hingga aku bisa menaiki
hewan tunggangan itu.
Kami teruskan perjalanan menyusul rombongan, Shafwan berjalan
menuntun tunggangannya hingga sampailah kami di sungai Az-Zahirah, tempat
singgah rombongan di tengah panasnya siang. Dan celakalah, sebagian orang
menebarkan fitnah kebohongan dengan menuduhku ini dan itu. Masih terekam dalam
ingatanku yang paling getol menyebarkan berita palsu itu adalah Abdullah bin
Ubay bin Salul. Selain Abdullah bin Ubay bin Salul, Hassan bin Tsabit juga
terlalu gegabah menelan dan menyiarkan berita nista itu. Misthah bin Utsasah,
Hamnah binti Jahs dan orang-orang lain yang tak kutahu namanya satu persatu
yang jumlahnya sekitar 10 sampai 40, ikut pula menjadi biang gosip.
Sesampai di Madinah, aku sakit dan merasa tak enak badan selama
satu bulan. Sungguh, aku tak tahu-menahu fitnah kebohongan dan berita palsu itu
telah memenuhi telinga masyarakat Madinah selama sebulan. Kecurigaanku pun
muncul tatkala kelembutan Rasulullah mulai menipis dan tak seperti biasanya di
saat aku melawan demam dan sakitku. Biasanya Rasulullah begitu memanjakanku
kala aku sakit. Namun beliau sedikit berubah. Beliau hanya menyapaku dengan
bertanya tentang keadaanku, kemudian berlalu begitu saja.
Suatu malam, aku keluar ditemani Ibunda Misthah bin Utsasah untuk
membuang hajat. Sewaktu hendak kembali ke rumah, Ibu Misthah tersandung sembari
mencela anaknya sendiri, Misthah.
“Sungguh buruk kata-katamu. Apakah kau mencela seseorang yang
pernah berjuang di peperangan Badar?” kataku padanya.
“Nak, tidakkah kau mendengar apa yang ia katakan?” ia malah
bertanya kepadaku.
“Apa yang telah ia katakan?”
Ibu Misthah menceritakan tuduhan keji tentangku yang didengungkan
oleh sebagian orang. Sakitku makin menjadi-jadi. Dan sesampainya di rumah, aku
meminta izin Rasulullah agar menetap sementara di rumah orang tuaku, guna
memastikan ke kedua orang tuaku tentang tuduhan keji itu. Rasulullah mempersilahkan.
Lalu aku bertanya kepada ibuku, “Ibu, apa yang menjadi gunjingan
orang-orang?”
Ibuku menenangkanku agar tidak risau dan gelisah. Mendadak mataku
mendung, menderaskan air mata dan membasahi pipiku sepanjang malam hingga pagi
menjelang.
Rasulullah yang cukup gusar akan suara-suara negatif tentang istri
dan rumah tangganya, meminta pendapat kepada Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin
Zaid. Zaid berpendapat, “Pertahankanlah keluarga Anda. Kami hanya tahu satu
kata dari keluarga Anda, yaitu kebaikan.”
“Wahai Rasulullah, Allah tidak mungkin menjadikanmu bersedih dalam
perkara ini. Sesungguhnya wanita masih banyak. Tanyalah kepada seorang wanita
yang dekat dengan Aisyah supaya bisa meyakinkan Anda,” begitulah jawaban Ali.
Rasulullah bertanya kepada Barirah tentangku, apakah ada sesuatu
yang meragukan dari diriku? Barirah memantapkan hati Rasulullah dengan
menegaskan bahwa tak ada sesuatu yang meragukan pada diriku. Aku hanyalah
seorang wanita yang masih muda yang pernah tidur bersama adonan makanan, lalu
memakan adonan itu. Demikian Barirah menceritakan tentang diriku di hadapan
Rasulullah.
Sepanjang hari itu air mataku berlinang dan tidurku sangat jauh
dari rasa tenang. Hingga kedua orang tuaku berada di sisiku, aku tetap saja
menangis. Dua malam satu hari, air mataku bercucuran dan tidurku tak karuan.
Salah seorang perempuan Anshar meminta izin untuk menemaniku. Ia pun turut
meratapi kesedihanku.
Rasulullah datang ke rumah orang tuaku. Beliau belum pernah duduk
di sampingku selama tuduhan keji itu tersiar.
Rasulullah bersabda, “Wahai Aisyah, aku telah mendengar berita
tentang dirimu. Jika kau tidak bersalah, Allah akan mensucikanmu (dengan
membelamu). Dan jika kau melakukan dosa, memohon ampunlah dan bertaubatlah
kepada Allah. Karena seorang hamba bila mengakui kesalahannya dan mau
bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.”
Setelah
Rasulullah selesai menyampaikan kalimat itu, kuhapus air mataku hingga tak
tampak setetes pun. Aku meminta ayah dan ibuku agar membelaku di hadapan
Rasulullah. Tapi keduanya tak kuasa berkata-kata.
Dengan sesenggukan aku berkata kepada mereka, “Aku hanyalah wanita
yang masih belia, dan memang aku belum banyak membaca Al-Quran. Demi Allah,
sungguh aku telah mengetahui apa yang kalian dengar dari perbincangan
orang-orang hingga kalian masukkan berita itu ke dalam hati kalian dan kalian
percayai. Seandainya saja aku mengatakan bahwa aku bersih dari tuduhan keji
itu, kalian tak akan mengaminiku. Dan jika aku mengakui tuduhan keji itu
–meskipun Allah tahu bahwa aku terbebas dari tuduhan itu-, niscaya kalian akan
mempercayaiku. Demi Allah aku tak menemukan perumpamaan antara aku dan kalian
selain seperti Nabi Ya’kub, saat berkata: Bersabarlah dengan kesabaran yang
baik. Hanya Allah tempat meminta pertolongan atas apa yang kamu ceritakan.”
Usai kuutarakan kegundahanku, tempat tidurkulah menjadi penenangku.
Sungguh Allah mengetahui aku benar-benar bersih dari berita miring itu dan
Allah yang akan membebaskanku. Jujur aku tak mengira Allah menurunkan wahyu
membebaskanku dari tuduhan itu. Rasanya tak pantas bila wahyu turun lalu dibaca
semua orang hanya menyoal tentang masalah pribadiku. Aku ini siapa hingga Allah
membicarakan masalahku. Aku hanya mengharap Rasulullah mendapatkan wahyu
melewati mimpi tentang pembebasanku dari fitnah itu.
Dan demi Allah, Rasulullah enggan beranjak dari tempat itu dan tak
satu pun dari keluarga kami –ayah ibuku yang merupakan mertua Rasulullah-
berminat melangkahkan kaki, hingga wahyu turun kepada Rasulullah. Seketika
keringat beliau bercucuran bak butiran mutiara, padahal kala itu musim dingin
amat menusuk tulang kami. Wajah beliau berseri dan tersenyum.
“Wahai Aisyah, sungguh Allah
telah membersihkan dan membebaskanmu dari tuduhan itu.” Itulah kalimat pertama
yang kudengar dari suamiku.
Spontan, ibuku menyuruhku bangkit dan menemui Rasulullah.
“Demi Allah, aku tak akan bangkit kepada beliau, dan tak akan
memuji kepada siapapun selain Allah.” jawabku.
Ya, akulah istri Rasulullah yang tertuduh. Dan Allah membebaskanku
dari tuduhan itu dengan firman-Nya yang membuat air mataku teduh. Aku Aisyah,
istri Rasulullah yang terfitnah.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang
dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar.” (11) “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong
itu orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka
sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang
nyata." (12) “Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat
orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.” (13)
“Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan
di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu
tentang berita bohong itu. (14) “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita
bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak
kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (15) “Dan mengapa kamu tidak
berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah
pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini
adalah dusta yang besar." (16) Allah memperingatkan kamu agar (jangan)
kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang
beriman.” (17) “Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (18) “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar
(berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang
beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (19) “Dan sekiranya tidaklah karena
kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan
Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).” (20) [QS: An-Nur]
Dari kisah di atas kemudian setiap
anak mendapat tugas untuk menarik intisari dan kesimpulan setelah itu disampaikan
dengan berbicara bahas Arab di depan Ustad. Tiap anak mengambil kesimpulan yang
berbeda-beda, ada yang menyimpulkan bahwa ayat ini sebagai asbabun nuzul
turunnya suatu ayat, ada yang menyimpulkan bahwa ayat ini adalah suatu kisah
perjalanan Nabi dan Aisyah dalam sebuah peperangan melawan Bani Mustaliq, ada
yang menyimpulkan tentang kekhilafan para kaum muslimin dalam menuduh tanpa
bukti yang pasti, dan lain sebagainya.
Pribadi aku, sebelum menyimpulkan,
terlebih dahulu membacakan firman Allah yang menjadi sebuah teguran kepada kaum
muslimin dalam surah An-nur ayat 11-20. Namun malang nasibku, belum selesai aku
membaca ayat-ayatnya Ustad langsung menyuruhku berhenti dan lanjut berbicara kepada
teman di sampingku. Mungkin karena saat itu aku berada di bagian terakhir, dan
waktu pembelajaran sudah hampir selesai maka beliau tidak memberikan waktu yang
lebih untukku menyelesaikan kesimpulan yang telah aku rangkum sendiri.
Aku sempat menyesal karena memang saat aku membaca ayat-ayat itu
aku membacanya dengan lambat dengan niat untuk memberikan lagu dan tajwid
tebaikku, namun ternyata Ustad tidak memperhatikan semua itu, karena yang
diinginkan beliau hanyalah kesimpulan yang telah kita rangkum masing-masing.
Setelah semua anak selesai berbicara
dan menyampaikan kesimpulannya, baru kemudian, Ustad memberi tambahan dan
penjelasan lebih terkait kisah tadi. Setelah pembahasan cerita selesai,
kemudian beliau memberikan selembaran kertas yang berisi beberapa hadist untuk
dikoreksi kembali karena pertemuan sebelumnya sudah dikerjakan dengan memberi syakal
atau harakat pada redaksi hadistnya. Dari situ juga kemudian Ustad bisa
mengetahui seberapa dalam kemampuan semua teman-teman di kelasku dalam memahami
ilmu bahasa Arab khususnya nahwu sharof untuk membaca kitab gundul.
Beberapa orang ditanya mengenai
kesalahan-kesalahannya dalam memberi syakal. Mereka ditanya mengenai
kedudukan kata yang di situ terletak kesalahannya, ada yang bisa menjawab ada
pula yang belum bisa. Ketika seorang anak belum memahami kedudukan katanya,
kemudian dia tanya alasan kenapa dia memberi syakal demikian.
Kalau sampai pada tahap itu masih belum mengetahui maka beliau
memerintahkan sebagian dari kami yang sudah paham lebih terkait nahwu sharof
untuk membantu mengajarkan teman-teman
yang masih kurang paham, mereka yang sedikit lebih paham diberi amanah untuk
segera mengajarkannya sampai pada saat ujian lisan dan pertemuan terakhir, yang
belum paham harus sudah paham. Kalau mereka masih belum paham, maka anak yang
diberi amanah tadi akan mendapat ganjaran berupa hukuman dari Ustad langsung.
Setelah pemberiaan tugas untuk menyimpulkan kisah dan
menyampaikannya dengan bahasa Arab, kemudian pengoreksian terkait hadist yang
telah diberi syakal pada pertemuan sebelumnya dan pengujian tekait
seberapa dalam pengetahuan teman-teman dalam memahami nahwu sharof maka sekarang
tibalah saatnya menutup perjumpaan dalam konteks pembelajaran di hari itu.
Ustad menutup pertemuan
dengan sedikit menyampaikan dan mengingatkan kembali terkait metode dan sistem
pada ujian lisan yang akan berlangsung sabtu depan di rumah beliau. Dari semua
ayat yang berjumlah kurang lebih tiga puluh harus dihafal dengan betul-betul,
dan membacanya dengan tartil bacaan atau lagu terbaik serta tajwid yang harus
sesuai dan tepat.
KUPU-KUPU
SIANG DALAM SEGITIGA BERMUDA
Sejatinya, setiap manusia memiliki potensi besar dalam dirinya. Masalahnya,
hanya sedikit di antara mereka yang mengetahui dan bisa mengoptimalkannya.
Membiarkan sebuah potensi tenggelam sama halnya membuang sebuah ferrari
ke jurang. Begitu pentingnya mengetahui dan mengembangkan skill atau potensi
yang telah ada dalam diri, sehinga dapat dianalogikan dengan sebuah ferrari.
Ketika seseorang telah bisa mengoptimalkan potensinya, saat itu
pula dia telah bisa memanfaatkan ferrari yang dimiliki dengan
sebaik-baik kegunaanya. Sebaliknya, ketika seorang tadi belum bisa mengetahui
dan mengoptimalkan potensinya, maka saat itu pula ferrari yang dimiliki
belum berarti apa-apa layaknya sampah tanpa daur ulang. Sekelumit gambaran dan
pengantar tentang kisah pribadi bersama dua teman kupu-kupu.
‘’Kupu-kupu siang’’, itulah sapaan hangat yang
kerap kami tertawakan bersama ketika lagi jalan bersama, dan sebagai
perumpamaan wujud kehadiranku bersama Mizan dan Rifa’i (kupu-kupu) di kampus berparadigma
Integritas Twin Towers, Uin Sunan Ampel Surabaya. Mizan dan Rifa’i, dua
teman sebayaku yang selalu bersama kala ceria maupun galau, senantiasa istiqomah
bercerita dan curhat, berbagi kisah cinta yang ‘’konyol’’ ala ABG.
Tulisan ini muncul berdasarkan
imajinasi dan inisiatif setelah mendapat ceramah singkat dan padat, sekaligus
pencerahan dari seorang senior yang memiliki banyak pengalaman dan prestasi,
baik dalam bidang akademik maupun non akademik, sosok abang yang patut menjadi
panutan bagi semua teman maupun orang sekitarnya yang belum memahami betul
betapa pentingnya menghargai waktu dan seberapa besar pengaruhnya dari setiap
pekerjaan produktif yang kita lakukan setiap harinya.
Handika Surbakti, dengan semua skill serta pencapaian besarnya yang
sangat jarang bisa dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya, selama kurang lebih 6
semester di kampus, maka tidak salah ketika mendapat beberapa nasihat dan
wejangan dari si abang, langsung bisa diterima bahkan dikembangkan menjadi
sebuah cerita yang saat ini kemudian diimajinasikan kedalam bentuk tulisan.
Awalnya ketika aku dengan mizan dan rifa’i
ada pertemuan rapat untuk sebuah acara yang akan diselenggarakan oleh organisasi
wajib kami yaitu CSS Mora. Rapat tersebut diadakan di basecamp, yang mana abang
adalah selaku wakil ketua umumnya sehingga dia yang diamanatkan untuk tinggal
di sana bersama ketua umum sekaligus menjaga kebersihan dan keamanannya.
Sesaat setelah rapat, satu persatu
teman dan kakak kelas pamit pulang untuk kembali ke kediaman masing-masing, ada
yang ke kostan, kontrakan, asrama dan rumah-rumah lainnya, sampai terakhir,
akhirnya yang tinggal hanya aku berempat bersama Mizan, Rifa’i dan Rifki. Dari
sinilah semua bermula ketika kemudian di pertemukan dengan abang Handika.
Sebelumnya si abang bertanya tentang
sejauh mana keaktifan kami dalam mengikuti berbagai kegiatan di kampus, baik
dalam persoalan yang berbau akademik ataupun yang berhubungan dengan non
akademik seperti organisasi ekstra maupun intra. Seketika mendengar jawaban
dari kami, dia tiba-tiba sedikit heran, mimik wajah dan posisi tubuhnya berubah
seakan ingin memarahi dan memberi peringatan kepada kami.
Ternyata benar dugaanku, meskipun tidak betul-betul marah, namun
melihat dari intonasi suara dan ekspresi wajahnya sudah menggambarkan bahwa dia
tidak ingin melihat kami adik-adik juniornya menjadi seorang pecundang yang
hanya selalu bisa bermimpi tanpa ada relisasi, hanya bisa berharap dan tidak
bisa diharap.
Dari sana kemudian si abang
memberikan banyak nasihat berupa pesan-pesan bijak, memberikan motivasi dan
dorongan untuk bisa lebih aktif dalam mengikuti segala aktivitas dan
kegiatan-kegiatan di dalam maupun diluar kampus. Cerita-cerita kala senang dan
sedihnya dalam mengikuti kegiatan,
pengalaman terbaik, serta usaha-usaha supernya, semuanya ditumpahkan
kepada kami, tidak lain agar kami bisa meniru dan menjadi seperti bahkan lebih
dari si abang sekarang.
Setelah cerita dilanjutkan abang
sempat berkata ’’Janganlah kalian seperti mahasiswa pada umumnya yang kerjanya
hanya jadi kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang), apalagi kalian
hanya tinggal di dalam area kampus yakni pesma (pesantren mahasiswa), rute
kalian setiap hari hanya dari pesma ke fakultas, kalo sudah siang ke masjid
terus pulang lagi ke pesma, terus kalau pulang dari kuliah bareng-barengan,
cerita tentang kuliah barusan yang gk karu-karuan, sambil tendang-tendang batu
terus menggunakan tas yang sama, menutup seluruh jalan tanpa rasa bersalah,
seperti nenek moyang kalian aja yang punya jalanan, itu semua gaya anak SD, baru
bisa keluar kalau ada panggilan rapat atau beli galon, seperti itu saja setiap
hari kerja kalian, tidak menghasilkan hal-hal baru sama sekali. Kapan kalian
mau keluar melihat aktifitas atau cara belajar orang lain, membangun link
dan jaringan dengan teman-teman di luar, melihat perkembangan kampus-kampus
mereka, dan lain sebagainya.’’
Berangkat dari secercah kalimat itu,
kemudian aku sadar tentang aktifitas yang kulakukan setiap harinya betul
hanyalah pekerjaan-pekerjaan yang kurang efektif, bukan pekerjaan yang
produktif melainkan cuma menghabiskan serta menyia-nyiakan waktu.
Tidak hanya sampai disitu saja,
sakin perhatiannya si abang, dia masih terus berbicara menambahkan beberapa
kalimat-kalimat bijak lagi kepada kami dan juga dalam menyampaikan
nasihat-nasihat dia terlihat begitu bersemangat dan berapi-api. Abang
menambahkan ‘’Cobalah kalian sadar betapa malangnya nasib kalian, sudah diberi
kesempatan kuliah di kota besar dengan biaya gratis (beasiswa) tapi kalian
hanya terus menerus bersantai dan tidak mencoba untuk keluar dari zona nyaman,
mencari hal-hal baru. Bayangkan selama tiga tahun lebih misalnya kalian kuliah
tapi kalian belum pernah keluar negeri, apa yang mau kalian ceritakan kepada
junior-junior di pondok, apa yang kalian mau bagi dengan teman-teman di rumah,
cerita percintaan di kampus dengan teman sekelas yang setiap hari ketemu, duduk
sampingan sambil lihat-lihat seperti anak ingusan, persentase bareng kalau satu
kelompok, hahaha. Sudah lah! Bukan zamannya cinta monyet. Karena kalau cuman
itu, semua orang juga akan merasakannya, toh kalau kuliah mahasiswa pasti akan
diberi tugas untuk persentase. Ayo coba mulai sekarang buka pikiran kalian dan
lakukan tindakan yang efektif!’’
