Kepala MTsN 1 Kota Makassar

Zulfikah Nur, S.Pd.i.,M.Pd.i

Art Theraphy Counseling

Foto di ruangan, siswa bersama Guru BK setelah melaksanakan art theraphy conseling

Pelaksanaan Kegiatan Supervisi

Pemeriksaan kelengkapan perangkat administrasi dan data-data BK

Proses Pelaksanaan Konseling

Layanan konseling kelompok untuk pemecahan masalah; Guru Bk bersama siswa "Tudang sipulung"

Guru BK MTsN 1 Kota Makassar

Foto Bersama

Kamis, 26 Mei 2016

PAKAR PSIKOLOG MENANGGAPI KASUS SAIPUL JAMIL




Kamis, 18- Februari- 2016. Telah tersebar berita hangat terkait kasus pelecehan seksual yang melibatkan salah seorang Pedangdut Nasional Saipul Jamil. Berbagai tanggapan dari seluruh lapisan masyarakat dilontarkan. Melalui media sosial (medsos), dan secara langsung. Semua penggemar, keluarga, teman dekat, dan masyarakat secara keseluruhan memberikan komentarnya. “Bagaimana tidak, sebab seorang sosok Saipul Jamil selama ini terkenal sebagai artis yang religius dan taat menjalankan nilai-nilai agama.” Tutur salah seorang masyarakat ketika memberi tanggapan terkait kasus Saipul. Demikian pula yang telah dikatakan Almh. Istrinya Virginia Anggraeni, dalam sebuah status Facebooknya “Suamiku beribadah  i’tikaf di masjid 10 hari, sendirian deh di rumah, selamat menunaikan ibadah ya sayang, selalu dalam lindungan Allah dan semoga barokah.” Dari beberapa pernyataan di atas dapat dilihat, betapa taatnya seorang Saipul dalam mengamalkan nilai-nilai agama. 
Tidak hanya ibadah maktubah, melainkan juga ibadah sunah senantiasa dilakukan, bahkan sudah menjadi rutinitasnya di sela-sela kehidupan yang penuh dengan kesibukan sebagai seorang artis dan kepala rumah tangga saat itu. Memang benar ukuran baik-tidaknya seseorang tidak bisa diukur cuma dari representasi rajin-tidak ibadahnya. Namun setidaknya dari sana dapat dilihat hasil atau manfaat dari apa yang telah dilakukan. Sebab, selalu ada kesesuaian antara ibadah dan tingkah laku. 
    Akhlaq atau tingkah laku yang baik berasal dari ibadah yang baik dan benar, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, kebiasaan Saipul sebagaimana beberapa pernyataan di atas ketika diselaraskan dengan apa yang telah dia lakukan yang menggemparkan dunia entertaiment atau dunia keartisan, perlu dipertanyakan, sebab tidak sinkron dan merupakan hal yang tidak lazim bagi seorang ahli ibadah untuk melakukannya.
     Satu hal yang menjadi sorotan publik, utamanya dalam perspektif intrapersonal adalah bagaimana tanggapan para Pakar Psikolog terkait kasus Saipul. Yang pertama adalah tanggapan dari Psikolog Seks Zoya Amirin, dalam analisanya mengatakan sebutan paedofil tidak tepat bagi Saipul Jamil. “Kalau dibilang paedofil, saya enggak setuju, karena dia itu berhubungan dengan anak berumur 17 tahun. Artinya anak itu sudah akhil balik. Walau secara hukum yang disebut anak-anak itu yang 18 tahun ke bawah. Tapi kalau secara psikologis, disebut sebagai anak-anak atau enggak itu tergantung akhil balik.” Tegasnya saat memberikan komentar terkait kasus Saiful. Saat itu dia dihubungi oleh pihak CNNIndonesia.com, Jum’at (19/2). Pada intinya, menurut Zoya, yang disebut Paedofil adalah mereka yang berhubungan seks dengan anak yang sudah akhil balik, berdasarkan pandangan psikologis.
