Sering
kita mendengar berita di televisi, terjadi tawuran antar pelajar, antar
supporter sepak bola, atau antar daerah, yang disulut oleh masalah sepeleh
sebagai ungkapan ketidak puasan atau sikap emosional, tetapi berdampak besar
yaitu timbulnya perpecahan antar daerah, permusuhan antar supporter atau bahkan
sampai terjadi korban jiwa. Tawuran adalah suatu proses saling menyerang atau
berkelai yang dilakukan secara berkelompok dan terjadi antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain karena ada suatu permasalahan.
Tawuran
pelajar bukan hal yang bisa dianggap enteng, tawuran pelajar sekarang tidak
hanya terjadi dikota-kota besar saja melainkan juga menjalar ke
daerah-daerah.Permasalahan remeh dapat menyulut pertengkaran individual yang
berlanjut menjadi perkelahian massal dan takjarang melibatkan penggunaan
senjata tajam,senjata api, bahkan akhir-akhir ini banyak pelajarmenggunakan
bahan kimia seperti air keras sebagai senjatanya.
Dewasa
ini, kekerasan sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang
dilakuka oleh para remaja.Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang yang
terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkisme dan
premanisme.Tentu saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang
terlibat dalam perkelahian itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang
tidak terlibat secara langsung.
Tawuran
antar pelajar tidak hanya menjadi gejala sosial yang terjadi pada
pelajar-pelajar perkotaan, namun sekarang tawuran menjadi trend pelajar yang
jauh dari perkotaan. Gejala sosial ini tentu bertentangan dengan nilai dan
norma dalam masyarakat. Tawuran diawali adanya konflik antar siswa di dalam
suatu sekolah atau antar sekolah. Karena perasaan solidaritas antar siswa di
dalam sekolah masing-masing, perkelahian muncul dan menghasilkan konflik antar
sekolah yang berlainan. Remaja sering terlibat dalam tawuran karena
perkembangan emosional remaja yang rentan, mudah terpengaruh dan tidak bisa
mengendalikan diri.Tawuran merupakan gejala sosial yang serius karena peserta
tawuran cenderung mengabaikan norma-norma yang ada, melibatkan korban yang
tidak bersalah, dan merusak rumah-rumah penduduk, dan fasilitas-fasilitas umum yang ada
disekitarnya.
Dalam
kondisi tertentu tawuran merupakan konflik yang bisa terjadi dilingkungan keluarga,
saudara atau bahkan
sahabat. Konflik tidak
selalu timbul akibat
pertentangan merebutkan sesuatu yang prinsip atau bernilai tinggi,
tetapi kadang timbul dari hal-hal yang sepele yang tidak jelas ujung
pangkalnya. Konflik dapat dihindari bila kita punya sikap saling menghargai,
santun, patuh pada aturan sosial serta sadar akan hak dan kewajiban diri dan
orang lain.
Penyebab
dan Solusi Tawuran
Sebelum mengetahui bagaimana tawuran dapat
diatasi, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengapa tawuran dapat terjadi.
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan tawuran yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Tabiat
Tak diragukan lagi, faktor utama penyebab
tawuran adalah tabiat dari para pelaku sendiri. Kondisi emosional yang tidak
terjaga dan ketidakmampuan untuk menahan diri dari amarah merupakan sebab
bagaimana tawuran dapat dimulai. Tawuran adalah manifestasi dari emosi yang
tidak terkontrol dalam menghadapi suatu “serangan” dari suatu kelompok lain.
Pada umumnya, tawuran diawali dengan masalah
kecil yang melibatkan perseorangan lalu membesar menjadi permasalahan kelompok
karena faktor relasi. Masing-masing pribadi tidak dapat menahan emosinya dan
akhirnya melakukan jalan kekerasan untuk memperlihatkan rasa tidak suka dan
tidak setuju dengan beradu fisik. Tambahan pula, emosi ini lama-lama akan
menjadi dendam antar kelompok dan akhirnya munculah istilah “musuh abadi” yang
biasanya menjadi dasar untuk terjadinya tawuran.
2. Faktor Keluarga
Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi
setiap pribadi merupakan ujung tombak dari penanaman nilai dan budi pekerti.
Ada kalanya orangtua tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak meskipun
sudah dilindungi oleh hak perlindungan anak karena
kesibukan dan karir sehingga anak tidak memiliki suatu sosok untuk diteladani.