Semua kalimat-kalimat itu terus
kuingat dan tersimpan dalam memori pikiran, bahkan tidak jarang aku
menertawakan diri sendiri, sakin parahnya kelakuan dan tidak efektifnya
pekerjaanku selama ini. Kemudian baru setelah itu aku coba memetakan rute yang
tadi dikatakan abang, yaitu mulai dari pesma, kemudian jalan ke fakultas terus
ke masjid dan kembali lagi di pesma. Ternyata bentuk rute itu seperti sebuah
segitiga, karena letak antara pesma dan masjid sejajar dan fakultas berada
tepat di pertengahan sedikit ke atas.
Dari situlah kemudian muncul imajinasiku untuk menulis sebuah
cerita tentang sosok tiga mahasiswa yang pekerjaan atau aktifitas setiap harinya
hanya berlangsung di dalam kampus pada siang hari dan tidak menghasilkan
hal-hal baru tapi kemudian sadar berkat wejangan dan nasihat-nasihat bijak dari
si abang keren, aku berpikir sepertinya semua itu dapat di analogikan dengan seekor
kupu-kupu yang beraktiftas pada siang hari dan tersesat dalam sebuah rute
berbentuk segitiga, dia-lah “Kupu-kupu
siang dalam segitiga bermuda.’’
WARNA
WARNI KEHIDUPAN
Begitu indahnya
dunia ini ketika kita telah bisa memahami dan memaknai hakikat kehidupan.
Karena tidak sedikit dari penduduk dunia saat ini yang hidup hanya wujud atau
jasadnya saja tanpa ada pengakuan dari orang lain, jadi ada tidaknya dia di
dunia ini sama.
Hidup tanpa tujuan dengan hanya berorientasi kepada kesenangan
belaka merupakan kesalahan fatal yang masih sangat minim diketahui oleh kebanyakan
orang. Pikirannya akan blank ketika dihadapkan kepada tiga pertanyaan.
Kenapa kau hidup? Untuk apa kau hidup? Dan Kemana kau akan pergi setelah mati?.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hal
yanga terpenting untuk dipelajari terlebih dahulu dan diketahui agar tidak
tersesat di alam yang fana ini adalah ilmu agama, karena selain menjadi pedoman
dan prinsip, kita juga akan terus dituntun kejalan yang diridhoi-Nya serta
dapat dijadikan landasan utama dalam setiap tindakan dan solusi pada setiap
permasalahan.
Sejatinya, ketika berbicara tentang
makna dan unsur-unsur teologis khususnya dalam konteks keislaman sudah jelas
bahwa tujuan hidup manusia tidak lain hanyalah untuk beribadah dan menyembah kepada-Nya
sang maha kuasa Allah Swt.. Namun terkadang manusia masih buta dan tidak
mengetahui akan tujuan mereka dan hanya mengamalkan sesuatu dengan taqlid
kepada nenek moyang atau penghulu mereka tanpa adanya landasan dan dasar yang
jelas.
Selain itu, berbedah penafsiran dalam memehami makna ibadah dalam
ayat ini juga sudah menjadi keniscayaan karena persepsi setiap insan berbeda
dan relatif, namun tidak hanya sampai disitu, ketika setiap orang memiliki
anggapan kalau dia boleh menafsirkan sendiri semua ayat yang ada dalam nash,
maka kebenaran dan kedamaian tidak akan pernah terwujud, melainkan kehancuran
dan perselisihanlah yang merajalela di dunia.
Segala sesuatu memiliki aturan dan
norma-norma. Itulah kemudian yang harus dipahami oleh setiap umat agar ketika
mendapatkan sebuah persoalan yang penyelesaiannya tidak ada dalam buku maupun
tidak diketahui oleh ilmuan di lingkungannya, maka janganlah terburu-buru dalam
mengambil keputusan, misalnya dengan langsung memahami serta memaknai sendiri
dalil naqli yang ditemukan, karena sungguh semua itu perumpamaannya layaknya
bahan mentah yang belum diolah atau belum diberikan keterangan serta
penjelasan.
Berhubungan dengan itu maka dalam
aturan yang ditetapkan, telah dibagi menjadi beberapa kategori orang-orang yang
boleh memfatwakan (mencetuskan) sebuah perkara dan juga bermujtahid (memecahkan
masalah yang permasalahannya tidak ada dalam al-qur’an dan hadist) dalam
mengambil kesimpulan dalam sebuah masalah. Namun tentu ada beberapa syarat yang
harus ditempu untuk menjadi seorang mujtahid, mufti, ulama, dan lain
sebagainya. Tidak hanya dengan kealimuan dan sifat luar yang sering tercermin,
melainkan harus mengetahui, mumpuni dan menghafal segala pembahasan yang ada
pada beberapa cabang ilmu.
Terlepas dari semua itu, maka dapat
kita rujuk kembali bahwa untuk memahami esensi kehidupan agar bisa mencapai
kebahagiaan yang sejati adalah dengan mengerti dan mempelajari lebih mendalam tentang
ilmu agama. Dengan harapan kiranya nanti kita bisa untuk dituntun ke arah yang
benar dan tidak mudah goyah ketika menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
Banyak interpretasi yang berbeda
dari pemuka-pemuka Islam ataupun para ilmuan dunia tentang analogi kehidupan
dengan sesuatu yang rasional. Karena sekali lagi setiap persepsi orang
berbeda-beda dan itu memang adalah hal yang sangat relatif. Sangat sulit
membuat setiap orang berkontribusi dengan apa yang dirasakan hati. Anggapan
yang hanya berorientasi pada ke egoisan tanpa memikirkan ketidak nyamanan orang
lain dari tindakan yang kita lakukan maka yakin
hal tersebut akan berbuah buruk pada diri kita sendiri nantinya.
Kalau kata Nabi bahwa kehidupan itu
bagaikan ladang yang besar, maka kepada setiap manusia semasa dia hidup, harus
menanam dalam ladang tersebut, tergantung pemiliknya mau menanam apa atau mau
diisi apa, karena kemudian nanti di alam akhirat hasil dari semua yang di tanam
pada ladang yang luas semasa hidup di dunia akan di panen dan dinikmati
hasilnya masing-masing.
Ketika yang ditanam adalah sebuah kebaikan atau tanaman yang
baik-baik, maka hasilnyapun ikut baik dan akan mendapat tempat terbaik yakni
surga, sebaliknya jika yang ditanam adalah suatu hal yang buruk atau tanaman
yang buruk dan tidak subur, maka hasil yang dipanenpun juga akan disesali
karena tidak berarti apa-apa, melainkan hanya mendapat kesengsaraan karena di
akhirat ditempatkan pada tempat yang paling buruk dan ditakuti yakni neraka.
Kata ilmuan bijak hidup ini bagaikan
permainan untuk mencapai kemenangan tertinggi. Menang dalam artian mencapai
kebahagiaan sejati di kehidupan yang kekal besok yakni alam akhirat. Jadi
ketika seseorang menjalani kehidupan di dunia, itu semua masih tahap-tahap
dalam permainan, namun tentu dalam bermain setiap insan juga harus tetap fokus
dan tidak lalai ketika menghadapi berbagai ancaman yang bisa mengakibatkan
kekalahan. Setiap masalah, pengaruh-pengaruh yang berhubungan dengan eksternal
maupun internal yang muncul, itu di umpamakan sebagai tangga atau tahapan
permainan, makanya setiap orang sekali lagi tidak boleh lalai dan mudah terindikasi
akan pengaruh tersebut agar bisa tetap fokus dalam bermain, mengatasi semua
masalah dan menjadi pemenang tertinggi.
Dengan menulis penghidupan nama dan
jiwa semangat akan selalu terkenang dan tidak akan mati. Merupakan salah satu
metode dalam merealisasikan mimpi dan membuat hidup lebih berwarna. Sebagai
ajang pembelajaran bagi penerus-penerus atau para kaulah muda selanjutnya dalam
memberikan kontribusi ilmu maupun berupa cerita pengalaman hidup yang bisa
menjadi bahan penelitian untuk dikembangkan sehingga menghasilkan
penemuan-penemuan baru. Selain itu, dapat menjadi motivasi dan dorongan agar
lebih produktif dalam bertindak, serta membuat kehidupan yang berupa jasad
mendapat pengakuan dari banyak orang. Pengakuan dalam artian mendapat apresiasi
karena telah bisa bermanfaat serta membanggakan setiap orang yang telah mengenalnya.
Karena sekali lagi dalam sebuah kata bijak dikatakan, Jangan sampai ada dan
tidakmu di dunia ini sama!.
Warna-warni kehidupan mengarahkan
setiap pemikiran berkembang dalam benak setiap insan. Dengan banyaknya perkara
yang menuntut ketabahan hati, membuat kedewasaan semakin matang dan pengalaman
dalam mengarungi kehidupan semakin berwarna, maka dari itu jangan mudah
menyatakan kekurangan dan kekalahan ketika tengah berusaha menyelesaikan sebuah
masalah, karena sebenarnya kekuatan dalam diri itu ada dan bisa kita selesaikan
sendiri dengan hanya mendapat sedikit bantuan dari orang lain.
MENCAPAI
KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI
Mencapai sebuah kebahagiaan
merupakan keniscayaan bagi setiap insan yang hidup dengan harapan yang
tersimpan dalam pikiran kemudian di realisasikan dengan tindakan. Maka mutlak
bagi mereka yang berani bermimpi untuk mengamalkan rumus untuk mencapai
kebahagiaan, “U dan T’’ yakni Usaha dan Tawakkal. Terlepas dari itu bisa dikatakan
hanyalah beberapa bonus yang diberikan sang Khalik kepada mereka yang berhasil.
Karena dalam sebuah kalimat bijak dikatakan bahwa ketika seseorang ingin sukses
maka hendaklah dia berusaha terlebih dahulu kemudian bertawakkal karena usaha
tanpa doa sama dengan sombong dan doa tanpa usaha sama dengan tolol.
Berbagai anggapan dalam mecapai
sebuah kebahagiaan tidak bisa disalahkan. Setiap jiwa memilik jalannya
masing-masing. Maka apakah bisa dikatakan salah ketika kita menegur orang yang
mabuk-mabukan di jalan tengah malam, membunuh tetangganya untuk balas dendam,
memperkosa demi mendapat kepuasan batin, dan lain sebagainya.
Perbedaan adalah rahmat. Itulah yang
dikatakan Nabi dalam sebuah sabdanya. Betapa naifnya seseorang ketika telah
mengetahui sabda tersebut akan tetapi acuh tak acuh, tidak mempercayai, seakan
mengabaikan sampai dia masih melakukan tindakan-tindakan serta tetap istiqomah
pada perbuatan maksiatnya tadi. Inilah yang disebut dengan matinya hati seorang
insan.
Ketika hati seorang insan telah
mati, telah menjadi sekeras batu, dipenuhi kotoran serta menjadi hitam pekat,
maka jangankan nasihat dari keluarga dan teman-temannya atau sesama manusia,
teguran dari Allah dan Rasulnyapun diabaikan. Inilah suatu keadaan seorang
insan yang sepantasnya sangat kita takuti dan hindari. Bukan hanya siksa dan
keburukan di akhirat yang akat dia dapatkan, akan tetapi keterpurukan, cacian,
dan hinaan dari manusia ketika dia masih hidup juga akan selalu diterima.
Terpaan berbagai masalah, dan dijauhi oleh setiap orang akan menjadikan
hidupnya seperti sampah. Naudzubillah...
Melakukan evaluasi atau intropeksi
diri adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah hati mati.
Dengan mengingat semua kegiatan dan aktifitas setiap hari sebelum tidur,
kemudian mengelompokkan menjadi dua sifat yakni baik dan buruk, semua sifat
yang dianggap buruk, tindakan yang telah dilakukan kemudian tidak disukai atau
yang melukai oranglain maka harus dihilangkan dan dicegah untuk diperbaiki
keesokan harinya, sebaliknya hal yang menjadi tindakan terpuji dengan membuat
orang senang serta bermanfaat baik kepada orang lain maupun diri sendiri ketika
kita melakukannya, maka perlu ditingkatkan dan terus diingat agar bisa
senantiasa menyebar kebaikan kepada pribadi, orang lain dan seluruh mahluk.
Kebahagiaan yang hakiki tidak bisa
diukur dengan kesenangan dan kenyamanan sementara. Karena kebahagiaan yang
hakiki adalah kebahagiaan yang bersifat lama dan tidak mudah untuk dipahami.
Tidak ada yang dapat mengetahui kata hati seseorang kecuali dia yang maha
mengetahui. Namun tindakan yang hanya berdasar kenyamanan sementara, bersifat
sementara dan merugikan orang lain tidak bisa disebut sebagai kebahagiaan. Hal
semacam itu tak lain dan tak bukan hanyalah tindakan bodoh dan egois yang hanya
mementingkan kesenangan pribadinya, namun pada akhirnya akan mencelakakan dan
menusuk dirinya sendiri.
Sehubungan dengan itu maka dapat
dikatakan dengan jelas, bahwa pernyataan untuk menyalahkan setiap orang yang
berorientasi dalam mecapai kebahagiaan seperti penjelesan yang tertera pada
paragraf sebelumnya adalah benar. Karena sekali lagi, kebahagiaan yang hakiki
adalah kebahagiaan yang diraih bukan semata-mata untuk mencapai kesenangan
sementara dengan menjadikan beberapa orang sebagai korban ketidak nyamanan atas
tingkah laku kita.
Kalau nantinya muncul pernyataan
yang mengatakan bahwa sukses dulu baru bisa bahagia, sungguh itu adalah kesalahan
dan harus di klarifikasi. Seyogianya setiap pekerjaan dilandasi dengan perasaan
senang dan kebahagiaan ketika melakukannya karena hasil terbaik dari sebuah
usaha berawal dari hati yang sungguh-sungguh tulus dan ikhlas dalam
mengerjakannya, sebaliknya pekerjaan yang dimulai dengan paksaaan dan kekerasan
tanpa ada rasa tulus dan ikhlas dalam hati untuk bekerja maka akan menghasilkan
pula pekerjaan yang amburadur dan tidak teratur.
.Memiliki mindset positif dalam menghadapi setiap perkara
akan membuat hati senantiasa menjadi tenang dan nyaman. Karena orang yang
selalu negative thinking adalah orang yang perumpamaannya menaruh batu
besar dalam perjalanan hidupnnya untuk mencapai kesuksesan, sebagai penghambat
yang sangat besar. Sebaliknya, ketika selalu memberi dan bersifat positif, maka
ketika dihadapkan pada suatu masalah dia akan tenang dalam mengahadapi dan
tidak tergesa-gesa mengambil keputusan, kemudian setelah masalah itu selesai,
dia percaya bahwa dari masalah yang tiba-tiba datang tadi, akan ada sesuatu,
rahasia yang lebih baik tersimpan di kemudian hari atau hikmah dan pelajaran
yang selalu bisa kita petik.
Kebahagiaan pada intinya adalah sesuatu yang dicapai dengan kekuatan
pikiran, bukan dengan tindakan dan perkataan refleks. Bagaimana seseorang
berproses ketika menghadapi masalah, apakah pikirannya menanggapi dengan cara
positif atau negatif, itu semua tergantung kedewasaan dan kematangan berpikir
seseorang. Ketika dia menanggapi dengan negatif, maka pikirannya akan
menuntunnya untuk tergesa-gesa, kaget dan takut, dari sana kemudian dia
menggunakan segala cara kiranya masalah itu dapat selesai tanpa memikirkan
dampak buruk yang akan muncul setelah itu. Menyandarkan permasalahan kepada
setiap orang, menyalahkan diri sendiri, dan lain sebagainya, sungguh perasaan
seperti ini sangat buruk dan tidak ada nilai kebaikan di dalamnya.
Menanggapi masalah dengan positif, maka hidup akan lebih indah,
terarah dan mulia. Karena dengan upaya menenangkan hati dengan cara ikhlas dan
sikap bertanggung jawab, maka seberapa besarnyapun masalah itu pasti akan
mendapat respon yang baik dari dalam diri sehingga membuat orang di sekitar
juga akan merasa aman dan nyaman dari tingkah laku budiman kita.
Contoh masalah, ketika si Do’i mendapat masalah besar, yaitu
menabrak mobil seseorang dengan motor karena tidak sengaja, ditengah-tengah
padatnya pengemudi jalan raya, kemudian bapak yang punya mobil keluar dan dengan
intonasi yang keras tanpa berpikir panjang dia memarahi si Do’i habis-habisan,
kalau orang yang tidak memiliki sifat potif thinking maka dia akan
membalikkan kata-kata si bapak tadi, karena dia juga tidak sengaja melakukan
hal tersebut. Sebaliknya si Do’i karena dia memiliki pikiran yang jernih,
selalu menganggap segala masalah pasti ada solusi dan jalan keluarnya,
mengambil hikmah dan pelajaran, maka dia dengan lapang dada menerima perkataan
Bapak itu, kemudian dengan berbicara lemah lembut dan intonasi yang halus si Do’i
meminta maaf dan berupaya untuk mengganti segala kerugian yang di akibatkan
dari tabrakan sehingga membuat sebagian dari body mobil Bapak itu rusak.
Meskipun tanpa suruhan dari Bapak untuk menggantinya, Do’i tetap
bersikeras untuk membantu. Rasa tanggung jawab yang dimilikinya begitu besar,
mengakui setiap kesalahan yang dilakukan sehingga mengalahkan rasa kecewa serta
ke angkuhan dalam diri si Do’i. Dia terus memohon maaf dengan bicara yang
lembut dan intonasi halus, sampai pada akhirnya hati si Bapak luluh dan
memaafkan si Do’i.
Bahkan karena ketulusan dan keikhlasan seseorang, hal yang tadinya
buruk dan negatif seketika bisa berubah menjadi hal yang baik dan
menguntungkan. Karena kejujuran dan kemuliaan hati seorang Do’i, membuat Bapak
itu tertarik dengan kepribadiannya,. Bapak itu pergi ke bengkel untuk
memperbaiki mobilnya dengan ditemani si Do’i. Di sana si Bapak tadi menanyakan
beberapa hala yang lebih dalam terkait kehidupan dan pribadi Do’i. Di antaranya
tentang keluarga, latar belakang pekerjaan orang tua, tempat tinggal, status
sosial, dan masih banyak lainnya.
Lama berbincang, tiba-tiba Do’i mencoba menanya balik seperti
halnya pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya diajukan ke dia. Berpikir sejenak
dan akhirnya Bapak itu menjawab dengan intonasi suara yang pelan tapi pasti.