Ketika kasus Saipul disandingkan dengan pelaku LGBT, dalam hal ini homoseksual, Zoya memiliki pandangan sendiri berdasarkan analisanya. Dia mengatakan kalau orientasi seks Saipul bukan homoseksual, tidak sependapat dengan persepsi yang menggolongkan kasus itu kesana. “Orientasi seksual menurut skala Kinsey, orang itu tidak pernah ada yang 100 persen homoseksual atau 100 persen heteroseksual. Semuanya itu gradasi.” ungkapnya. Dalam menggolongkan kasus itu, dia lebih condong kepada perilaku biseksual, “Kalau dari Saipul Jamil, saya hanya melihat kemungkinan orientasi seksualnya biseksual, namun bukan paedofil. Karena si anak sudah akhil balik. Dan bisa jadi sudah lama tapi baru ketahuan sekarang,” jelas Zoya. 
    Sejalan dengan itu, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai dugaan pelecehan  seksual yang dilakukan Saipul Jamil kepada remaja pria berusia 18 tahun, tidak serta merta menandakan bahwa Saipul seorang pedofilia murni atau predator penyuka seks terhadap anak-anak. Hampir sama dengan pendapat Zoya, dalam kasus ini Reza memberikan penjelasan tentang bagaimana psikologi memandang pedofilia sebagai kasus pelecehan kepada seorang anak yang belum akhil balik atau belum memasuki masa pubertas. Namun di satu sisi dia cenderung lebih moderat, sebab dia menambahkan kalau bisa jadi Saipul juga digolongkan pedofilia, jika merujuk kepada UU. Perlindungan anak. Disebutkan anak di atas 18 tahun yang tidak dikategorikan anak-anak. 
        Ada kemungkinan lain kalau motif dari tindakan Saipul adalah karena dorongan situasi dan kondisi yang mendukung. Maksudnya kasus tersebut adalah kasus pedofilia situasional. Jadi tindakan yang dilakukan tidak semata-mata disebabkan oleh sifat dasarmya yang tidak heteroseksual. "Artinya pelaku yang pada dasarnya penyuka orang dewasa memilih 'anak-anak' dalam tanda kutip, lebih karena itu yang tersedia. Mengapa ia pilih lelaki, juga lebih karena jenis kelamin itu yang bisa ia sasar pada saat itu. Dengan demikian, faktor situasi lebih dominan ketimbang faktor kecenderungan seksual," tutur Reza.
    Ini bukan masalah alat vital, seks, hormon, dan lain sebagainya, melainkan ini adalah masalah psikis dan mindset. Menurut analisa pribadi, kasus Saipul juga bisa dihubungkan dengan Psikologi analitikal, Carl Gustav Jung tentang struktur pembentuk kepribadian yang pada pengklasifikasiannya dalam diri manusia terdapat dua unsur yakni Anima dan Animus. Anima dan Animus adalah elemen kepribadian yang secara psikologis berpengaruh terhadap sifat bisexual manusia. Anima adalah sifat feminim yang terdapat dalam diri seorang lelaki dan animus adalah sifat maskulin yang ada pada diri seorang perempuan. Jadi kedua unsur ini sepatutnya selalu seimbang pada kadar pribadi yang semestinya, dan tidak menjadi dominan satu sama lain. Sebab jika salah satu dari unsur ini ada yang dominan dalam diri seseorang yang tidak semestinya, maka saat itulah struktur pembentuk kepribadiannya terganggu. Ada kelainan dalam diri yang bisa memicu terjadinya tindakan diluar kebiasaan orang pada umumnya.