Ada pula orangtua yang membiarkan anaknya bergaul dengan lingkungannya secara
terlalu bebas.
Namun demikian, hal yang paling dapat menjadi
bibit tawuran dari faktor keluarga adalah kondisi emosi keluarga itu sendiri.
Banyak sekali orang tua yang ringan tangan terhadap anak mereka dan tak jarang
bertengkar baik antara suami istri maupun dengan anak-anak mereka. Kebiasaan
yang mendahulukan perlakuan fisik dibandingkan pendekatan melalui perkataan
atau diplomasi dapat menjadikan anak mafhum bahwa kekerasan fisik adalah
sesuatu yang lumrah.
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat dapat memicu anak
untuk terbiasa dengan hal-hal yang buruk juga. Misalnya saja film di televisi
yang meperlihatkan kekerasan dan malah dianggap sesuatu yang menyenangkan dapat
ditiru oleh anak sehingga terbiasa dengan kekerasan. Belum lagi faktor
lingkungan sekitar di mana anak-anak bergaul dengan teman-teman yang “keras”
karena tidak mendapatkan pendidikan dari keluarganya, seperti yang dijelaskan
sebelumnya, dapat memicu kebiasaan akan perlakuan fisik antar sesama.
Bila ini dibiarkan hingga anak-anak menjadi
dewasa, maka nilai-nilai kekerasan fisik akan melekat dan menurun dan bisa
menjadi penyebab terjadinya tindakan
penyalahgunaan kewenangan. Maka, tawuran akan menjadi suatu hal
yang biasa karena orang-orang berpikir bahwa jalan kekerasan adalah jalan yang
benar untuk mengatasi suatu masalah, jalan kekerasan adalah jalan yang legal
atas segala perlakuan yang tidak menyenangkan yang terjadi pada orang tersebut.
4. Faktor Relasi
Persahabatan yang kuat memang baik apabila
karena persahabatan itu mereka menjadi saling tolong-menolong dalam kebaikan.
Namun ada kalanya persahabatan disalahartikan menjadi saling tolong-menolong
tanpa memikirkan apa yang akan dilakukan. Seseorang yang medapatkan perlakuan
yang tidak menyenangkan atau seseorang yang merasa kelompoknya dihina akan
menggalang kekuatan kelompoknya.
Hal inilah yang memicu tawuran yang diakibatkan
oleh masalah perorangan. Masalah seorang anggota kelompok menjadi masalah
keseluruhan kelompok karena adanya rasa saling memiliki yang erat. Namun
sayangnya, karena faktor-faktor lain yang disebutkan sebelumnya, pertikaian
dengan cara adu jotoslah yang menjadi pilihan utama.
5. Faktor Pendidikan
Sekolah adalah lembaga formal tempat mendidik
anak-anak untuk mendapatkan nilai-nilai dan budi pekerti luhur. Namun
adakalanya sekolah tidak dapat menjalankan tugasnya mendidik anak karena
guru-guru yang kurang cakap. Masih banyak hingga dewasa ini guru-guru yang tak
segan berbuat kekerasan terhadap siswanya yang tidak mengetahui manfaat tata tertib sekolah untuk
menunjukan ketidaksetujuan terhadap apa yang dilakukan oleh sang siswa. Jelas,
ini adalah sesuatu yang salah.
Belum lagi munculnya Masa Orientasi Siswa (MOS)
yang sebenarnya ditujukan untuk memperkenalkan lingkungan sekolah baru namun
kini menjadi ajang unjuk kekuasaan senior terhadap junior. Tak jarang acara MOS
tahun berikutnya menjadi ajang balas dendam senior baru terhadap angkatan di bawahnya
lagi. Ajang unjuk kekuasaan ini biasanya dibumbui dengan beberapa kekerasan
fisik dengan dalih melatih fisik dan mental. Bisa jadi, dari sinilah salah satu
faktor tawuran berasal.
Cara Mengatasi Tawuran yang Sering Terjadi
Untuk mengatasi tawuran setidaknya ada dua
macam pendekatan yaitu preventif (mencegah) dan kuratif (menganggulangi).
Pendekatan-pendekatan ini dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang menjadi
penyebab munculnya tawuran seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Beberapa pendekatan preventif berikut dapat
dijadikan acuan untuk mencegah seseorang melakukan tawuran.