Ternyata selama beberapa jam ini yang ditemani si Do’i bincang-bincang dan
mobil yang di tabraknya adalah milik seorang direktur peusahaan terkenal di
luar kota si Do’i. Do’i sangat terkejut, perasaan takut, malu bercampur sedikit
bangga bergejolak dalam hatinya, takut karena yang dia berbuat masalah dengan
orang besar yang dengan mudahnya bisa memasukkan orang ke penjara, malu karena
dari awal bertemu tadi, si Do’i terlalu terbuka dan santai tanpa sopan santun
yang lebih, dan bangga karena baru kali ini dalam hidupnya bisa bicara langsung
dengan orang kaya dan sehebat Bapak.
Do’i merasa ada yang aneh, mengapa daritadi Bapak itu menanyakan
pribadinya. Selang beberapa jam, mobil Bapak itupun bagus kembali. Si Do’i
lagi-lagi di suruh ikut dengannya dan di undang bicara lebih dalam di rumah
pribadi Bapak tadi yang kebetulan ada baru dia beli di kota si Do’i, yang
terletak tidak jauh dari bengkel. Dengan sedikit sungkan Do’i menerima tawarannya
dan ikut bersama Bapak tadi kerumah pribadinya.
Dijalan menuju rumah si bapak Do’i berpikir tentang apa saja
kira-kira yang ingin dilakukan Bapak dengan dia, rasa takut bercampur bangga
tetap ada, karena takutnya sampai tidak sedikit dari anggapannya bahwa nanti
dia bisa dipukuli karena telah berurusan dengan seorang besar yang punya banyak
anak buah, dia takut di pukuli dan lain-lain. Gejolak batin dalam perjalanan
dirasakan begitu dalam oleh seorang bocah yang labil ini.
Dengan keyakinan yang kuat dia percaya bahwa tidak akan terjadi
apa-apa, dia menguatkan dan memberanikan dirinya untuk menanggung segala resiko
yang nantinya datang karena akibat dari kesalahan atau kecerobohannya sendiri.
Bahkan dia merasa sudah teguh dalam pendiriannya bahwa meskipun nantinya dia
harus mati, maka dia akan mati dalam keadaan yang bahagia karena telah
melakukan tanggung jawabnya daripada dia hidup tapi terus di hantui dengan rasa
kesengsaraan karena tidak bisa bertanggung jawab.
Sesampainya di rumah mewah si Bapak direktur tadi, si Do’i begitu
terheran takjub, baru kali ini dia melihat langsung rumah yang begitu indahnya
seperti istana di film-film. Tidak lama melihat-lihat si Do’i langsung
dipersilahkan duduk oleh Bapak direktur, sedikit perantara dan ternyata si Do’i
diminta untuk bekerja bersama si Bapak, Do’i sangat terheran dan diam seketika,
ternyata apa yang selama ini dia kira-kirakan sewaktu di perjalanan tadi adalah
pikiran yang salah dan jauh dari angan-angannya.
Dengan hati mulia yang dimiliki si Do’i, Bapak yang tadi marah
akhirnya luluh dan membantu si Do’i dengan menawarkan sebuah peluang kerja di
perusahaan Bapak tadi sebagai salah seorang staf tertinggi. Hampir saja Do’i
tidak bisa bicara mendengar ajakan Bapak itu, bagaimana si Do’i tidak begitu bersyukur
dan sangat senang, karena gaji seorang staf yang bekerja di sebuah perusahaan
tidaklah kecil dan dari itu semua dengan perlahan dan bertahap si Do’i akan
bisa membantu memenhi segala kebutuhan rumah tangga dan mengurangi beban
ayahnya yang bekerja sendiri karena sudah di tinggal istri tersayang serta ibu
tersayang Do’i.
Dari sedikit kisah si Do’i tadi, patutnya kita bisa mengambil
banyak pelajaran. amanat dan pesan bijak yang bisa memotivasi agar berbuat
lebih dengan setiap orang kedepannya. Sebuah kesimpulan bisa kita petik dan
amalkan dalam kehidupan sehari-hari yakni dalam menjalani kehidupan yang indah
dan penuh warna ini kita harus menanamkan dalam diri sebuah sikap dan prinsip positive
thinking dimanapun kita berada, sama siapapun, bagaiamanapun keadaan dan
seberapa besarpun masalah yang kita hadapi, jangan langsung tergesa-gesa dan
mengambil tindakan tanpa berpikir panjang.
THE
POWER OF LOVE
Dengan cinta hidup jadi indah, dengan iman hidup jadi mulia dan
dengan lmu hidup jadi terarah. Hidup tanpa cinta, hampa, hidup tanpa ilmu, hina
dan hidup tanpa iman, buyar. Begitu signifikannya pengaruh cinta dalam
kehidupan sehingga dapat menyihir segala sesuatu hal yang terasa kurang nyaman
atau tidak baik menjadi suatu hal yang berbunga-bunga. Semuanya akan terasa
indah dengan cinta.
Seorang remaja ketika merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya,
maka dia akan mengubah kepribadiannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Kebiasaan buruk, tindakan konyol, yang selalu dilakukan ketika bersama
teman-temannya akan berusaha dia hilangkan saat berjalan bersama sang kekasih,
karena kekuatan cinta dia takut akan anggapan yang buruk muncul dari benak sang
pujangga.
Tidak akan ada sesuatu hal yang sia-sia di setiap langkah dan
tindakannya untuk membahagiakan sang kekasih. Sepanjang hari dan setiap saat
teringat akan wajah dan kenang-kenangan bersamanya. Bahkan sering kali
panggilan terlontar dari lisan orangtua tidak didengarkan karena sibuk dengan
hp dan laptopnya. Keindahan cinta membutakan segalanya.
Pengertian cinta akan senantiasa indah ketika dimaknai kepada hal
yang berbau kebaikan. Sebaliknya akan buruk ketika di kaitkan dan di salah
gunakan kepada jalan maksiat yang hanya merugikan dan membutakan segala
perbuatan baik. Dalam benaknya hanya memikirkan hal yang bisa membuatnya nyaman
dengan kekuatan cinta yang dimilikinya. Segala perbuatan buruk dan perkara yang
telah jelas dilarang dalam agama akan tetap dilakukan demi menuruti hasrat atau
nafsu birahinya.
Cinta tergantung penuntunnya. Akan berubah menjadi hal yang sangat
indah keika diindahkan dan akan menjadi hal yang sangat buruk atau hina ketika
cinta itu dituntun kepada kehinaan. Berhati-hati dalam bercinta kalau belum
mengetahui makna sebenarnya dari hakikat cinta, maka hindarilah, cari tau
terlebih dahulu dan kuatkan iman baru mulailah mendekatinya.
Sekali lagi cinta itu buta. Buta
terhadap fisik, harta, sikap, nasab, dan lain sebagainya. Seseorang yang telah
merasakan cinta sejati, maka dia akan dibutakan oleh cinta itu sendiri. Ketika
cinta tidak buta lagi, maka esensi dalam cintanya telah hilang, karena rumus
cinta adalah buta. Rasa sayang yang muncul dalam hati tidak bisa diungkapkan
dengan kata-kata.
Seseorang yang telah mendalami
cinta, maka dia akan tunduk patuh kepadanya. Menaati segala permintaan dan
keinginan cinta sekalipun sangat berat tindakan yang harus di lakukan demi
mewujudkan kemauannya. Penyesalan yang tidak bisa dibayangkan ketika tidak bisa
tunduk patuh dalam melaksanakan kemauan cinta sangat dihindari. Apapun akan
dilakukan untuk membahagiakannya.
Sifat yang sungguh naif terhadap
seorang insan yang berani menafikkan cinta. Ketidak pahaman akan hakikat cinta
membuatnya menyangkal keindahan cinta yang sebenarnya ada. Entah karena alasan
apa dia berani bertingkah demikian, apakah mungkin karena dia belum pernah
mersakan jatuh cinta, ataukah dia pernah merasa kecewa dan terluka karena
cinta.
Kebahagiaan sejati selalu dibangun dengan rasa cinta, karena dengan
hanya lima huruf ini c.i.n.t.a ini segala kekuatan dalam mengarungi kehidupan
yang dianggap buruk akan tersulap menjadi hal yang selalu indah setiap saat
setiap waktu. Dengan membangun cinta terlebih dahulu dalam diri akan memberikan
kekuatan lebih dalam menghadapi segalah masalah yang tidak bisa diperkirakan
datangnya.
Cinta dalam artian menanamkan cinta serta menumbuhkan rasa cinta
kepada Tuhan sang maha penyayang yang juga sangat mencintai hamba-hamba-Nya.
Dengan kekuatan cinta kita akan mengorbankan segalanya, waktu, kekuatan,
kesempatan, harta dan lain sebagainya semua hanya untuk berusaha bagaimana agar
kiranya sesuatu yang kita cintai bisa bahagia atau terwujud.
Kekuatan cinta memberikan energi luar biasa dalam diri yang
nantinya akan bisa tumbuh ketika seseorang yang kita cintai dalam bahaya.
Sebuah kekuatan yang dapat membangkitkan energi tanpa terduga sehingga sebesar
apapun halangan yang kita hadapi dapat di tangani dengan mudah, hanya untuk
menyelamatkan sang buah hati belahan jantung.
Keindahan dalam hidup serta semangat akan terus terbangun dan tidak
padam ketika seseorang merasakan yang namanya cinta. Terkadang rasa senyum
muncul sendiri tanpa disadari, tertawa sendiri dan selalu memberikan hayalan
serta imajinasi besar. Tingkat kekreatifan juga meningkat tidak seperti
biasanya ketika sedang dalam perasaan tanpa cinta. Tidak seaktif dan sesemangat
dari orang lain. Anti galau dan lain sebagainya.
KOTA
BANDAR MADANI
Suasana
yang selalu tenang dan damai dipusat kota. Supermarket, tokoh-tokoh tertata
rapi sepanjang jalan, kendaraan lalu lalang dengan tertib dan kicauan burung
yang menyejatrahkan hati. Sebuah kota
kecil dipinggir laut selatan sulawesi, dengan pelabuhannya yang besar
menjadikan kota ini kerap disapa dengan panggilan bandar madani. Meskipun
tergolong kota kecil, namun kualitas anak hasil didikan dari lingkungan sekitar
menjadikan manusia keluarannya tidak bisa dipandang sebelah mata, para tokoh
terkemuka yang paling berpengaruh di Indonesia telah lahir dari rahim kota ini,
Prof. BJ. Habibie (presiden ke-3 RI), A.Mallarangeng (pahlawan reformasi) menjadi
bukti nyata ke unikannya, mereka adalah dua dari sekian banyak tokoh terbaik
Indonesia yang dibesarkan di kota tersebut.
Kota
Parepare itulah namanya, tempat asal kelahiranku, tempatku dididik dan dibesarkan
selama kurang lebih enam belas tahun. Mulai dari lahir ketika aku baru mengenal
dunia, sampai beranjak dewasa ketika aku mulai mengenal cinta. Pelajaran hidup
yang diberikan kota ini terkadang membuatku sedih, karena lingkungan sosial
masyarakatnya cenderung bersifat keras. Namun kesedihan itu hanya gambaran
sedikit dari sekian banyak kegembiraan yang tersirat di dalamnya.
Beragam
keunikan dan pelajaran hidup yang kudapatkan di kotaku ketimbang di kota-kota
lain. Di antara yang paling menonjol adalah karakteristik masyarakat yang
selalu bergotong royong dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selain itu
lingkungan kekeluargaan anta rukun warga sangat harmonis sehingga rasa canggung
ketika ingin bertamu kerumah tetangga-tetangga tidak begitu terlihat. Letaknya
yang strategis juga memberikan keindahan yang dapat di rasakan setiap menjelang
matahari terbenam, dekat dengan lautan yang di halangi dengan sebuah pulau
kecil membuat kota ini sedikit aman dari masalah alam tsunami dan juga gunung
yang tidak begitu jauh dari perkotaan memberikan beragam pilihan wisata, di
antaranya air terjun, goa kelelawar, puncak nevo dan lain-lain.
Suku
yang khas di kotaku ini adalah suku Bugis. Suku yang terkenal dengan rumah
adatnya rumah Tengkonan. Bahasanyapun disebut bahasa Bugis. Namun
tradisi, budaya dan kebiasaan adat dari
suku Bugis sudah tidak begitu kental lagi di kota ini, karena memang kota ini
dikenal dengan kota para pendatang, jadi tidak semua masyarakat adalah pribumi,
melainkan banyak juga yang datang dari berbagai daerah. Ketika menyempatkan
beberapa waktu untuk mengunjungi dan mengelilingi kota ini, maka tidak sedikit
kita akan menemukan tokoh-tokoh atau bangunan cina di pusat kotanya.
Untuk
mengelilingi kota ini tidak memerlukann waktu yang begitu lama, karena
ukurannya memang tidak sangat besar ketimbang kota-kota pada umumnya. Bahkan
ketika melihat di peta, kota ini mungkin adalah kota yang terkecil di provinsi
Sulawesi Selatan. Namun masalah keindahan dan beragam keunikan suku tradisi dan
kebudayaan yang berkembang di dalamnya tidak bisa dikatakan hal kecil, karena
begitu banyaknya keindahan dan ketenangan dalam kota ini sehingga berbagai
pendatang penasaran dan akhirnya pergi mengunjungi bahkan tidak sedikit dari
mereka yang ternyata menetapkan untuk bermukim.
Salah
satu tempat yang membuat kota ini dikenal sampai keseluruh penjuru negeri
adalah karena adanya pelabuhan besar yang sudah menjadi jalur transportasi
nasional. Selain itu ada juga satu prestasi yang membuat kota ini menjadi salah
satu kota terbaik di Sulawesi Selatan yaitu juara kebersihan yang apresiasinya
berupa piala adipura, penghargaan ini pernah didapatkan tiga kali
berturut-turut dalam tiga periode. Tidak ada kota lain yang sebelumnya pernah
mendapatkan penghargaan seperti itu kecuali kota ini.
Segenggam
harapam hadir dalam jiwa kota ini ketika perjuangan para pendahulunya terbukti
dan dapat direalisasikan, dia yang telah sukses mengharumkan nama kota asal
kelahirannya, membawa rasa bahagia yang bercampur dengan cinta terhadap segenap
masyarakat. Bintang bisa bercahaya dan menunjukan kelipannya meskipun jauh
terlihat di atas sana, begitulah hakikat analogi calon kaulah muda di kota ini
yang akan menjadi generasi penerus bangsa dan agama.
Kebangaan
akan harumnya nama kota kelahiran terus tertanam dalam diri meskipun nantinya
pergi ke daerah orang lain, sejauh apapun itu dan selama apapun itu, kecintaan
akan tanah kelahiran pasti tetap terjaga. Harapan besar untuk kota bandar
madani kota strategis ini adalah semoga tetap dapat mempertahankan eksistensi
dan keharuman namanya sebagai kota kecil penghasil orang super yang akan terus
bisa memberi interesting para pendatang di berbagai daerah pelosok.
MIMPI TINGGI
DALAM TUBUH LABIL
Menjadi
seorang pilot adalah impian masa kecilku. Salah satu faktor yang mendorong
sehinnga ingin menjadi seorang pilot adalah ketika melihat pesawat itu terbang
diatas awan, rasanya sangat indah dan fantastis, hasrat ingin menaiki bahkan
mengendarai pesawat tersebut sangat besar. Puas rasanya jika bisa melihat awan
secara dekat, menikmati pemandangan gunung, laut, perumahan warga dan lain-lain
dari atas langit. Semua masalah yang menjanggal dalam fikiran terasa hilang
juga merefresh otak dan menenangkan hati.
Waktu
terus berjalan dan meninggalkan jejak mimpi kecil yang mulai pudar dan
terlupakan. Seketika ditanya tentang cita-cita dan impian di masa depan,
pikiran kaku seakan sulit untuk memerintah lisan berbicara. Pendalaman tentang
segala macam persyaratan untuk menjadi pilot telah dicari dan dipelajari, ternyata
tidak semudah yang terlintas dalam pikiran labil sat itu, seakan tidak percaya
akan susahnya semua pra syarat yang telah di baca dalam buku panduan menjadi
pilot.
Selain
dasar yang tidak sejalan, skill yang kurang memadahi karena terlambat
dalam mendalami keilmuan terkait pra syarat tadi, juga passion yang
kurang pas serta perkembangan lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga tidak
mendukung. Dengan bertahap akhirnya impian dalam tubuh labil saat itu
terlupakan, saatnya menatap dan merancang masa depan yang lebih jelas. Sesuai
dengan passion, harapan dan dukungan dari semua keluarga serta
anggota masyarakat di lingkungan.
Menjadi
seorang Professor bahasa arab adalah impian dan cita-citaku ke depannya. Kata seorang
ustad dan guruku di pondok, seorang anak belum bisa dikatakan sukses sampai dia
telah bisa mengalahkan ilmu atau pencapaian orang tuannya. Itulah salah satu
alasan mengapa aku sangat terobsesi ingin menjadi seorang Professor bahasa
arab, karena ayah telah mencapai S-3 maka setidaknya aku harus menjadi seorang
Professor.
Satu
hal yang perlu diingat bahwa setiap orang bisa bermimpi, namun hanya sedikit
sekali dari mereka yang dapat mewujudkan mimpi dan cita-cita besarnya itu.
Hanya mereka yang berani keluar dari zona nyaman, hanya mereka yang mau
berkorban waktu, tenaga dan pikiran demi mimpinya yang akan merasakan nikmatnya
sukses dan keberhasilan itu. Namun tidak dilupakan attitude atau sikap
juga adalah hal yang paling menunjang serta berpengaruh dalam kehidupan untuk
merealisasikan mimpi-mimpi kita, karena tanggapan positif setiap orang yang
mengenal kita sangat bermanfaat, tanpa mereka kehidupan kita tiada berarti.
Jika kau ingin melihat masa lalu maka lihatlah
keadaan dirimu sekarang, dan jika kamu ingin melihat masa depan, lihatlah apa
yang kau lakukan sekarang. Ketika mendapat hambatan dalam perjalanan mencapai
impian, sering kali kita mengeluh dan
hampir menyerah, padahal dalam keadaan seperti itulah mestinya kita
makin bersemangat dan mengeluarkan semua kekuatan kita, karena inti kenikmatan
saat berjuang dan letak keseriusan dalam mewujudkan mimpi terdapat pada keadaan
yang seperti itu.
Pencapaian
yang sempurna adalah ketika seseorang bisa mendapatkan kesuksesan dan meraih
mimpi-mimpinya dengan usaha mati-matian dari kekuatan yang muncul dalam dirinya
sendiri, tanpa ada unsur campur tangan keluarga, khususnya orangtua. Seorang
anak yang sukses tanpa menghadapi kesukaran dan penderitaan terlebih dahulu
adalah mereka yang belum mengerti hakikat sukses. Hanya bersandar dan berharap
pada harta warisan orangtua yang di masa mudanya telah berhasil. Mereka hanya
menikmati hasil jeri payah orangtuanya tanpa memikirkan seberapa susahnya untuk
bisa mencapai semua kejayaan yang dinikmatinya saat itu.