KOLABORASI KONSELING DAN PSIKOTERAPI DALAM DAKWAH



Dalam buku Daniel Goleman, Emotional Intelligence pada bagian dua, tentang ‘Seni Sosial’, digambarkan suatu kecerdasan yang berkaitan erat dengan sikap dasar seorang terapis, psikolog dan konselor, yang juga efektif pada penerapan strategi dakwah. 
Tentang seni sosial, merupakan instrumen untuk dapat paham dan menangani emosi orang lain. Seni yang mantap untuk membangun kematangan dalam menjalin hubungan. Pada penjelasan dalam buku Emotional Intellegence, Daniel Goleman menggambarkan seni sosial yang dipraktekkan oleh seorang anak berusia 30 bulan. Dia memiliki kemampuan dalam mengolah emosi dan menirukan bagaimana cara ibunya untuk menenangkan dirinya ketika sedang menangis, kemudian dia mengusahakan dengan cara yang sama kepada kakaknya yang saat itu juga sedang menangis. Kematangan emosi yang dimiliki anak itu adalah suatu hal yang menakjubkan. 
Kemampuan manajemen diri dan empati, adalah dua kata kunci untuk bisa mencapai keterampilan seni sosial. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam menciptakan Human Interest. Khususnya bagi pendakwah, tentu kemampuan ini sangat berharga, sebagai salah satu teknik pendekatan kepada mitra dakwah. Maka, sepatutnya sebelum menyusun strategi, konsep, dan lain-lain, hal paling mendasar adalah pendakwah harus bisa menguasai keterampilan ini.  
  Salah satu hal yang menjadi titik tumpu, persamaan antara konseling, psikoterapi dan dakwah adalah mengharapkan adanya perubahan kepribadian pada klien dan mitra dakwah. Perubahan sikap secara berkala, dari yang buruk menjadi kurang baik, kemudian kurang baik menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik.
  Sejalan dengan itu, perubahan sikap atau perilaku pada klien dan mitra dakwah perlu ditinjau lebih dalam dari prosesnya. Dalam sebuah pementasan atau konser, kesan pertama yang akan dilihat penonton adalah yang tampak secara visual, bagaimana acara itu dibungkus, berupa style pakaian yang digunakan para artis, gemerlap cahaya panggung, dan mewahnya tempat konser. Ketika kesan pertama telah memberi sentuhan spektakuler, maka agenda selanjutnya akan terus berpengaruh. Seperti itulah analogi sederhananya, bahwa menjadi pertimbangan besar dalam dakwah, tentang bagaimana cara Da’I membungkus konsepnya dengan teknik atau strategi terbaik, sebagai penggugah hasrat mitra dakwah, untuk terus memperhatikan setiap kata yang keluar dari lisan Da’I sampai pada kalimat akhir. Dalam sebuah pepatah Arab dikatkan: 
الطريقة أهم من المادة
“Teknik lebih penting daripada materinya”.

Metode konseling, merupakan salah satu hasil dari bentuk kolaborasi konseling dan psikoterapi dalam dakwah. Dalam buku Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah pada Bab 10 tentang metode dakwah, dipaparkan berbagai macam metode, dan salah satunya adalah metode ini. Dengan penerapan teknik wawancara secara individual dan tatap muka antara konselor sebagai pendakwah dan klien sebagai mitra dakwah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. 
Dalam proses pemecahan masalah, ada beberapa tahapan yang harus dilalui klien. Laksana seorang ibu dengan penuh kasih sayang menggandeng dan membimbing anaknya menaiki satu persatu anak tangga. Agar bisa menjalankan proses tersebut dengan baik, maka tentu akan memakan waktu yang tidak sebentar, tergantung dari jenis masalah klien. Setidaknya akan melalui tiga tahap perubahan. Dalam hal ini meliputi aspek kognitif, afektif dan behaviornya.
Mengingat banyaknya masalah terkait dengan keimanan dan pengalaman keagamaan, yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan metode ceramah dan diskusi, maka diperlukan penanganan secara khusus. Oleh karena itu, pada metode konseling dibahas lebih mendalam, secara individual tatap muka antara pendakwah dan mitra dakwah. 
Berdakwah itu mudah, semua orang bisa berdakwah. Sebab, ada begitu banyak teknik yang dapat dilakukan dalam berdakwah, dan secara bahasa, definisi dakwah dapat dikaitkan dengan berbagai macam makna. Namun, ketika diperintahkan untuk berdakwah dengan kolaborasi konseling dan psikoterapi, dengan teknik serta pendekatan yang hampir sama, dan seperti halnya seorang konselor kepada klien, maka itu bukanlah hal yang mudah.  

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More