1. Pendekatan keluarga
Keluarga adalah tameng pertama bagi anak-anak
terhadap pengaruh buruk lingkungan. Peran ayah dalam keluarga dan ibu
harus menjadi teladan bagi anak mereka dan memberikan waktu yang cukup untuk
kegiatan bersama. Banyak pemuda yang melakukan tawuran berasal dari
keluarga broken home. Dengan keluarga yang memperhatikan
perkembangan dan kebutuhan anak maka anak akan mengerti tentang baik buruknya
suatu perkara.
Keluarga juga harus senantiasa harmonis dan
tidak menunjukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kekerasan dalam rumah
tangga. Semua anggota keluarga harus belajar bahwa emosi dapat dikendalikan dan
lebih mengutamakan pendekatan diskusi apabila terjadi suatu perselisihan.
2. Pembatasan pergaulan
Kita boleh kenal dengan siapa saja namun dalam
pergaulan kita harus dapat memilah mana pengaruh yang dapat kita terima, mana
yang harus kita tolak berdasarkan nilai dan norma yang kita ketahui. Bila kita
bergaul dengan orang-orang yang rela berbuat apa saja demi tujuannya meski
dengan kekerasan maka jauhilah.
Dan yang harus diperhatikan bahwa persahabatan
dan ikatan pertemanan yang kuat itu baik. Namun, hal ini menjadi tidak baik
apabila dengan dalih persahabatan maka terjadi peperangan antara dua kubu yang
sebenarnya terjadi karena masalah sepele. Kita pun harus dapat mengingatkan
teman-teman sepergaulan kita untuk senantiasa menghindarkan diri dari kekerasan.
3. Pengendalian diri
Setelah kondisi dalam suatu keluarga dan
pergaulan dapat dijaga, maka kuasa ada di dalam pribadi masing-masing. Cobalah
untuk menjadi orang yang lebih sabar dan mendahulukan diskusi dibandingkan
perlakuan fisik, apalagi hanya untuk masalah kecil. Orang pernah berkata bahwa
kepala boleh panas namun tangan harus tetap dingin. Bila orang-orang dapat
mengendalikan diri mereka maka niscaya tidak akan terjadi tawuran.
Sedangkan pendekatan kuratif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi tawuran yang terlanjur telah terjadi dijelaskan
sebagai berikut.
1. Penegakan hukum oleh aparat kepolisian
Bila terjadi suatu tawuran maka pihak yang
berwajib harus turun tangan dan menangkap provokator di antaranya. Pembuat
keonaran harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Bila ada pelaku yang
memiliki usia di bawah batas maka penyuluhan dapat dilakukan.
2. Peran aktif guru dan lingkungan sekolah
Guru dan lingkungan sekolah harus menindak para
siswa yang terlibat dalam tawuran. Sanksi dapat dijalankan sesuai aturan yang
berlaku tanpa pandang bulu. Penyuluhan tentang bahaya tawuran harus terus
dijalankan, khusunya melalui guru BP atau BK.
3. Peran aktif dari pihak keluarga
Keluarga yang mengetahui bahwa ada keluarganya
ikut dalam acara tawuran harus memberikan sanksi tegas tergantung bagaimana
aturan dan peran orang tua dalam mendidik anak yang
berlaku di keluarga tersebut. Namun demikian, sanksi janganlah berupa kekerasan
fisik karena itu adalah sebuah ironi, melarang untuk berbuat kekerasan dengan
cara kekerasan.




10 komentar:
๐๐
๐๐๐๐๐
Kelas 7,4
Nama: Ekananda Febrian Nursyam
Kelas: 7.4
Yang dibaca: SAY NO TO TAWURAN!
Nama:Ibrahim Einar
Kelas:7.4
Yang dibaca:say not to tawuran
Muh. Fahrezi Al Muhajir
Kelas :7.4
Mantap ustad materinya keren dan bagus sekali saya jadi tidak tertarik untuk tawuran
A.Abva Dzakwan Ghazi P
Kelas:7.4
Materi nya sangat bagus ustadz
Untuk menjadi inspirasi supaya tidak tawuran
Muhammad yusril
Kelas. 7.8
Terimakasih ustadz materinya sangat bermanfaat dan berinovasi bagi kami
Yg dbaca:say no to tawuran
Asyifa Rayhanah Husain
Kelas: 7.4
Waw informasi yang sangad berguna, itu membuat saya menjauhi tawuran๐๐
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
Natasya Zahwa K
kelas: 7.1
sangat menginspirasi untuk tidak tawuran
Posting Komentar