Mimpi
tinggi dalam tubuh labil memberi pengajaran yang dalam tentang pentingnya
konsisten terhadap apa yang telah kita tetapkan dalam hidup ini, karena dalam
menentukan tujuan bukanlah sesuatu yang bisa di permainkan. Mempermainkan
cita-cita merupakan perbuatan konyol yang paling sering diremehkan oleh
kebanyakan individu saat ini, mereka mengira hidup tanpa mimpi itu dapat
menjamin kehidupan bahagianya di kemudian hari, padahal sebaliknya dia yang
hidup tanpa memiliki impian atau cita-cita akan berjalan di permukaan bumi
seperti orang yang tersesat dan jalan hanya mengikuti arus.
Terombang-ambing
dengan mudah, tidak mengetahui jalan yang benar dan yang salah, kesenangan
sementara menjadi tolak ukur. Jika tetap seperti itu sampai dewasa dia belum
mendapati jati diri menentukan mimpi dan tujuan hidupnya, maka cita-cita dan
mimpi itu pulalah juga yang akan menjawab dengan mempermainkan mereka seiring
dengan berjalannya waktu.
Hikmah
dari mimpi semasa kecilku yang telah terganti akan menjadi acuan untuk terus
mendorong dan memberi semangat dalam mengarungi kehidupan yang layaknya
permainan semata ini. Menjadi motivasi untuk mewujudkan mimpi dan cita-citaku
saat ini. Mimpi yang bukan lagi semata-mata hanya keinginan dalam hasrat yang
tidak pasti, melainkan mimpi yang akan membuatku menjadi orang yang bermanfaat
bagi seluruh umat dan bisa membanggakan setiap orang yang telah mengenalku.
Menjadi Prof. Bahasa Arab, Allahumma Amiin...!!! Pasti.!!
Keyakinan
yang kokoh harus sudah terbangun mulai saat ini, tidak ada kata mundur dan
mempermainkan sebuah mimpi. Keseriusan dibangun dengan mengamalkan setiap pesan
dan amanat bijak dari orangtua dan semua guruku. Kepercayaan mereka akan
kesuksesanku di kemudian hari tidak akan menjadi sia-sia, apapun itu pasti bisa
kulewati dengan usaha, doa dan tawakkal.
NYAWAKU BERADA
DIGENGGAMAN BATU TERAKHIR
Hujan
begitu lebat, tanah becek dan semak-semak berduri tebal perlahan mengiris
lengan, akan tetapi itu semua tidak menjadi penghalang, dengan tekad yang kuat
dan semangat membara semua itu dengan cepat kulewati, rintangan yang besar
hanya akan menjadi pemicu kekuatan yang lebih dari dalam tubuh. Aku dan
teman-teman pergi ke air terjun dihutan dekat pondok yang jaraknya kurang lebih
2 km dari asrama.
Rute
yang cukup jauh kami tempuh hanya dengan waktu dua puluh menit. Setelah sampai
di tujuan, kami terkejut melihat aliran air yang begitu deras, sedikit rasa
takut dan keraguan tiba-tiba muncul, semua anak yang awalnya mempunyai tujuan
bersama yakni ingin mandi, setelah melihat derasnya air sebagian memutuskan
hanya melihat-lihat saja, mereka takut akan terbawa arus.
Hanya sekitar 5-7 anak yang berani turun
(termasuk saya), baru 3 anak yang loncat hal tidak diingankan betul-betul
terjadi, hujan tiba-tiba makin deras, air berubah jadi coklat, arus sungai
semakin kuat bagaikan tsunami, seperti tidak ada harapan lagi bagi orang yang
terbawa arus seperti ini. Dua anak berhasil menyeberang, tinggal aku sendiri,
‘’tidak bisa, terlambat, kalo aku menyeberang sekarang pasti terbawa arus,
tidak mustahil nyawa bisa melayang’’ bisik
dalam hati. Kuperhatikan sekeliling,
yang ada hanyalah tebing, cukup tinggi sekitar delapan meter.
Tidak
ada jalan lain, tanpa berfikir panjang aku langsung menepi ke tebing, ku
genggam apapun yang bisa kucapai, batu licin yang menjadi harapan terakhirku ku
genggam dengan segenap kekuatan saat itu. Rasa takut dalam hati makin menekan,
‘’mungkin inilah akhirnya’’ bisik dalam
hati. Semua doa yang telah diajarkan di pondok kubaca dalam hati, perlahan
tebing kupanjat, batu licin yang tadi ku genggam dengan perlahan ku pindahkan
ke batu yang lebih di atas.
Genggaman
kukeluarkan seoptimal mungkin pada setiap batu di tebing itu, air makin naik
dan masih mengenai kaki, hampir saja aku tergelincir karena licinya batu
pijakan, terus kucari tangkai atau batu lain yang bisa ku genggam, dengan
keadaan seadanya, tanpa baju dan hanya menggunakan celana boxer tipis tidak
lagi menjadi perhatian, yang terpeting saat itu adalah bagaimana caranya aku
selamat dan bisa naik ke atas tebing mencapai tempat yang aman. Terus kupanjat,
semak berduri yang melekat di atas tebing sekali lagi menggores perut dan kedua
lenganku. Semua kekuatan ku maksimalkan, ‘’terus naik! panjat lebih tinggi!’’ sorak teman dari tepi sungai.
Teriakan
mereka yang khawatir terdengar keras dan membuatku semakin semangat untuk
memanjat. Sambil berdoa membaca semua hafalan doa terbaik yang telah kudapatkan
di pondok, aku memanjat, kudaki tebing itu, genggamanku layaknya genggaman
seekor singa lapar yang menerkam mangsanya. ‘’Meskipun tanganku sampai berdarah
genggamanku pada batu tebing itu tidak akan pernah kulepaskan’’ tegasku
dalam hati. ‘’Aku tidak akan mati disini, masih banyak mimpi yang harus
kucapai dan masih banyak orang-orang yang kusayangi yang ingin aku bahagiakan’’
harapku sambil menguatkan hati dan keyakinan dalam memanjat.
Lama memanjat, akhirnya puncak tebing
terlihat, aku mempercepat gerakan untuk segera mencapai puncaknya, cepat tapi
pasti. Setelah sampai di puncak tebing, aku langsung berdiri dan mencari tempat
yang lebih aman. ‘’Alahamdulillah selamat’’
dalam hati sangat bersyukur. Tanpa mengulur waktu lebih lama, aku turun
dari tebing lewat jalan tanah yang lebih aman untuk segera menolong dan
membantu temanku menyeberang sungai, karena jalan satu-satunya agar bisa
kembali ke pondok adalah menyeberangi sungai yang bersambung dengan air terjun
tadi terlebih dahulu. Dengan menggunakan akar-akar pohon teman-temanku
menyeberang dan aku yang menangkapnya.
Derasnya
arus sungai tidak menjadi penghalang dan menjadi hal yang menakuti teman-teman
untuk menyeberang. Karena yang terpenting saat itu adalah bagaimana caranya
bisa segera pulang ke kembali ke asrama tanpa ada yang cedera. Salah
seorang temanku sempat terjatuh ketika
hampir sampai di ujung sungai, genggaman tangannya terlepas dari akar pohon
tadi, celananya hanyut di bawah air, dia sempat telanjang, lucunya teman-temanku
yang lain bukannya menolong mala menertawakannya. Perlahan ku tarik dia ke
tepi, setelah sampai di tepi langsung diberi sarung untuk menutupi badan dan
auratnya.
Semua
temanku berhasil menyeberangi sungai yang arusnya deras tadi dengan selamat
tanpa ada yang terkena cedera parah. Setelah
itu aku dan teman-teman senior langsung mengngondisikan teman-teman yang masih
junior, kami atur dengan cara jalan satu baris, ada temanku yang menuntun di
depan dan aku yang menjaga di belakang. Dengan perasaan yang sangat legah
akhirnya kami sampai di asrama dengan selamat. Sebagian temanku langsung mandi
kemudian mengganti pakaian dan bersiap untuk menunaikan shalat maghrib.
Hari
itu merupakan hari yang sangat berkesan dalam hidupku , pengalaman hampir mati
di air terjun dekat pondok yang tidak akan pernah terhapus dalam memori dan benak,
akan tercatat sebagai satu cerita yang paling berkesan selama perjalanan
hidupku di pondok dan semoga pengalaman itu tidak terulang kembali di kemudian
hari
JAGA IBUKU DI
SISI-MU YA RABB
Sabtu, 27 September 2008, adalah
hari terakhir aku melihat Ibu “bidadari dunia dan surgaku”. Tiga hari sebelum
pemakaman aku masih berada di pondok, belajar dan beraktivitas seperti biasa
bersama teman-teman, namun hari di mana ibu mulai masuk RS saat itu memang ada
sedikit kegelisahan dalam hati, entah apa penyebabnya masih rabun.
Rabu,
tepatnya pada Pukul 12.00
adzan dikumandangkan, waktu tanda pulang dan pembelajaran telah selesai, semua
anak bergegas keasrama, waktu baru keluar dari kelas tiba-tiba terdengar suara
dari sudut kelas smp “Jadul, dul kau dipanggil Ust Rusman di piket sekarang!” teriak temanku yang bertugas piket hari itu.
‘’Tumben Ust Rusman panggil siang-siang gini, ada apa?’’ dalam hati bertanya.
Dengan rasa penasaran dan hati gunda
aku berjalan kepiket, sampai di sana belum sempat aku bertanya Ust langsung
menyuruhku naik ke motornya, agak terburu-buru. Di jalan aku semakin kaget dan
penasaran, berkali-kali aku bertanya tidak satupun dijawab, Ust hanya diam dan
fokus ke depan.
Lama
penasaran, ternyata aku di bawah ke RSU TYPE C (salah satu rumah sakit umum
yang ternama di kotaku), perlahan dan pasti kukuatkan hati yang terasa semakin
tidak enak ini untuk segera masuk ke dalam pintu gerbang rumah sakit. Di sana aku
melihat kendaraan yang parkir. Selain itu, banyaknya keluargaku yang berdiri
menangis dan berkumpul di depan pintu ruang UGD membuat hati ini semakin
penasaran.
Namun
masalahnya sampai detik itupun aku belum tau pasti kejadian apa yang terjadi,
kenapa semua menangis dan siapa yang ada di dalam ruangan UGD itu. Setelah
turun dari motor seorang wanita tua langsung lari menemuiku, dia memeluk dan
menangis dihadapanku, lama aku mengingat ternyata wanita tua itu tanteku
sendiri, karena merupakan salah satu keluarga jauh dan jarang bertemu jadi
wajahnya tidak familiar dan masih susah diingat.
Sambil menangis dan memelukku dia berkata
(dalam bahasa bugis namun ditranslate ke Indonesia baku) ”Ibu nak, Ibumu
kecelakaan”. Belum selesai dia bicara air mataku langsung tumpah, sedikit demi
sedikit akhirnya mengalir begitu deras, sempat aku terdiam sejenak namun tidak
lama, jelang beberapa detik kemudian kakiku langsung terasa ringan dan bergerak
sendiri, berjalan cepat terasa ada yang menuntun utuk segera melihat ibu.
Hanya
sampai di depan pintu ruang operasi, aku berdiri kemudian kembali diam sejenak,
melihat dan meratapi ibu terbaring pasrah dikelilingi beberapa orang yang
menggunakan pakaian hijau dan sebagian di antara mereka memegang pisau, gunting
dan alat operasi lainnya. Aku seperti patung yang hanya bisa diam termenung dan
tidak melakukan apa-apa.
Rasanya
mata ini tidak kuat lagi untuk menumpahkan semua tangisan yang menggambarkan
kesedihan mendalam dalam diri ku saat itu. Melihatku tampak lesuh, tante
langsung memegang bahuku seraya menuntun ku perlahan untuk berbalik dan keluar
dari ruangan itu, di luar ruangan aku mendengar semua tangisan keluarga dan
khususnya adik-adikku, tak tahan rasanya aku melihat mereka, tiba-tiba teriakan
dari lisan dan tumpahan air mata ku lebih besar dari semuanya. Seketika mereka
kaget namun tidak lama akhirnya mengerti paham tentang bagaimana perasaan
seorang anak pertama yang menjadi tonggak keluarga kemudian melihat ibunya
terbaring pasrah tanpa tau harus melakukan apa.
Tante
yang tadi menuntunku keluar ruangan, kemudian mungkin karena tidak tahan juga
melihat keponakannya menangis meratapi kejadian yang kurang baik menimpa ibu,
akhirnya dia menyuruhku dan adik-adik kerumahnya untuk beristirahat dan terus
berdoa demi keselamatan ibu.
Di
rumah tante aku hanya bisa duduk termenung dan menghayal bagaimana kiranya
nanti jika ibu tidak bisa sembuh, siapa yang akan menjaga adik-adikku yang
masih kecil dan belum tau apa-apa. Sangat sedikit peluang sembuh, namun aku
terus percaya dan menguatkan keyakinan bahwa ibu pasti bisa melewati semua
goncangan penyakit itu, meskipun nantinya ibu sembuh, kemungkinan besar dia
akan lupa ingatan dan lumpuh, semua itu tidak akan mengurangi rasa sayang dan
cintaku kepadanya tidak akan ada yang bisa merubah kenyataan bahwa dialah sosok
bidadariku dan ibu kandung sedarah sedaging.
Tiga
hari koma di rumah sakit, tanpa gerakan hampa suara. Sempat terdengar kira-kira
pada hari ke dua, ada rencana bahwa ibu mau di rujuk ke rumah sakit yang lebih
lengkap peralatan dan lebih bagus perawatannya di Makassar, sekitar empat
sampai lima jam perjalanan, karena kemungkinan dokter yang ada di sana lebih
profesional sehingga membuat mereka lebih mudah dan mengetahui terkait pengobatan
yang tepat untuk menyelamatkan ibu. Namun semua rencana itu kembali
dipertimbangkan karena takutnya di mobil ambulance yang kecil, itu tidak akan
muat untuk diisi tabung oksigen beserta alat-alatnya, karena ibu belum bisa
bernafas sendiri, harus dengan bantuan alat pernafasan.
Setelah
dipertimbangkan dengan melihat segala kemungkinan baik buruk yang akan terjadi
ketika melakukan perujukan, maka keputusan mengatakan tidak bisa. Ketakutan
kalau nantinya di perjalanan, ibu kehabisan oksigen, segala pertimbangan dan
solusi sudah di pikirkan matang-matang. Untuk pengganti tabung oksigen dan
alat-alatnya pun sudah diberikan solusi yaitu dua perawat laki-laki yang siap
membantu untuk terus memompa menggunakan alat bantuan pernafasan secara manual.
Namun sekali lagi cara dan rencana seperti itu presentasi keberhasilannya hanya
sekitar 30%, harapan untuk selamat lebih kecil dan kegagalan lebih besar,
karena kemungkinan macet atau adanya hambatan-hambatan ketika dalam perjalanan
tidak bisa di prediksa keseluruhan.
Setelah
kegagalan rencana itu baru kemudian dokter di rumah sakit umum kotaku, pasrah
dan memberikan usaha maksimal mereka dalam mengobati dan memberikan pelayanan
terbaik untuk ibu. Semua keluarga dekat maupun jauh, serta semua teman-teman
ibu dan ayah datang silih berganti untuk melihat keadaan ibu yang masih belum
sadar berbaring di rumah sakit umum ini, hampir seperempat dari penjenguk rumah
sakit dipenuhi oleh tamu dan teman sekerabat ibu dan ayah. Hanya doa yang tulus
yang dapat diberikan kepada segenap keluarga dan teman-teman kepada ibu
tersayang. Semoga Allah mengijabah semua doa-doa mereka. Allahumma aamiin...
Pada
malam ke-tiga, setelah isya di rumah tante, sebuah telepon masuk ke hp
sepupuku, yang mana pada saat itu aku juga berada di depannya duduk sambil
menghayal. Dengan sedikit gugup dia mengangkat telepon, tidak lama dia bicara
tampak dari raut wajah dan mulutnya yang tertatih-tatih dalam berbicara,
kemudian aku bertanya, siapa yang menelepon? Belum sempat dia menutup telepon,
tanganya jatuh pasrah dengan genggaman hp yang masih tersambung ke tempat
duduk. Air matanya jatuh perlahan seraya menjawab pertanyaanku dengan mulut dan
badan yang tampak sangat lemah seketika, Tante (ibuku) telah meninggal yad!.
Mendengar jawaban itu aku juga langsung jatuh pasrah terbaring ke tempat duduk,
sambil berpikir bahwa ternyata seperti ini rencana-Nya, aku yakin pasti ada
hikmah yang terbaik terselip di kemudian hari, aku hanya akan terus berdoa dan
berdoa untuk mendoakan ibuku sang bidadari
tersayang.
Tidak
lama berbaring kemudian aku dipanggil om untuk bersiap segera ikut ke rumah
sakit bersama sepupuku. Di perjalanan menuju rumah sakit, aku hanya berpikir
tentang bagaimana kedepannya aku bersikap dan bertingkah laku harus lebih dewasa
karena sebagai panutan dan contoh buat adik-adikku. Selain itu aku harus lebih
bersungguh-sungguh lebih bekerja keras untuk membantu dan meringankan beban
ayah yang akan merawat kami seorang diri dan mendapat peran dua selain ayah
juga menjadi seorang layaknya ibu yang memasak, mencuci dan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga lainnya. Menyangi dan menemani anak-anaknya serta
membiayai dan mencarikan nafkah halal.
Sampai
di rumah sakit aku masih belum menangis, baru ketika aku melihat jasad ibu yang
dibawa dan dituntun oleh beberapa orang termasuk ayah ke ambulance, seketika
itu aku menangis dan langsung ikut untuk menuntun jasad ibu. Bahkan sampai di rumah nenek aku tetap ikut
di ambulance melihat baik-baik, menemani dan menjaga ibu untuk terakhir kalinya
bersama ayah sayang.
Cukup lama, tiga hari di rumah sakit umum itu,
pada akhirnya ibu dipanggil ke sisi sang Kuasa. Sebagai seorang anak sedarah
sedaging, aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk ibu tersayang dengan
cara memberikan doa-doa terbaik yang dipanjatkan sebagai anak soleh yang
pahalanya akan terus mengalir meskipun ibu sudah tidak ada. Kalau kata orang
ibu sudah tidak ada, tapi bagiku ibu selalu ada, karena yang tidak nampak hanyalah
jasadnya, jiwa, semangat dan kasih sayang ibu akan selalu hidup dalam batin dan
pribadiku, kan ku jaga dan ku amalkan sifat kasih sayangnya kepada ayah dan
adik-adikku. jaga dia Rabb! Ibuku sayang.
PONDOK GERHANA
BULAN
Pondok Pesantren Al-Badar DDI
Bilalang Parepare, merupakan rumah indah nan sejuk bagiku, selama kurang lebih
enam tahun tinggal dan menuntut ilmu di sana. Tempatnya yang strategis yakni di
atas gunung jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota membuat pondokku sering
dikunjungi orang-orang luar, dari kaum muda yang pengangguran hingga kalangan
pejabat yang kaya raya sering berdatangan, namun tentu dengan tujuan yang
berbeda.
Nama pondok di ambil dari kata
bahasa arab badr yang artinya bulan, sejarah kenapa pengasuh memilih
nama itu adalah ketika beliau di kota dalam perjalanan pulang, kemudian di atas
kendaraan beliau tidak sengaja menoleh ke arah gunung, sewaktu melihat gunung,
tiba-tiba ada cahaya yang sangat terang seperti cahaya bulan purnama muncul
tepat di atas gunung itu, sempat memperhatikan dengan waktu lama kemudian
beliau pulang. Sampai di rumah beliau istirahat dan di dalam mimpinya kembali
di perlihatkan tempat yang tadi.
Sebelumnya memang beliau memiliki cita-cita
ingin membuat pondok, namun pemilihan letak dan tempat yang strategis belum
beliau dapatkan dan sangat kebetulan saat itu beliau melihat sebuah cahaya di
atas gunung, beranggapan bahwa mungkin itu adalah satu pertanda.
Keesokan harinya beliau mencoba
mengecek tempat itu dan ternyata memang di sana adalah tanah kosong. Namun yang
menjadi kendala karena belum adanya jalur kendaraan yang menuju kesana. Rumput
dan semak belukar juga masih sangat panjang jadi keadaannya masih seperti hutan
alami. Perlu perbaikan dan pembersihan lama untuk menjadikan hutan setidaknya
sedikit seperti sebuah kota ideal. Namun itu semua tidak menjadi halangan bagi
beliau.
Dengan semangat dan antusias beliau
akhirnya menyusun konsep dan rencana pembangunan pondok di gunung yang
bercahaya seperti rembulan gerhana tadi. Berbagai hambatan dan rintangan
sedikit demi sedikit dapat terselesaikan, namun satu kendala yang paling sulit
adalah masalah biaya, namun beliau tetap yakin bahwa selama ada niat yang baik
dan tulus untuk melakukan suatu kebaikan maka segala rintangan, tantangan dan
hambatan pasti akan bisa diselesaikan selama usaha tetap ada dan setelah itu
bertawakkal. Tidak lama setelah itu akhirnya ada masukan dana dari salah
seorang petinggi dan pejabat negara kemudian daari situlah maka pembangunan
pondok kami menjadi lancar dan tidak mendapati hambatan yang begitu besar di
kemudian hari.
Pondok kami menggunakan sistem atau
metode pengajaran layaknya pondok modern, ada sekolah formalnya dan ada juga
sistem pengajian baca kitab kuning layaknya pondok salaf. Sistem pembelajaran
formal contohnya seperti kami masih diberikan mata pelajaran umum dan baju
seragam layaknya SMA luar. Selain itu, ketika ada event atau perlombaan yang di
adakan antar SMA atau SMP sederajat kami selalu ikut berpartisipasi dan tidak
jarang menjadi saingan yang ditakuti diluar.
Satu-satunya pondok ideal yang ada
di kota tempat kelahiranku adalah pondok ini. Pondok-pondok yang lain hanyalah
mengatas namakan namanya saja, namun ketika di telusuri lebih dalam, pra syarat
untuk bisa dikatakan sebagai pondok yang benar-benar ternyata belum lengkap dan
terpenuhi, mereka hanya berupa yayasan, MA, dan lain-lain. Mungkin yang menjadi
rujukan mereka sehingga mereka berani mengatakan yayasan dan lembaganya adalah
sebuah pondok adalah karena menganggap yayasan dan lembaganya semata-mata berorientasi
kepada pengajaran ilmu pengetahuan agama, padahal pelajaran agama yang
diajarkan adalah berupa kurikulum umum yang juga dipelajari sekolah umum di
luar.
Kebanyakan lembaga-lembaga sekolah
baik berupa yayasan dan sebagainya yang berada di kotaku, kenapa mereka sangat
tertarik memberi label atau nama lembaganya dengan cap pesantren, meskipun
sebenarnya mereka belum memenuhi syarat-syarat dan kategori untuk menjadi
sebuah pesantren namun tetap bersikeras, di antaranya karena persaingan
pesantren yang ada di kotaku sangat minim padahal undangan dalam mengikuti
acara atau event-event baik nasional maupun internasional sangat banyak, serta
pemasukan atau anggaran dana dari kemenag lebih banyak dicairkan kepada lembaga-lembaga
yang berstatus pondok pesantren ketimbang lembaga-lembaga yang lain dan bedah
dari pesantren, maka dari semua itu sehingga para pendiri dan pemilik lembaga
dan yayasan tersebut berinisiatif mengubah nama sekolah mereka menjadi sebuah
pondok pesantren.
Namun semua permasalahan itu tidak menjadi hal
yang patut di perdebatkan dalam rana pendidikan karena telah jelas nantinya,
ketika para pegawai dari kemenag datang dan meninjau langsung keadaan
lembaga-lembaga mereka yang hanya sekadar pengakuan tersebut. Selain itu,
sangat jelas tergambar dari kualitas keluaran para santrinya ketika diuji
terkait pengetahuan agama yang dimiliki lembaga palsu dengan santri keluaran
asli dari pondok pesantren yang telah memenuhi segala syarat dan memang patut
dikatakan pondok.
Pemandangan
indah dan suasananya yang sejuk mewarnai ke unikan pondok ini, selain itu kita
juga bisa pergi ke air terjun dan goa kelilawar yang jaraknya tidak begitu jauh
dari pondok, sekitar dua km. Suasana alam yang original membuat para
santri nyaman dalam belajar, setiap hari menikmati udara segar. Selain udara
segar makanan dan minuman alami juga menjadi santapan sehari-hari, air yang di minum
langsung dari sumber mata air gunung sehingga menjadikan anak didik di sana
jarang mendapatkan penyakit yang serius atau penyakit dalam karena mereka
sering berolahraga dan jauh dari polusi membuatnya sehat jasmani dan rohani.
Rasa
terimakasih yang paling mendalam tidak bisa diungkapkan hanya dengan kata-kata
kepada pondok tercintaku ini, karena berkat didikan para ustad ustadza yang ada
di pondoklah sehingga aku bisa berada di Surabaya ini, guna untuk melanjutkan
studi dan menuntut ilmu di UINSA dan kemudian bertemu dengan salah satu guru
besar dan dosen kebanggan NKRI yakni Prof. Moh. Ali Aziz yang akhirnya
membimbing dan menyuruh kepada kami menuliskan segala ide, cerita, dan kisah
dalam lembaran putih sebanyak lima puluh halaman.
Proses
perjalananku sehingga bisa masuk dan mendaftar di kampus ini juga semuanya adalah
berkat bantuan para pengasuh dan ustadz ustadza. Tanda tangan dan pengakuan
menjadi seorang santri di pondok tercinta ini adalah nilai utama yang akan
selalu kuingat. Melalui perantara pondok pesantren ini sehingga aku bisa
mengetahui program kemenag dalam memberikan beasiswa kepada segenap santri di
Indonesia untuk melanjutkan studi di Universitas dan jurusan yang dia minati.
PBSB
(program beasiswa santri berprestasi) inilah yang menjadi nama program kemenag
dalam membantu semua santri nusantara, perannya dalam rana pendidikan. Setiap
santri yang memiliki prestasi lebih di pondoknya di perbolehkan mendaftar untuk
kemudian nanti mengikuti seleksi di provinsinya masing-masing.
Sungguh
naif seorang santri yang tidak memiliki rasa terimakasih yang tinggi kepada
pondoknya yang berhasil lolos dan mengikuti program ini, karena salah satu
berkah pondok adalah dengan mengikuti program kemenag ini, tidak semua siswa
siswi bahkan santri santriwati bisa berpartisipasi dalam program ini, di
khususkan hanya kepada santri dari pondok pesantren yang sudah mondok
sekurang-kurangnya tiga tahun dan dari pondok pesantren itu juga tidak semuanya
bisa mendaftar, hanya mereka yang mungkin memiliki link dan jaringan
serta mengetahui program ini yang kemudian bisa mendaftarkan santri-santirnya.
Berkaitan
dengan program tadi, sekiranya santri yang ingin daftar tidak hanya asal
daftar, melainkan terlebih dahulu harus lolos dalam tahap seleksi pertama yakni
seleksi berkas. Semua berkas yang telah ditentukan kanwil harus lengkap beserta
keterangan aslinya bukan sekadar foto copy. Dalam tahap pertama ini, tidak
sedikit dari teman-teman yang tidak berhasil, karena mereka tinggal di desa
terpencil yang mana ketika ingin
mengurus berkas-berkas salah satu contohnya akta kelahiran maka mereka harus
membuat ulang ke kantor balai desa yang terdekat dengan kota, karena kalau
mengandalkan tempat kelahiran itu sangat sulit karena di desanya saat itu belum
ada kantor yang mengurusi bidang tersebut.
Selanjutnya dengan perlengkapan
berkas-berkas yang lain, klarifikasi kembali yang salah dan masih kurang,
pembelajaran mengenai soal-soal yang diperkirakan akan masuk saat tes,
persiapan maksimal, kemudian saat waktu tes telah tiba, sampai dengan penentuan
pengumuman lulus PBSB (program beasiswa santri berprestrasi). Semua itu tidak
mudah, dilewati tentu dengan kerja keras, perjuangan yang sungguh-sungguh
dengan keyakinan dalam hati bahwa saya pasti bisa! dan berdoa terus berserah
diri kepada Allah SWT.
Sampai
ketika pengumuman telah keluar, rasa syukur dan gembira sangat tampak dari luar
dan di dalam hati, aku tidak bisa berkata banyak, yang ada dalam pikiranku saat
itu, ketika melihat daftar peserta yang lolos seleksi hanyalah kesenangan,
meskipun rasa kurang enak kepada teman-teman yang tidak lolos ada, namun aku
yakin semua itu akan menjadi pelajaran bagi semua temanku dan akan ada rezeki
yang lebih besar bagi mereka di kemudian hari. Akhirnya doaku didengar dan perjuanganku
mencapai hasil yang sangat memuaskan, alhamdulillah.
Begitulah
sekelumit kisah tentang perjalanku dalam mengikuti PBSB sehingga bisa mengetik
tulisan ini. Sekali lagi aku tidak akan bisa berada di tempat ini melainkan
semua berkat kontribusi dan berkah dari perjalananku selama kurang lebih enam
tahun di pondok tercinta, aku tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa,
namun mungkin cara yang paling baik yang bisa kulakukan nantinya adalah dengan
pengabdian, entah itu mengajar atau menjadi keamanan, apapun itu yang pasti
telah menjadi keharusanku untuk berterima kasih kepada pondok.
PENGAJARAN
PENUH MAKNA AKAN ARTI KETULUSAN

Sudah lebih setahun aku belajar di
kampus Uin Sunan Ampel, berbagai senang dan duka telah tertancap dalam benak
dan hati, sebagai sebuah cambuk pembelajaran untuk terus membenahi diri.
Meskipun sampai titik darah penghabisan, akan tetap kuperjuangkan semangat
belajar ini, akan terus ku genggam dan kuamalkan
sebagaimana mestinya.
Banyak orang yang memiliki cara
berbeda, unik dan kreatif dalam mengekspresikan dirinya, terkhusus dalam hal
proses belajar-mengajar. Bagaimana mereka bisa menumpahkan ide dan semangat
belajar dalam kehidupan sehari-hari telah membuat pribadinya menjadi sosok
perhatian dan berbeda dari yang lain. Dengan memperlihatkan inovasi dan cara
yangterbaik untuk melalui proses belajar-mengajar itu yang harus selalu
memberikan hikmah besar terhadap diri sendiri. Namun tidak sedikit juga dari
mereka yang tidak memiliki semangat belajar dan tekad kuat untuk meraih
prestasi dan pencapaian besar.
Hanya segelintir yang telah sadar
dan memahami keadaan dirinya. Proses penyadaran itupun tidak semudah yang
dikira, tidak sama halnya membalikkan telapak tangan,simsalabim, namun
butuh usaha optimal dan kesungguhan yang tulus dari dalam diri dan faktor atau
sumber semangat dari luar. Selain itu, mereka yang ingin sadar juga membutuhkan
suatu keadaan saat-saat dimana kesadaran dari hati nurani yang terdalam muncul
untuk memaknai kehidupan yang dialami sudah seperti “telur di ujung tanduk”,
maksudnya dalam proses perjalanan hidup sesorang dari tanah hingga ke tanah
lagi, itu akan mendapati suatu keadaan yang sangat drop/down (jatuh),
namun yang terpenting adalah bagaimana nantinya pribadi masing-masing harus
dapat menerima keadaan itu dengan lapang dada dan menjadikan dirinya sekuat
batu karang di laut yang tidak akan pernah goyah dengan hempasan ombak sebesar
apapun.
Menjadikan diri sebagai pribadi
luhur dan bijaksana. Dengan begitu segala bentuk hempasan, pukulan, guncangan
dan lain sebagainya akan mampu terselesaikan dengan hati yang senang pula.
Karena sebesar apapun masalah yang kita miliki, sebesar apapun goncangan batin
yang kita hadapi kita masih memiliki Tuhan yang maha besar dan jauh lebih besar
dari semua itu. Tuhan yang menjadikan setiap masalah itu dan Dia pulalah yang
menurunkan goncangan batin ke dalam diri hamba-hamba-Nya, yakni untuk mengetes
seberapa besar kesabaran dan seberapa jernih pemikiran kita dalam mengambil
keputusan yang tepat untuk menyelesaikan
masalah-masalah tersebut.
Pembelajaran yang begitu berharga
tentang bagaimana memaknai arti sebuah kehidupan telah diberikan oleh beliau.
Selama aku duduk dua semester di kampus baruku, itulah keadaan terbaik di mana
aku mendapatkan sesuatu yang mestinya aku dapatkan sejak balita, namun baru
bisa tercapai sesaat setelah aku duduk di bangku perkuliahan. Waktu yang sangat
bermakna, seperti mendapati sebuah emas terbesar dalam kerumunan pencari emas.
Hal yang paling utama, yang aku
dapatkan selama kurang lebih setahun itu adalah pengajaran akan makna arti
sebuah ketulusan. Karena ketika seseorang mendapat sebuah amanah kemudian dia
menjalankan sebagaimana prosedur pelaksanaannya tanpa memberikan
tambahan-tambahan atau usaha-usaha lebih, bahkan mungkin sampai mengurangi
sedikitnya dari apa yang harus dilakukan terhadap amanah itu, maka itu
merupakan hal biasa. Meskipun dengan menjalankan dan mengerjakan amanah
tersebut telah mendapatkan sebuah pahala kebaikan, namun di satu sisi hasil
yang dicapai nantinya juga akan sama dan tidak ada suatu hal lebih dalam
pencapainnya.
Padahal yang sangat diharapkan
ketika seseorang menjalankan sebuah amanah adalah pencapain lebih yang bisa diberikan
dari hasil yang telah ada sebelum-sebelumnya. Kalau hanya sekadar menjalankan
amanah, hampir setiap orang dapat melakukannya, namun untuk mencapai atau
memberikan hasil terbaik dari sebuah amanah, makasangat jarang orang yang dapat
mengerjakannya, hanya mereka yang terpilih dan betul-betul memberikan rasa
tulus dalam diri untuk menggenggam amanah tersebut.
Poin pentingnya adalah ketika dalam proses pengamalan amanah
itu didapati hasil yang lebih baik, orang yang menjalankan amanahnya bisa
memberikan hal-hal yang lebih variatif dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri
terlebih untuk orang lain. Kurang lebih seperti itulah gambaran metode
pembelajaran berharga yang telah diberikan beliau kepada aku dan teman-teman.
Profesi sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang telah
banyak diminati setiap orang saat ini. Merupakan pekerjaan yang mulia yakni
dengan mengamalkan dan mengajarkan setiap ilmu-ilmu atau pengetahuan yang
dimiliki kepada murid atau santrinya sebagai bahan pembelajaran dalam
mengarungi kehidupan baru mereka kedepannya, sebagai pegangan demi mencapai
cita-cita tertinggi dalam diri setiap murid atau santri, terlebih sebagai amal
jariah yang tidak akan pernah putus dan padam sampai hari kiamat ketika seorang
murid terus mengamalkan ilmu-ilmu dan pengetahuan yang didapatkan dari gurunya
yang tulus.
Metode pembelajaran terbaik menurut seorang ulama adalah
dengan cara dipaksa, sampai murid terpaksa akhirnya terbiasa
sehingga akan menjadi orang berharga dan luar biasa. Merutku cara
pembelajaran inilah yang telah digunakan beliau dalam membimbing kami di bangku
perkuliahan pada dua materi kuliah yang berbeda dan kurang lebih setahun
lamanya.
Mulanya kami memang harus dipaksa untuk belajar lebih giat
dari yang lain. Kalau dalam istilah kata seorang yang bijak, “Untuk mencapai
suatu yang lebih, maka harus melakukan hal yang lebih dari yang biasanya’,
maksudnya orang yang cara belajarnya biasa-biasa saja, maka nanti dia akan
mendapat hasil yang biasa-biasa juga, namun orang yang proses belajarnya lebih
dari orang yang biasa maka hasil yang didapatkan juga nantinya akan lebih luar
biasa dan bernilai dari semua yang biasa.
Tidak biasa dalam artian ketika
dalam proses belajar mereka yang luar biasa akan memberikan waktu yang lebih
untuk terus mengulangi pelajaran yang telah didapatkandan mengkaji lebih dalam
akan makna yang tersirat di dalam pelajarannya tersebut. Selain itu, mereka
yang luar biasa juga akan mengorbakan lebih banyak tenaga dan materi demi
mendapatkan hal-hal baru dalam proses belajarnya. Misalnya ketika dalam
perkuliahan, seorang mahasiswa yang cara belajarnya biasa-biasa saja setelah
pulang dari perkuliahan kalau tidak mendapat tugas dari dosen maka akan
langsung pulang ke kos atau kontrakan untuk istirahat atau mencari hiburan
untuk menghibur diri demi menenangkan diri dan mendapatkan kesenangan sesaat.
Sangat jauh berbeda dengan mereka
yang cara belajarnya lebih dari biasanya, sepulang dari perkuliahan maka tentu
mereka akan mencari hal yang lebih dalam tentang pelajarannya tadi sewaktu di kelas atau baik yang berkaitan
maupun yang berbeda demi mendapat tambahan wawasan yang lebih luas. Selain itu,
tergambar juga pada proses belajarnya, mereka yang lebih luar biasa memiliki
semangat dan antusias untuk bertanya dan mempunyai rasa keingin tahuan yang
besar. Intinya semangat yang seperti itu akan muncul dalam diri seorang murid
atau santri ketika awalnya mereka telah diberi wejangan-wejangan yang bersifat
memaksa, baik dari orang tua maupun gurunya, sehingga akan terus berdampak dan
memberikan semangat kepada diri murid atau santri yang telah tertanam dan telah
menjadi kebiaasaan mereka sewaktu kecil.
Keadaan yang memaksa akan membuat
para murid atau santri untuk merasa terpaksa dalam mengerjakan setiap tugas
atau suruhan dari guru. Namun sekali lagi, dalam keadaannya yang terpaksa itu,
telah terbesit telah terselip sebuah hikmah yang besar di kemudian hari, yang
mana akan di petik sendiri dan di dinikmati sendiri hasilnya oleh santri atau
murid tersebut.
Sejalan dengan itu, tidak sedikit
juga dari para murid atau santri yang setelah diberikan paksaan terus menerus
oleh guru kemudian dia merasakan hal yang berbeda dari yang lain, yakni
merasakan hal yang tidak enak yang kemudian menjadikan murid tersebut tidak
betah dengan keadaannya. Berangkat dari ketidak betahan itu kemudian menjadikan
batinya resah dan akhirnya menjauhi guru. Sebab kelakuannya yang menjauhi guru
maka sia-sialah mereka belajar karena tidak akan mendapatkan apa-apa khususnya
berkah dari guru mereka sendiri.
Maka dari situ kemudian sangat
diperlukan untuk menanamkan dalam diri para murid, sifat rendah diri dan selalu
menghormati guru yang mengajar dengan tulus. Karena tanpa adanya rasa
menghargai maka akan membuat nafsu dalam jiwa murid berkuasa, sehingga lebih
dominan dan mampu menjerumuskan mereka ke jalan kesenangan semata. Meninggalkan
ketidak nyamanan dan keterpaksaan, tidak mau keluar dari zona nyaman, itulah
penyakit kaulah muda yang harus sedini mungkin
dipahami dan dicegah.
Berbeda dengan mereka yang menikmati
keterpaksaan itu, tetap menjalankan perintah guru dan senantiasa menghargai
jasa-jasanya, bagi mereka nanti adalah kesuksesan dan keberhasilan. Kebahagiaan
akan mendatanginya sebab usaha-usaha dan pengorbanan yang telah dilakukan
dahulu. Berangkat dari keterpaksaan sehingga lama-kelamaan menjadikan mereka
terbiasa untuk mengerjakan tugas-tugas yang berat. Terus-menerus seperti itu,
mendidik mereka menjadi pribadi yang lebih mandiri, bertanggung jawab dan dapat
dipercaya.
Berakit-rakit kehulu,
berenang-renang ketepian,bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.Gambaran
dan cerminan proses perjalanan kehidupan para murid yang luar biasa telah
mencakup pada satu kalimat pribahasa di atas. Mereka yang awalnya selalu
dipaksa oleh guru kemuidan merasa terpaksa dan akhirnya terbiasa.
Pemahaman yang lebih akan didapatkan
mereka yang ingin bersungguh-sungguh dalam belajar. Sehingga dari pemahaman itu
akan mempermudah mereka untuk menyelesaikan segala macam persoalan dan masalah
dalam hidup mereka serta akan menuntun mereka untuk mencapai keberhasilan dan
kesuksesan sejati.
Hal yang semacam inilah yang sangat
ditekankan kepada kami ketika mengikuti perkuliahan beliau. Berbeda dengan
guru-guru yang lain, beliau lebih memberikan sebuah tekanan yang mendalam demi
melihat kami terbiasa dalam menghadapi tugas-tugsa berat dan akhirnya akan
dapat menyelesaikan semua masalah yang akan datang, sehingga mengantarkan kami
kepada jalan keberhasilan.
Padahal ketika melihat kepada
prosedur pembelajaran di kelas-kelas lain, sangat jarang ada guru yang
memberikan perhatian begitu besar kepada murid-murid atau
mahasiswa-mhasiswinya. Bahkan mungkin hanya beliaulah seorang yang begitu
tulusnya mengajar kami sampai memperhatikan dan mendidik kami hampir sama
dengan anak kandungnya sendiri. Beliau tidak ingin melihat kami menjadi lulusan
sarjana yang abal-abalan yang tidak memiliki kemampuan apapun dan tidak bisa
diandalkan di masyarakat.
Paling sedkitnya kami
mahasiswa-mahasiswi yang telah dibimbing dan didik beliau kurang lebih setahun
atau dua semester, dapat memberikan sumbangsih kepada masyarakat berupa sebuah
tulisan atau buku bacaan hasil karya kami sendiri yang nantinya dapat
bermanfaat dan di jadikan sebagai rujukan dalam kehidupan mereka masing-masing.
Selain itu, karya yang berupa buku juga sangat berharga karena merupakan bahan
bacaan yang menjadi amal jariah ketika terus menerus dibaca oleh orang banyak
dan kemudian mereka amalkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Maka dari situlah kenapa kemudian
kami terus-menerus dituntun untuk menulis oleh beliau. Diberi tahu cara-cara
menulis yang baik dan benar, bagaimana memberikan kalimat-kalimat yang mudah di
cerna pembaca, penggunaan tanda baca, dan lain sebagainya. Bahkan tidak hanya
tentang metode penulisan, dalam perkuliahan juga selalu disisipkan beberapa
kata mutiara, beliau terus-menerus menggodok semangat kami dengan
kalimat-kalimat motivasi dan kata-kata bijaknya yang dapat membakar antusias
kami untuk terus menerus belajar sehingga bisa menjadi bahkan lebih dari diri
beliau.
Kalau dipkir-pikir, proses
belajar-mengajar yang diterapkan beliau itu bukanlah suatu kewajiban yang harus
dilakukan setiap dosen terhadap mahasiswanya. Penerapan metode yang diberikan
sangat efektif dan membutuhkan perhatian yang lebih dari dosen itu sendiri
kepada mahasiswa-mahasiswinya. Butuh pengorbanan waktu, tenaga materi dan
lain-lain. Sampai saat ini hanya beliaulah yang memiliki metode seperti itu,
maka sangat naiflah diri kami ketika tidak dapat memberikan hasil yang
membanggakan kepada beliau yang telah berkorban demi kami para muridnya.
Dengan ketulusannya beliau selalu
datang tepat waktu bahkan tidak jarang lebih awal daripada kami dalam proses
belajar-mengajar diperkuliahan. Banyak dari sifat beliau kepada kami yang
menandakan ketulusannya dalam mengajar dan mendidik, hanya karena untuk melihat
kami sukses dan memberikan atau menghasilkan karya-karya besar, padahal
mirisnya kami sendiri tidak begitu perhatian terhadap apa yang saat ini kami
jalani, khususnya dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan.
Sikap
yang masih kenak-kanakan belum sepenuhnya hilang dalam pribadi, sehingga dalam
setiap pekerjaan masih harus selalu dipaksa dandiarahkan oleh orang lain. Belum
bisa mandiri dengan totalitas, terlalu santai dan banyak bermain, itu semua
adalah segelintir masalah internal dalam diri yang harus secepat mungkin
dibenahi dan diperbaiki. Beliau memberikan semua yang menjadi solusi terhadap
permasalahan demikian. Tidak ada kata mengeluh dalam mengarungi kehidupan dan
harus selalu percaya diri untuk melakukan yang terbaik di setiap pekerjaan dan
menjalankan amanah yang ada dengan tulus.
Kebiasaan
yang tadinya adalah keterpaksaan kini menjadi hal yang nyaman untuk dikerjakan,
bahkan dalam keseharian ketika mendapat tugas dari beberapa guru atau dosen
dapat diselesaikan dengan hati yang senantiasa tenang. Bukan merupakan hal yang
sukar lagi dalam mengerjakan tugas-tugas yang lain karena dari awal memang
sudah pacu untuk sering-sering membuat tugas yang jauh lebih sulit dari
biasanya, dan sering menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang
produktif.
Semua
pekerjaan atau tugas dapat terselesaikan dengan sempurna, karena telah menjadi
kebiasaaan. Tugas berikutnya adalah bagaimana cara untuk dapat mengembangkan
kebiasaan itu menjadi sebuah karya besar yang bisa dihitung, bernilai besar dan
bermanfaat untuk banyak orang. Maka dalam keseharian harus terus mencoba
memberikan dan memasukkan hal-hal inovatif dan bervariatif.
Barang
kecil akan bernilai besar kalau memiliki di dalamnya suatu yang unik dan berbeda
dari yang lainnya. Sebab, yang menjadi perhatian orang banyak adalah karena
mereka mendapati hal yang baru dan belum pernah ditemukan. Maka dari itu kami
sangat dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar-mengajar di
perkuliahan bersama beliau khususnya.
Setelah
dapat menciptakan hal yang inovatif dan variatif maka dari hasil kekreatifan
itu lama kelamaan akan menjadi sebuah karya yang bisa di publikaskan dan dibaca
oelh banyak orang. Berapa banyak karya yang dapat dihasilkan seperti itu pula tingkat
wawasan dan kecerdasan intelektual seseorang dapat diukur. Dari karya-karya itu
juga nantinya akan menjadi tolak ukur keeksistensian diri seseorang dalam
kehidupannya. Sebab, akan dapat membuat mereka menjadi dikenal oleh banyak
orang.
Karya
yang dibaca semakin melambung tinggi dan menjadi bahan rujukan banyak orang
dalam berbagai disiplin ilmu, dengan begitu maka apa yang telah dihasilkan
sudah bisa dikatakan berhasil. Sebab itu semua yang menjadi harapan beliau
kepada setiap mahasiswa-mahasiswinya, yakni menjadi orang besar, berharga dan
luar biasa.
Beliau
karena berangkat dari ketulusannya untuk mengajar kami, sehingga apa yang
diberikan insyaallah akan terus tertanam dan berakar dalam benak dan
kepribadian kami mahasiswanya. Tidak hanya ketulusan yang telah beliau berikan,
rasa cinta yang berupa perhatian juga menjadi bagian dari bukti kesungguhan
untuk melihat kami berhasil. Meskipun kepada beberapa mahasiswa yang mendapat
sanksi akibat kelalaiannya merasa kecewa, namun beliau yakin untuk beberapa
tahun kedepan ketika mereka telah berhasil, maka tempat berterimakasih yang
paling besar mereka akan berikan kepada beliau.
Cinta
dan kasih sayang beliau hadirkan dalam proses pembelajaran, menganggap kami
sebagai anak kandungnya dan kami menganggap beliau sebagai orang tua kami
sendiri. Tidak hanya masalah yang terkait dengan perkuliahan yang beliau
tanyakan, akan tetapi semua masalah terkait pribadi dan keseharian kamipun juga
terkadang beliau ingin tahu. Kemudian setelah mengetahui beberapa kebiasaan
buruk itu, maka seketika beliau memberikan arahan dari perilaku yang lebih
sepantasnya untuk kami lakukan.
Tidak jarang dari apa yang beliau
tanyakan dan arahan yang beliau berikan adalah suatu hal yang belum pernah
ditanyakan dan diberikan oleh orang tua kandung kami sendiri. Perttanyaan
seputar cara melipat sarung misalnya, Beliau pernah menanyakan hal demikian
kepada salah seorang teman ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Selain
itu, jarang potong kuku, terlambat bangun pagi, dan lain sebagainya selalu
beliau ingin tahu dan perbaiki dalam pribadi dan keseharian kami.
Meskipun terkadang dalam keseharian
ketika di dalam kelas dan pada proses belajar-mengajar kami mengeluh, akan
beberapa tugas dan terkait metode pembelajaran yang diberikan sepertinya agak
menekan dan memang lebih banyak dari yang lain, namun beliau tetap memberikan
jaminan akan keberhasilan yang nantinya dapat tercapai ketika kami
sungguh-sungguh untuk belajar. Tidak ada batu bersinar tanpa tumbukan dan
polesan yang mengguncang, tidak ada pencapaian besar didapatkan dari usaha yang
kecil.
Pada akhirnya, pengamalan dari metode
pembelajaran yang telah dikatakan seorang ulama tadi, yakni Dipaksa, Terpaksa,
Terbiasa, Berharga dan Luar biasa adalah sebuah cara yang paling efektif untuk
diamalkan, baik pada sebuah lembaga tertentu maupun pada kelompok-kelompok
pembelajaran yang kecil. Dengan niat pertama yang harus ditanamkan dari seorang
guru, ustad atau dosen, yakni niat tulus mengajar dan mendidik murid atau
mahasiswa-mahasiswinya. Agar menjadi orang yang dapat melampaui keberhasilan
atau ilmu yang dimiliki oleh gurunya masing-masing.
KARENA BANTAL DAN KERINGAT TAK PERNAH SENADI
Seorang penyair puisi terkenal asal
madura, sumenep, K. H. Zawawi Imron mengatakan dalam bait terakhir sebuah
puisinya karena bantal dan keringat tak pernah senadi. Seketika aku
membaca kalimat itu, masih mengambang dalam pikiran akan makna yang terkandung
dalam kalimat ini. Sebab, begitu tingginya diksi yang digunakan beliau sehingga
bagi para rookie sepertiku masih sulit untuk menjangkau kalimat-kalimatnya,
perlu telaah lebih dalam dari setiap makna yang beliau tulis.
Selang beberapa hari aku bertemu dengan ustad
Ainul Yaqin (asisten dosen Prof. Ali)
yang juga pernah membaca puisi tersebut, beliau memberikan penjelasan
terkait makna yang tersirat dalam kalimat tadi, “Maksudnya orang yang kerjanya
hanya selalu santai dan bermain maka mustahil untuk mendapat keberhasilan”
Jelas ustad memberikanku pemahaman. Ternyata yang dimaksusdkan oleh K. H.
Zawawi Imron adalah seperti itu, sangat sulit untuk dipahami jika hanya sekilas
membaca.
Apa yang
dikatakan beliau pada puisinya sama persis maknanya dengan apa yang dikatakan
Ustad Prof. Moh. Ali Aziz. Dosen teladan terbaik di kampus. Beliau pernah
berkata dalam salah satu pertemuan ketika di wawancarai di salah satu stasiun
radio di Surabaya, “Orang berada di gunug himalaya, tidak di sana dengan
tiba-tiba” Meskipun beda lafadznya, namun makna yang terkandung dalam dua
kalimat yang dikatakan sama.
Orang
yang hanya bisa bermimpi tanpa mau berusaha adalah orang bodoh, dan orang yang
hanya mau berusaha tanpa pernah berdoa dan bertawakkal adalah orang sombong.
Banyak dari sekian pemuda saat ini hanya bisa berceloteh mengemukakan impian
mereka yang sangat tinggi, namun sangat miris dengan keadaan dan proses yang
dilakukan untuk menggapai dan mencapai cita-cita mulianya itu. Mereka hanya
bersantai dengan terus bermain tanpa ada pekerjaan yang bersifat mendukung
terhadap apa yang dia cita-citakan.
Prof.
Ali adalah merupakan dosen kami yang selalu memberikansemangat dan motivasi
belajar. Beliau sangat menekankan kepada mahasiswanya untuk terus berusaha dan
bertawakkal demi mencapai harapan dan impian mereka. Dalam setiap perkuliahan
beliau memberikan kami wejangan dan tugas-tugas yang lumayan sulit, dan banyak.
Demi pembelejaran buat kami untuk mulai membiasakan diri menghargai waktu
dengan sebai-baik mungkin, disiplin dan kerja keras untuk menjadi tauladan yang
baik.
Pada
semester dua kali ini beliau memberikan pengajaran tentang tafsir BKI, beliau
memiliki prosedur atau metode pembelajarannya sendiri, tidak terlalu mengikuti
kepada apa yang telah di tetapkan oleh kampus khususnya fakultas dakwah. Beliau
ingin menguji pemahaman kami, sebesar apa kemampuan dan nalar kami bekerja
untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan atau munasabah (kesesuaian) dalam sebuah ayat yang ingin
dibahas dalam mata kuliah beliau.
Padahal
dalam ketetapannya, setiap ayat yang akan dibahas telah diterdapat dan sudah
ada korelasi dan kesimpulannya di modul yang berkaitan konseling. Hanya tinggal
dihafalkan dan diberi tambahan sedikit berdasarkan pemikiran dari teman-teman yang telah ditetapkan
bersama. Beliau ingin menganjurkan kepada kami untuk memikirkan sendiri
keterkaitannya tanpa harus merujuk pada ketetapan yang telah ada.
Menuntut
kepada kami untuk lebih bekerja keras dan lebih giat belajar, sehingga bisa
menjadi orang handal dan memiliki banyak karya besar seperti beliau. Setelah
beliau menyuruh kami untuk mencari korelasi dan kesimpulannya sendiri, kemudian
baru beliau memberikan masukan dan membenarkan terhadap pernyataan-pernyataan
yang agak rancu dari hasil pemikiran teman-teman.
Dalam
proses diskusi di kelas juga beliau memberikan tuntunan, membimbing kami untuk
selalu senantiasa aktif bertanya dan berbicara di depan. Tidak hanya diam
seperti batu tanpa suara tanpa gerak. Beliau menghendaki kepada kami
mahasiswanya untuk bisa merasionalkan sendiri terhadap permasalahan yang setiap
saat dibahas dalam proses belajar-mengajar diperkuliahan.
Begitu
banyak metode yang beliau berikan kepada kami yang belum pernah ada dan beda
dari metode-metode mengajar dosen lainnya. Ketika waktu ulangan juga beliau
memiliki metode tersendiri yang mana dengan cara memberikan ujian setiap minggu
setiap pertemuan, dengan membagi pembahasan dari tiga kitab tafsir yang menjadi
bahan rujukan dalam proses pembelejaran di kelas.
Metode uijan
dengan cara perminggu membuat kami lebih harus belajar keras dan giat, karena
dari semua ulangan tiap minggu itu yang nantinya menjadi nilai akhir
perkuliahan kami dengan beliau. Beliau memberikan ujian tiap minggu namun tanpa
adanya UAS (ujian akhir semester) layaknya yang dilakukan dosen-dosen lainnya.
Berbeda dengan yang lainnya. Selain itu juga beliau menilai dari keaktifan kami
selama pembelajaran di dalam kelas, seberapa sering kami mengangkat tangan
untuk bertanya dan seberapa sering kami menjawab pertanyaan dalam proses
diskusi. Tidak hanya itu, cara kami menjelaskan juga menjadi penilaian
tersendiri oleh beliau.
Harapan beliau
adalah menjadikan setiap dari kami mahasiswanya menjadi seorang yang besar dan
memiliki karya-karya terkenal yang bisa menjadi bahan bacaan dan bermanfaat
bagi orang banyak. Oleh karena itu beliau sangat perhatian dalam mengajari
kami, memberikan yang terbaik buat mahasiswanya demi kesuksesan dan
keberhasilan kami. Beliau melarang keras bagi kami untuk bersantai-santai dan
lalai dan proses belajar.
Kedisiplinan
dan kejujuran khususnya, adalah merupakan dua sikap yang sangat beliau tekankan
dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Kami diberi kesempatan untuk masuk
dalam kelas ketika pagi hari selambat-lambatnya lima belas menit setelah jam
pelajaran berlangsung, selain itu ketika ditanyai tentang apapun beliau tidak
menilai kepada baik tidaknya yang dikatakan namun beliau menilai kepada jujur
tidaknya jawaban yang kami keluarkan dan sampaiakan kepada beliau.
Ketatnya
kedisiplinan dalam kelas membuat tidak sedikitnya dua orang dari teman
dikeluarkan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Yang pertama adalah
teman laki-laki kami dari Kediri, dia disuruh menutup pintu dari luar seketika
dia terlambat datang masuk kelas, beliau telah datang dan sekitar lima belas
menit lebih awal dari Rifki. Malang nasib Rifki karena ketiduran dan tidak ada
yang membangunkannya, alhasil dia tidak diperkenankan masuk satu pertemuan saat
itu dan mendapat hukuman yang mendidik dari beliau.
Tidak
hanya Rifki yang tidak disiplin, masih ada satu teman dari putri yang juga
dikeluarkan dari kelas, namanya Sofiatul Jannah. Dia disuruh keluar kelas
karena melakukan pelanggaran yakni membawa handphone ketika proses
belajar-mengajar, yang salah adalah karena dia memainkan handphone saat beliau
tengah menjelaskan di depan. Fatalnya dia juga duduk paling depan tepat
berhadapan dengan beliau. Seketika dia kedapatan, beliau langsung menanyainya
terlebih dahulu, “kamu lagi ngapain? Main handphone ya” tanya beliau, “iya
ustad” jawab Sofi terbata-bata. Tanpa basa-basi beliau langsung menyuruh Sofi
keluar kelas. Dengan kaki yang melangkah perlahan-lahan Sofipun keluar.
Sesaat
setelah Sofi keluar, beliau menjelaskan kepada kami bahwa hal seperti yang
dilakukan Sofi tadi adalah perilaku yang tidak baik dan jangan sampai terulang
kedua kalinya, itu sebagai pelajaran bagi yang lainnya untuk tidak bermain-main
ketika dalam proses belajar-mengajar berlangsung. Sofi diberikan hukuman kepada
beliau untuk menulis surat Al-Waqiah dan harus dikumpulkan minggu depan pada
pertemuan selanjutnya. Tidak hanya dalam proses belajar-mengajar beliau mendidik
kami, tapi juga ketika beliau memberikan hukuman, hukuman yang diberikan berupa
pekerjaan yang mendidik daan bermanfaat untuk pribadi yang dihukum juga.
Setelah
kejadian yang dialami oleh dua teman tadi yakni Rifki dan Sofi, maka semua
teman sudah takut untuk melakukan hal-hal yang bisa mengakibatkan mereka
terkena hukuman juga. Semua lebih berhati-hati, sebelum jam pelajaran beliau
dimulai semua anak sudah ada di kelas, bahkan sebagian anak lari-lari dari satu
kelas yang sebelumnya di tempati untuk intensif ke kelas yang digunakan untuk
belajar bersama beliau, sakin takutnya melakukan pelanggaran dan harus tetap
disiplin.
Beliau
memiliki asisten dosen yang bernama Ustad Ainul Yaqin dia alumni Mesir
Universitas Al-Azhar, asli Surabaya, dia juga menjadi dosen di Fakultas Dakwah
namun sekaligus menjadi asisten dosen Prof. Ali. Terkadang kalau beliau tidak
sempat hadir Ustad Ainul yang menggantikan. Hampir sama dengan Pak. Prof, Ustad
Ainul Yaqin juga memiliki kedisiplinan yang sangat baik, terkadang beliau datang
lebih awal.
Pakaian
yang digunakan Pak. Prof selalu rapih, bersih dan berwibawa, begitu pula Ustad
Ainul Yaqin. Selaku asisten orang besar, Ustad Ainul sangat tawadhu’kepada
Pak. Prof. Ustad Ainul tidak akan berani mengaawali pembicaraan ketika duduk
berdampingan atau kalau ada Pak. Prof, juga ketika beliau ada Ustad Ainul
selalu ingin mencium tangan beliau seperti layaknya teman-teman yang lain. Rasa
hormat Ustad Ainul dan sikap tawadhu’nya menjadi tauladan bagi aku dan
teman-teman.
Dua guru
yang memiliki kepribadian luhur dan sikap bijaksana serta berwibawa itu membuat
kami merasa bangga bisa sempat menjadi mahasiswanya. Apapun yang ditugaskan
oleh beliau menjadi tanggung jawab besar yang harus selalu kami kerjakan lebih dahulu.
Sebanyak apapun tugas yang diberikan dan seberapa sulit pun tugas dari beliau,
kami tetap semangat untuk mengerjakannya. Bahkan tidak sedikit dari teman-teman
yang tidak lagi peduli atau melihat waktu dan tempat ketika mengerjakan tugas
dari beliau, sakin semangatnya. Sebab perkataan beliau selalu teringat dalam
benak teman-teman, yang mengatakan kesuksesan yang nyata dihasilkan dari usaha
yang besar.
Satu
metode yang paling aku suka ketika beliau mengajari kami, yakni saat pemberian
apresiasi yang berupa buku dan foto langsung bersamanya. Selain itu juga
mendapat tanda tangan dan nilai sempurna. Tidak ada dosen yang lain melakukan
hal seperti itu, memberikan apresiasi kepada mahasiswanya ketika mereka
mendapat nilai tertinggi. Hanya beliau yang dengan tulusnya memberikan hadiah,
agar kami senantiasa semangat dan menimbulkan daya saing dalam kelas.
Salah
satu temanku yang paling sering mendapatkan apresiasi dari beliau adalah dari
putri, namanya Lia Lutfiana, dia dari Bojonegoro. Dia mendapat nilai tertinggi
kurang lebih sebanyak empat kali pada semester dua ini, dalam setiap ulangan
yang dilaksanakan per-minggu. Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan prestasi
seperti itu dalam kelas kami, karena semua teman-teman memiliki kemampuan
intelektual yang tinggi, dan soal yang dibuat beliau juga merupakan soal yang
tidak mudah. Bentuk soalnya tidak seperti soal pada umumnya, menggunakan kode
“a-b(benar-salah)” dalam menjawab, dan tidak
jarang disuruh untuk menulisakan ayat yang menjadi pembahasan saat itu,
melanjutkan ayat dan lain sebagainya.
Ketika
satu pertemuan Pak Prof. Tidak sempat hadir, yang menggantikan beliau adalah
Ustad Ainul, dia juga menyediakan apresiasi buat yang mendapatkan nilai
tertinggi, namun saat itu hadiahnya bukan berupa buku, majalah atau yang serupa
dengan yang biasanya diberikan Pak Prof.. Melainkan Ustad Ainul membawa minuman
seperti Milo, Teh Botol dan lain-lain. Pada saat itu pula aku sempat mendapat
salah satu hadiahnya, yakni susu. Namun, berbedah dengan yang lain, sebab aku
mendapat apresiasi karena menjawab pertanyaan dari Ustad Ainul, kalau yang lain
karena mendapatkan nilai tertinggi saat ulangan bersama di dalam kelas.
Namun
hal itu tidak menurunkan semangatku untuk terus bersaing bersama teman-teman di
dalam kelas pada setiap mata kuliah, khususnya kuliah bersama Pak. Prof. dan
Ustad Ainul Yaqien. Salah satu kemampuanku yang masih di bawah rata-rata teman
sekelas adalah dalam bidang bahasa Arab dan kitab gundul. Sebab, dari pondok
memang belum terlalu mendalami. Sedangkan teman-teman, hampir semua fokus
kepada dua bidang disiplin ilmu. Bahkan ada temanku yang dari Pontianak yang
setiap harinya fokus mempelajari tentang bahasa Arab saja, dan tidak belajar
tentang ilmu umum sama sekali.
Dia yang tidak pernah mempelajari
segala sesuatu yang berkaitan tentang KTI (karya tulis ilmiah) tiba-tiba di
bangku perkuliahan dihadapkan dengan makalah, makanya ketika masih awal-awal
dia sempat drop dan kaget, untungnya para dosen yang di semester satu saat itu
masih memaklumi dan memberikan sedkit keringanan bagi kami, sehingga temanku
yang tadi bisa sedikit-sedikit belajar tata cara membuat makalah yang baik dan
benar.
Dengan kesunguhannya untuk bisa
mengikuti jejak teman-teman lain, yang telah mahir dalam bidang tersebut
akhirnya, sampai saat ini dia juga sudah bisa membuat makalah sendiri bahkan
mengetahui sedikitnya tentang tata cara tulis menulis yang sesuai dengan aturan
yang semestinya.
Setiap teman dalam kelasku memiliki
semangat dan potensi belajar yang besar, sehingga segala sesuatu yang menjadi
kelemahan mereka semisal dalam bidang ilmu tertentu, langsung bisa diburu dan
dikuasai dengan cara bertahap. Dengan cara mencari senior atau kakak kelas yang
mahir dalam bidang tersebut, kemudian belajar bersama dengan intensif bahkan
tidak sedikit yang privat. Sebab dorongan dan motivasi yang terus-menerus
diberikan oleh Pak Prof. membuat teman-teman sadar akan kemampuan pribadi
dirinya yang masih banyak kekurangan dan harus segera diperbaiki.
Semangat Pak Prof dalam mendidik kami
sampai ingin melihat kami berhasil juga tergambar ketika beliau menawarkan
kepada kami untuk mendatangkan seorang Syekh dari Arab sebagai pemateri dalam
pertemuan terakhir dengan beliau pada mata kuliah Tafsir BKI semester dua.
Terlebih ketika beliau mengatakan bahwa ketika kami telah merumukkan dan
menyetujuinya maka langsung bisa didatangkan tanpa biaya sepeserpun. Beliau
ingin mengasah kemampuan berbahasa Arab teman-teman dengan cara seperti itu,
serta menambah wawasan keilmuan yang berhubungan dengan orang Arab tentunya.
Saat itu seketika teman-teman setuju,
maka langsung dibentuklah tim atau panitia khusus yang mengatur sistem
berjalannya acara tersebut. Beberapa hari kemudian berita tersebut sampai ke
telinga ketua prodi Pak Agus, dan dari rekomendasi beliau maka ternyata acara
tadi yang rencananya hanya diadakan di dalam kelas yang mana pesertanya
hanyalah kami semua, berubah menjadi acara besar, yakni acara prodi dan
pesertanya dari seluruh mahasiswa BKI dan para dosen. Tentu dengan kepanitiaan
yang semua anggotanya adalah satu kelas kami.
Pembahasan saat itu adalah tentang
bagaimana proses pendidikan yang ada di Indonesia dengan pendidikan yang ada di
Mesir. Pemateri juga menjelaskan tentang bagaimana gejolak perang saudara yang
saat ini sedang gencar-gencarnya terjadi antar sesama umat muslim itu sendiri,
apa pemicunya, solusi yang harus dilakukan dan bagaimana pencegahan yang bisa
dilakukan sedini mungkin khususnya di Indonesia agar tidak terjadi perpecahan
seperti di Negara muslim bagian Arab.
Tidak lupa Syekh menyisipkan pembahasan
terkait terosris yang juga menjadi penyakit dalam kubu umat muslim. Karena
kelakuan teroris yang sembrono membuat Islam dipandang cacat oleh sebagian
orang yang tidak memahami Islam secara utuh melainkan hanya memandang dari satu
sisi saja. Apa saja yang mesti dilakukan untuk mencegah persepsi buruk tentang
Islam dan bagaimana mencegah terjadinya regenerasi para teroris khususnya di
Indonesia.
Salah satu pencegahan dijelaskan beliau adalah
dengan menanamkan sejak saat ini dalam diri kaulah muda khususnya tentang
pengajaran Islam secara utuh, bagaimana memaknai Islam dengan benar sebagai
agama rahmatan lil alalmin dan bukan sebagai perusak, pembunuh dan lain
sebagainya. Sebab yang menjadi pemicu utama munculnya paham jihad keras seperti
itu adalah karena masih kurangnya pemahaman agama dari umat muslim sendiri,
hampir semua pengikut dari mereka yang menjadi pasukan rela mati adalah orang
awam terhadap agama, mereka hanya terpikat dengan kata-kata yang
mengindah-indahkan pencapaian dari jihad yakni mendapat kemuliaan disurga kelak
dengan bidadarinya dan lain sebagainya.
Padahal jihad yang mereka maksud dan jihad
yang sebenarnya yang dimaksud dalam syariat sangat jauh berbedah. Jihad yang sebenarnya adalah jihad melawan
orang kafir yang memerangi kita juga, tidak semua dari mereka harus dilawan,
ada juga yang harus dilindungi. Dalam peperangan itupun terdapat aturan-aturan
yang harus diketahui, sebagian diantaranya tidak boleh membunuh orang tua, anak
kecil, dan merusak tumbuh-tumbuhan. Tidak boleh asal bom, asal membunuh seperti
membabi buta.
Ketika acara berlangsung tidak semua
peerta dalam ruangan memperhatikan dengan seksama, karena hanya sebagian kecil
dari mereka yang betul faham tentang bagaimna berbicara dan mendengarkan dengan
bahasa Arab yang benar dan baik. Sebab Syekh tersebut menjelaskan materi dengan
berbahasa Arab, baru setelah sesi tanya jawab Ustad Ainul memberi sedikit
terjemahan atas apa yang dikatakan oleh pemateri yakni Syekh tersebut.
Penanyapun tidak lebih dari lima orang,
dan mereka semua rata-rata yang duduk pada barisan depan, salah satu penanya
adalah Mizan Asrori dari kelas kami yang kemampuan bahasa Arabnya memang sudah
diakui teman-teman lainnya. Selain Mizan yang bertanya juga ada dari dosen
langsung dan memang beliau yang bertanya adalah dosen yang mengajar bahasa Arab
dan lulusan Al-Azhar Mesir.
Beberapa teman sempat mengeluh tentang
kepanitiaan saat itu, karena kenapa mesti semuanya diurus oleh kelas kami tanpa
adanya sumbangsih panitia dari yang lain padahal yang jadi peserta adalah semua
mahasiswa prodi BKI saat itu. Namun, dengan adanya teman yang lain memberikan
sedkit pencerahan dan masukan bahwa kami tetap harus berfikir postif akan hal
ini, yakni ketika kami di amanahkan menjadi panitia, meskipun mendapatkan
sedkit kelelehan tanpa pemerataan, maka itulah hikmah besar bagi kami. Sebab
itulah yang akan menjadikan kami lebih dewasa, mahir dalam mengatur sebuah
acara, dan selalu dekat dengan beliau.
Pada saat setelah acara, diskusi dan
bincang-bincang serta makan-makan cemilan bersama dengan syekh dilanjut di
ruangan BKI. Ustad Ainul sebagai moderator saat itu memperjelas hal-hal yang
tadi masih belum dijelaskan secara terperinci di dalam ruangan. Selain itu
Ustad Ainul juga memohon maaf atas segala kekurangan yang ada sekaligus
berterimakasih dengan sebesar-besarnya karenatelah mau hadir berbagi ilmu
dengan para mahasiswa-mahasiswi BKI khususnya.
Begitu banyak pengalaman dan cerita
sedih yang dibagikan oleh Syekh kepada segenap mahasiswa tentang duka yang
dialami saudara muslim di Negara bagian Arab, membuat rasa empati muncul dalam
diri setiap orang yang berada dalam ruangan tadi. Satu penyesalan adalah karena
tidak bisa memberi kontribusi langsung kepada saudara-saudara, hanya doa dan
sedekah yang bisa terus dikirimkan dari negara ini. Sedihnya lagi karena tidak
sanggup mendengar berita duka mereka yang mati di usia mudah, menerima
penderitaan tanpa kesalahan sama sekali, mati dalam keadaan yang sadis dan lain
sebagainya.
Berangkat dari kesemua itu kemudian
mampu menyadarkan diri, bahwa betapa pentingnya untuk terus bersyukur terhadap
setiap situasi dan keadaan yang dirasakan saat ini, karena ketika membandingkan
dengan mereka saudara muslim yang sudah tidak memiliki tempat tinggal dan
selalu merasa cemas, takut ketika mendengar suara keras yang disangka bom, maka
kita jauh lebih di atas dari kenikmatan yang didapat.
Usaha
yang dilakukan dengan ikhlas dan tulus akan membawa kepada ketabahan hati dan
kejernian jiwa, akan menghasilkan hal-hal lebih dari hajat yang diharapkan. Yakinlah
bahwa setiap apa yang kita harapkan semuanya pasti didengar oleh Sang Maha
Pendengar. Terpenting adalah bagaimana kita bisa menyalurkan hajat itu dengan
sebenar-benarnya usaha dan setelah bertawakkal kepada Sang Ilahi Rabbi.
KARYA PERDANA, HASIL DIDIKAN BELIAU YANG MEMBANGGAKAN
Seketika aku terkejut ketika pada saat
kemarin aku terpilih menjadi salah satu calon peserta yang boleh mengikuti
workshop di Yogjakarta dalam hal tulis-menulis.
Kemarin
aku dan temanku Mizan mencoba untuk mengikuti sebuah workshop. Agar bisa
menjadi peserta dan ikut berpartisipasi disana, kita disuruh untuk menulis dan
membuat sebuah artikel tentang mewartakan isu keberagaman. Workshop itu
diadakan setahun sekali dan bersifat umum, maksudnya dalam naungan pers se-Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Bagi peserta yang lolos akan ditanggung seluruh biaya
akomodasi yang meliputi biaya menginap, transportasi pulang-pergi, makan selama
acara berlangsung dan lain sebagainya.
Tempatnya
diadakan di salah satu hotel di tengah-tengah kota Yogyakarta. Awalnya aku
tidak mengetahui tentang adanya worksohp ini, akan tetapi tiba-tiba Mizan
temanku mengajakku untuk mencoba mengikutinya dan mengirim tulisan ke alamat
e-mail yang telah di tentukan panitia. Aku mengambil judul “Perbedaan sebagai
tonggak persatuan”. Perkiraan aku membuatnya kurang lebih tiga hari tiga malam.
Kemudian pas hari terakhir baru aku sama Mizan mengirim tulisan tersebut, tepat
jam sebelas malam dan deadlinenya adalah jam dua belas.
Selang
beberapa hari pengumumannya keluar. Lebih cepat dari waktu atau tanggal yang
dikatakan panitia sebelumnya. Saat itu pas waktu aku dan Mizan pulang dari
kuliah, kami mencoba buka internet dan ternyata hasilnya sudah ada dalam bentuk
tabel dan nama-nama peserta yang lolos berjumlah dua puluh lima orang. Sempat
merasa deg-degan ketika akan melihat daftar nama-nama yang terpilih.
Dengan
perlahan Mizan membuka group lomba tersebut dan melihat hasil atau daftar
nama-nama peserta yang lolos. Sebelumnya jug, ternyata baru kusadari yang ikut
dalam worksop ini peminatnya banyak, sampai tidak sedikit dari kakak kelas di
perkuliahan yang juga ternyata mencoba untuk mengirimkan tulisannya.
Perlahan tapi pasti Mizan melihat nama-nama yang
tertera, aku yang masih berada di kamar juga segera turun ke lantai satu untuk
melihat hasilnya. Melihat dari nama paling atas, aku langsung tertuju kepada
nama yang berawalan huruf “M” karena memang kalau memastikan aku yang lolos
kayaknya sulit, aku hanya yakin Mizan temanku masuk karena dia telah memiliki
bakat handal dalam hal yang satu ini.
Dari
rentetetan nama-nama yang terlampir, aku tidak menemui nama Mizan. Terus
setelah itu baru aku mencoba untuk melihat apakah ada namaku. Belum sempat
selesai aku baca ulang nama rentetan dari atas, Mizan temanku langsung menepuk
bahu kananku seraya mengucapkan selamat. Aku sempat terkejut dan heran,
maksudnya apa, tidak mungkin aku lolos kamu tidak ikut. Kataku dalam hati.
Dia
menunjukkan jarinya ke arah monitor layar laptopnya, dan ternyata di situ ada
tercantum namaku, dan memang namaku karena telah kubaca berulang-ulang seperti
tidak percaya akan apa yang terjadi barusan. Setelah itu Mizan langsung membuat
status dan menandaiku. Rasa senang bercampur malu saat itu yang kurasakan,
karena bagaimana mungkin aku yang pemula bisa terpilih menjadi salah satu
peserta sedangkan dia Mizan yang telah mahir dan sering mengikuti event-event
tidak menjadi peserta dalam workshop kali ini.
Sejenak
aku terdiam dan mengingat, aku beranggapan pasti hasil yang kudapatkan hari itu
adalah hasil dari didikan beliau yang telah memaksa, menuntun, membimbing dan
mendidik kami untuk terus menulis dan memperbaiki tulisan agar dapat
menghasilkan sebuah karya yang membanggakan pribadi dan orang lain.
Pada
hari itu aku merasa tidak enak dengan Mizan, dan akhirnya aku sedikit diam dan
mencoba untuk tetap tenang. Sampai pada waktu hari H tiba, aku merasa tidak
enak karena keputusan yang ada itu. Salah satu temanku mengatakan kepadaku
bahwa ‘’keberuntungan itu adalah prestasi’’ mulai saat itu aku meyakini bahwa
memang mungkin saat ini aku tidak lah lolos dengan murni melainkan hanya
keberuntungan semata. Kemudian aku masih harus banyak belajar menulis khususnya
kepada Mizan temanku yang telah mahir dalam bidang tersebut.
Pada
akhirnya aku mengikuti workshop tersebut yang berlangsung selama tiga hari di
salah satu hotel Yogyakarta. Tidak lupa sebelum pulang aku mencari hadiah untuk
teman-teman, salah satunya adalah makanan khas kota itu. Terkhusus kepada
teman-teman yang berada dalam satu lembaga atau organisasi pers di kampus, aku
berikan satu buku kepada masing-masing mereka guna dipelajari dan menambah
wawasan bersama-bersama.
Adapun
bentuk tulisanku yang beruntung pada saat itu adalah di bawah ini:

PERBEDAAN SEBAGAI
TONGGAK PERSATUAN
Pembahasan
tentang polemik keberagaman tidak akan ada habisnya. Sebab, setiap hal baru
yang muncul dalam kehidupan, mutlak akan menjadi perbedaan baru dalam sebuah
lingkungan, sehingga terus berlanjut dan menambah keberagaman dalam siklus
kehidupan. Namun, satu poin penting yang harus dipahami adalah bagaimana cara
yang benar menyikapi perbedaan dalam keberagaman.
Berbagai
persepsi yang menyimpang dalam menyikapi sebuah perbedaan, telah tumbuh dalam
benak masyarakat radikal. Salah satu penyebabnya adalah, karena menganggap
bahwa perbedaan itu hanya sebagai tolak ukur, atas kelebihan atau keunggulan
terhadap segala sesuatu yang berbeda. Padahal, setiap keberagaman yang telah
ada dan berkembang dalam suatu daerah, patut disyukuri terus kemudian
dikembangkan, agar nantinya bisa mendapat nilai sosial yang positif serta
menambah keunikan dan memberi manfaat besar pada daerah itu sendiri.
Sejatinya, perbedaan antar umat adalah anugerah dan rahmat. Sebab,
dengan banyaknya perbedaan, maka beragam pilihan dalam kehidupan juga akan
semakin bertambah dan menarik, tanpa sedikitpun mengurangi nilai positif akan
ke eksistensian terhadap sesuatu yang telah lebih dulu ada. Selain itu, dengan
banyaknya perbedaan akan memberi alternatif lebih, yang nantinya akan
mempermudah umat dalam memilih solusi terbaik untuk menyelesaikan berbagai
masalahnya.
Khususnya
di Indonesia, keberagaman sangat mudah ditemukan. Sebab, Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di dunia. Kaya akan laut dan pulaunya,
sehingga pada kancah Internasional lebih dikenal sebagai negara maritim dan
negara kepulauan. Kemudian, dengan adanya ribuan pulau yang membentang pada
garis lintang Indonesia,
secara bertahap menumbuhkan multikultural, kepercayaan, dan bahasa di dalamnya.
Sejalan
dengan itu, maka kemudian dirumuskan sebuah semboyan, yang bertujuan sebagai
prinsip pemersatu bangsa, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” (berbeda-beda
tapi tetap satu). Semboyan yang sangat kompleks dan tepat untuk
merangkul semua kalangan masyarakat Indonesia di setiap lini yang
tengah terhimpit masalah perbedaan, khususnya dari segi keyakinan, ekonomi,
budaya dan bahasa.
Selain
itu, demi mendamaikan pergolakan antar budaya yang kian carut-marut,
interpretasi lebih dalam akan makna semboyan tadi sangat perlu untuk dilakukan.
Sebab, ada begitu banyak intisari dari nilai sosial yang terselubung pada
kalimat tersebut yang belum diketahui masyarakat pada umumnya. Salah satunya,
yaitu terkait masalah hak. Perlu dipahami kembali bahwa setiap manusia memiliki
hak yang meliputi segala aspek kehidupannya. Oleh karena itu, semua jenis
perbedaan terkait hak individual tidak bisa begitu saja divonis sebagai sebuah
kesalahan, selama masih dalam tahap kewajaran, juga tidak melanggar norma-norma
kehidupan atau hukum yang telah ditetapkan, maka perbedaan itu masih tergolong
anugerah.
Terlebih
dengan adanya prinsip pemersatu “Bhinneka Tunggal Ika”, maka secara
tidak langsung akan membuka hati dan pikiran setiap masyarakat, tentang begitu
pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Meskipun betapa banyak perbedaan yang
harus dihadapi dan betapa banyak perbedaan yang nantinya akan muncul, intinya
kita tetap satu, berada pada satu atap dan satu tanah, tanah NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia).
Dengan menanamkan
dua kata kunci dalam jiwa setiap insan, yakni sikap toleransi dan saling
menghargai, maka persatuan, perdamaian dan kesejahteraan tidak lagi hanya
sebatas mimpi dan angan-angan bangsa. Sebab, dengan mengamalkan dua sikap
tersebut, secara perlahan akan menyadarkan mereka yang masih fanatik dan
fundamental, bahwa mereka hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk yang
memiliki multikultural. Sebagai bukti keberhasilan segenap masyarakat dalam
mewujudkan dan merealisasikan cita-cita bangsa. Yang pada akhirnya akan
senantiasa hidup rukun dalam perbedaan, saling membantu dan menjaga satu sama
lain.
***
Sebelum mengikuti workshop yang di Yogyakarta itu, aku
juga sudah kurang lebih dua kali mengirim tulisan ke Kompas dalam bentuk
argumen, yang berupa tantangan. Aku menulisnya karena ingin berlatih atau
melihat sudah sejauh mana perkembanganku dalam hal tulis menulis khususnya.
Kemudian dengan cara sepeti itu, menurutku mungkin akan bisa menjadi tolak ukur
yang tepat.
Berikut beberpa tulisan atau argumenku terkait dua tema
yang diajukan Kompas Kampus tiap minggunya. Tema yang Pertama tentan “Wanita
Berpolitik” dan adapun tema yang kedua adalah “Melestarikan Kain Nusantara”.

MENGAJAK
KAUM PEREMPUAN BERPOLITIK
Merujuk
kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, maka fenomena seperti ini
bisa dikatakan adalah sebuah pelanggaran. Maka tentu kemudian harus mendapat
tindak lanjut dari pihak yang berwenang. Sebab,
jika hanya terus-menerus didiamkan, maka apa guna lembaga penegak hukum
di negara ini, apa guna perjuangan pahlawan dan para tokoh bangsa terdahulu,
yang telah bersusah payah mengorbankan darah bahkan nyawa mereka demi
kemerdekaan bangsa, kemudian menetapkan Undang-Undang sebagai asas atau
peraturan negara. Bisa dirasakan betapa kecewanya mereka ketika melihat hasil
perjuangannya dalam hal menetapkan Undang-Undang, sama sekali tidak dihargai
oleh generasi penerus saat ini, khususnya para penegak hukum.
Perlu
dipahami bahwa tidak semua wanita memiliki skill dan karakteristik yang
memadahi untuk lolos dalam pra-syarat menjadi anggota DPR. Syarat yang mendasar
adalah pribadi dan jiwa kepemimpinan harus sudah ada dalam diri mereka. Beda
halnya dengan laki-laki yang memang dalam jiwa mereka telah tertanam jiwa
kepemimpinan, “Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita” terjemahan
dalam satu ayat Al- Qur’an. Selain itu, jiwa sensitiv dalam diri para wanita
juga harus di netralisir.
Sekilas
memang laki-laki memiliki wewenang lebih dan ahli dalam peran sebagai anggota
DPR. Namun, tentu tidak semua pekerjaan anggota DPR dapat dilakukan dan
diselesaikan secara maksimal oleh kaum adam. Pastinya ada beberapa titik di
mana peran wanita sangat diperlukan dalam kapasitasnya mengemban amanah sebagai
anggota DPR. Dari titik-titik kelemahan kaum adam itulah kemudian para wanita
juga memiliki hak yang sama untuk bisa menduduki jabatan tersebut.
***
Membumikan
Kain Nusantara
Masalah
penggunaan kain tradisi dalam negeri mulai tidak dipedulikan dan terlupakan
dalam benak konsumer masyarakat kita. Adanya motif yang merupakan karya alami
masyarakat pribumi kini kian menjauh dan tidak di minati dalam pusaran
perbelanjaan pasarnasional. Sebab, konsumer saat ini mencari dan lebih memilih
kain dengan gaya
modern atau westernisasi. Mengikuti perkembangan zaman dan melihat trending style.
Satu
alasan nyata yang mungkin terketuk dalam pikiran konsumer masyarakat kita
ketika melihat kain tradisi Nusantara adalah menganggap itu sebagai pakaian
tradisional atau gaya
tempoe doeloe. Sebab, tampilan yang diberikan oleh para penenun dan produk
pembuat kain tradisi monoton tanpa ada gaya
menarik dan inovatif yang digabungkan di dalamnya. Padahal, sangat di sayangkan
ketika melihat kain-kain yang laku terjual di pasaran adalah kain impor hasil
tangan orang asing.
Ketimbang
kain produk luar negeri, hasil kerja masyarakat sendiri tidak kalah bagusnya.
Hanya yang menjadi masalah adalah terletak pada gaya variatif dan corak menarik yang
dituangkan dalam tampilan kain itu nantinya. Meskipun ketika dipandang sekilas
kain tradisi Nusantara tampak familiar dan tidak menarik, namun sebenarnya di
situlah inti letak perbedaan yang menjadi tugas para penenun. Bagaimana
sekiranya mereka bisa memberikan motif-motif inovatif pada kain tradisi yang
tampak familiar tanpa daya tarik.
Satu
langkah progresif untuk melestarikan kain nusantara adalah dengan memadukan
motif tradisi dengan motif yang tengah trenddandisenangi masyarakat pada
umumnya dan kaulah muda pada khususnya saat ini. Sebab, tidak sedikit bukti
konkret dari hasil perpaduan itu antarakain tradisi dengan motif yang lagi trend telah
ludes terjual. Salah satu contohnya kemarin beberapa masyarakat telah menjual
kain batik dengan tambahan motif club sepakbola eropa di dalamnya, dan ternyata
baju dengan gaya
seperti itu sangat di minati oleh
masyarakat, khususnya kaulah muda.
***
Dengan harapan semoga setiap guru-guru
yang ikhlas dan tulus mengajarkan muridnya tentang ilmu-ilmu agama maupun umum
semoga diberi kebaikan dan dikabulkan segala hajatnya, diampuni dosa-dosanya
dan senantiasa dinaungi Rahmat serta Hidayah-Nya. Terlebih kepada murid-muridnya,
semoga dapat menmahami segala macam ilmu yang telah diajarkan dan kemudian
dapat diamalkan kepada teman-teman, sanak keluarga, anak-anaknya kelak dan lain
sebagainya hingga akhir hari kiamat, dan dipersatukan bersama rombongan Nabi
Muhammad SAW. Serta ulama, wali dan guru-guru di akhirat Insyaallah
Amiiin...
Guru
Guru kaulah
penyemangat hidupku
Kau yang selalu
memberi aku semangat
Ketika aku
malas untuk belajar
Ketika aku
malas untuk sekolah
Gurukau bagaikan bagaikan obat
Yang senantiasa menyemangatiku
Yang meluruskan tingkah lakuku
Yang menyejukkan hatiku
Belajar ilmu tanpa guru
Adalah mustahil
pelajaran itu benar...
Guru kau
dan aku bagaikan sepasang sandal
Yang selalu
saling membutuhkan
Yang harus
selalu bersamaan
Belajar
tanpa guru, mustahil pelajaran itu benar
Seperti
halnya satu sandal tanpa sandal satunya
Maka orang yang memakai sandal tersebut
adalah orang yang gila
Guruaku
ucapkan banyak terimakasih padamu
Yang
telah sudi mendidikku
Yang
telah rela memberikan waktumu
Untuk
memberi pelajaran untukku
Guru
kau adalah orang tuaku
Yang
menegur aku dalam masalah ilmuku
Yang
meluruskan jeleknya akhlaqku
Guru
kata-katamu adalah dakwah
Dakwahmu
adalah penghargaan
Kemarahanmu
adalah pendidikan
Dan
semua perkataanmu adalah bimbingan
Terimakasih
wahai Guruku..
SELAMAT
LIBURAN, MENYAMBUT LEBARAN DENGAN HATI YANG SENANG
Persiapan menjelang
liburan sedang sibuk-sibuknya dilakukan setiap anak yang ingin pulang kampung
dan bertemu sanak family, khususnya para perantauan sejak dini sibuk untuk
mencari tiket murah untuk pulangan demi mengirit pengeluaran dan menagntisipasi
menonjaknya harga tiket karena liburan.
Semuanya memiliki
kesibukannya masing-masing, sebagian dari teman-teman ada yang sibuk mencari
tiket pulang, ada yang masih mengerjakan tugas karena kemarin belum tuntas, ada
yang sibuk mencari ole-ole untuk dibawa pulang, dan masih banyak lainnya.
Semuanya telah siap,
barang-barang telah ada dalam koper dan tas sudah penuh dengan pakaian baru dan
ole-ole. Masing-masing daerah memiliki jadwal pemberangkatang yang berbeda,
teman yang dari Sumatera rata-rata pulang sekitar tanggal tiga puluh akhir
Juni, yang dari Jawa Tengah sekitar tanggal dua puluh tidak jauh beda dengan
teman yang dari Sulawesi Selatan kampung halamanku juga, mereka berangkat pada
tanggal dua puluh lima Juni. Sedikit berbeda dengan teman-teman yang dari
Kalimantan, karena daerah mereka ratta-rata berjauhan maka pulangnyapun harus
sendiri-sendiri.
Hanya Munir mungkin dengan
Nisa yang bisa berangkat untuk pulang bersama karena jarak antara rumah
keduanya tidak begitu jauh. Sedangkan yang lain pulang dan akan datang kesini
sendiri-sendiri. Teman yang Jawa Timur atau tuan rumah tidak begitu repot untuk
mempersiapkan kepulangan mereka, sebab rumah atau kampung halaman tidak jauh
dari kamupus. Mungkin mereka hanya akan lebih fokus mempersiapkan buku-bukunya,
membeli hadiah dan ole-ole buat adik-kakak sanak familiy di rumah ataupun
membantu teman-teman yang lain untuk menyiapkan barang.
Satu hal yang membuatku
berbeda, ketika aku juga telah bersiap-siap aku langsung berangkat dan menjadi
rombongan yang pertama pulang. Namun kepulanganku saat ini adalah bukan pulang
kekampung halaman sendiri akan tetapi kekampung halaman temanku Mizan di
Sumenep, Madura. Aku ikut ke rumahnya terlebih dahulu karena aku ingin
mengikuti kursus bahasa Arab di Pamekesan tepatnya di Pondok darul Lughah.
Selama kurang lebih sebulan belajar bahasa Arab, baru setelah itu aku pulang ke
kampung halaman.
Aku telah membeli tiket pulangke Sulawesi
Selatan pada tanggal lima belas Juli
nanti. Masih sekitar sebulan setelah liburan semester dua dimulai. Meskipun aku
akan pulang lebih lambat sebulan dari teman-temanku yang lain, tapi aku yakin
bahwa apa yang aku lakukan saat ini adalah merupakan hal yang sangat bermanfaat
untukku kedepannya. Karena sekali lagi beliau telah mengajariku dan mengatakan
berulang-ulang kepada kami bahwa untuk mencapai karya yang besar di perlukan
usaha optimal dan sungguh-sungguh. Aku harus berani keluar dari zona nyaman,
dan memulai untuk belajar dengan giat untuk menambah pengetahuan ilmu dan
wawasan ku agar kelak dapat bermanfaa di tengah-tengah masyarakat dan
menyampaikan apa yang haq bukan apa yang salah, dengan cara mengadah-adah
bicara tanpa mengetahui pasti landasan atau apa yang dibicarakan, tidak dhillun
mudhillun yakni sesat lagi menyesatkan.
“Orang yang ada di gunung himalaya, tidak di sana dengan
tiba-tiba”
[1] Semacam tenda kecil sebagai penutup yang biasanya diletakkan di
punggung unta dan digunakan untuk tempat perempuan-perempuan yang istimewa saat
bepergian.









